Pertama Kali sejak Era Musolini, Italia Akan Dipimpin Kelompok Ekstrem Kanan
Lebih dari 70 tahun Italia tidak dipimpin kelompok ekstrem kanan. Hasil pemilu akhir pekan lalu di negara itu memperlihatkan kemenangan koalisi ekstrem kanan. Giorgia Meloni akan jadi perempuan PM pertama di negara itu.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
ROMA, SELASA — Kemenangan koalisi ekstrem kanan pada pemilu Italia akan semakin menyulitkan Uni Eropa (UE). Kini, empat dari 27 anggota UE dipimpin partai kanan atau ekstrem kanan. Brussels sudah kesulitan dengan Hongaria dan Polandia yang lebih dulu dipimpin kelompok kanan.
Pemilu Italia pada Minggu (25/9/2022) kemungkinan besar dimenangi Partai Saudara Italia. Partai itu dan mitra koalisinya ditaksir meraih 43 persen suara. Sementara koalisi kiri tengah ditaksir memperoleh 26 persen suara.
Pemimpin Saudara Italia, Giorgia Meloni, digadang akan menjadi perempuan pertama yang menjadi perdana menteri Italia. Ia menyatakan akan menjadi pemimpin bagi seluruh Italia.
”Italia mengirimkan pesan kuat mendukung pemerintahan kanan pimpinan Saudara Italia,” kata Meloni (45), Senin (26/9/2022), di Roma.
Sudah lebih dari 70 tahun Italia tidak dipimpin kelompok ekstrem kanan. Politisi ekstrem kanan Italia, Benito Musolini, memimpin Italia selama 20 tahun sampai 1945. Musolini membawa Italia bergabung dengan Jerman selama Perang Dunia II.
Dalam pernyataan resminya, UE berharap kerja sama konstruktif dengan Italia terus berlanjut. Pernyataan itu lebih lunak dibandingkan pekan lalu. Saat itu Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, UE punya alat jika kondisi semakin sulit selepas kemenangan kelompok kanan di Italia.
Pernyataan Von der Leyen diungkap beberapa hari setelah UE menahan 7,5 juta euro subsidi untuk Hongaria. Hal itu dilakukan UE karena pemerintahan sayap kanan Hongaria dinilai memberangus demokrasi.
Bersama Polandia, Hongaria menjadi anggota UE yang sudah bertahun-tahun dipimpin kelompok sayap kanan. Pemilu 11 September 2022 di Swedia membawa negara itu menyusul Polandia-Hongaria. Kini, Italia ikut dipimpin sayap kanan.
PM Polandia Mateusz Morawiecki mengaku gembira atas hasil pemilu Italia dan Swedia. ”Saya senang getaran ini menjalar ke seluruh UE,” kata dia.
Kesulitan
Direktur Kajian Italia pada Kings’ College London, Leila Talani, menyebut bahwa akan banyak veto oleh Roma dalam aneka pengambilan keputusan UE. ”Meloni selalu mengatakan akan mendahulukan Italia, seperti manuver Donald Trump di Amerika Serikat,” kata dia kepada EuroNews.
Hubungan Roma-Brussels bisa jadi akan berubah pada masa pemerintahan Meloni. Aneka reformasi yang diminta Brussels pada Roma, sebagai saran pengucuran subsidi 200 juta euro dari UE, akan sulit diwujudkan.
Sementara pakar hukum Eropa pada École des hautes études commerciales de Paris, Alberto Alemanno, mengingatkan bahwa Meloni dan partainya kerap memandang UE sebagai hambatan bagi Roma. ”Italia bukan lagi kekuatan baik bagi UE. Roma akan menjadi anggota yang lebih sibuk mengutamakan kepentingan sendiri dibandingkan kepentingan bersama. Tidak ada lagi solidaritas, hanya transaksional,” ujarnya.
Sistem pengambilan keputusan di UE menjadi kekuatan utama Italia. Setiap keputusan UE harus disepakati oleh seluruh anggotanya. Selama ini, Hongaria dan Polandia kerap kali menggunakan veto jika kepentingannya tidak dipenuhi UE.
”Jelas, akan ada perubahan besar pada pemerintahan Italia. Orang-orang yang skeptis pada UE kini berkuasa. Italia akan merapat ke Polandia dan Hongaria,” kata Luca Tomini, pengajar pada Free Brussels University
Gelombang lama
Pengajar Université Libre de Bruxelles, Pietro Castelli Gattinara, mengatakan, bahwa kemenangan Meloni bukan fenomena baru. Sayap kanan telah menjadi fenomena global beberapa tahun terakhir. Gerakan itu fokus menolak migrasi dan kelompok yang dipandang bukan penduduk asli. ”Italia terpengaruh Trump dan kelompok di negara lain,” kata dia.
Di Eropa, sayap kanan terus berlanjut membangun kekuasaan dalam 40 tahun terakhir. Kini, Eropa berada dalam gelombang keempat sayap kanan. ”Mereka menjadi kelompok utama di Eropa,” ujar Gattinara.
Di Italia, kelompok kanan moderat sudah mulai membangun basis massa sejak era Silvio Berlusconi. Meloni pun konsisten sebagai oposisi sejak 2012 dan selalu menolak berkoalisi dengan pemerintah. Dengan demikian, Meloni bisa membangun citra sebagai alternatif bagi pemilih.
”Dia membangun citra tidak mau berkompromi dengan pemerintah selama ini. Dia satu-satunya pemimpin partai yang dianggap belum pernah gagal bertugas. Sebab, dia memang belum pernah di pemerintahan,” tutur Gattinara. (AFP/REUTERS)