Optimalkan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan Melalui Dana Desa
Pemanfaatan dana desa bagi pencegahan kebakaran hutan dan lahan memerlukan dukungan dari pemerintah daerah
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Respons tanggap dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan berjalan efektif bila mulai dilakukan pada tingkat pemerintahan terendah, yaitu desa. Pemerintah daerah agar memberikan kepastian hukum bagi pemerintah desa, diantaranya untuk mengalokasikan dana bagi penanganan kebakaran, termasuk merestorasi lahan gambut.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar “Merancang Pembangunan Desa Tanggap Kebakaran Hutan dan Lahan” yang diselenggarakan Kemitraan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPPSP) FISIP Universitas Indonesia, dan Badan Restorasi Gambut (BRG), Kamis (13/8/2020).
Bupati Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Edy Pratowo menyatakan, pihaknya fokus mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari tingkat desa karena hasil analisis menunjukkan daerahnya berada pada risiko tingkat tinggi kejadian karhutla. Sebanyak 46 desa juga telah ditetapkan sebagai Desa Peduli Gambut (DPG).
Penetapan DPG membuat pemerintah desa (pemdes) mengalokasikan dana desa untuk pengintegrasian restorasi gambut dan pengendalian karhutla. Dari catatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2019-2020, setiap DPG mengalokasikan anggaran pengendalian karhutla hingga Rp 185 juta.
Meski demikian, kata Edy, saat ini masih ditemukan pemahaman dari pemdes bahwa alokasi dana desa harus habis dalam periode masa anggaran meskipun karhutla tidak terjadi. Rata-rata pengalokasian dana desa untuk penanganan karhutla melalui pengadaan peralatan pendukung.
Berangkat dari kondisi tersebut, Edy memandang bahwa memperjelas kebijakan daerah sebagai respons dari kebijakan nasional sangat penting. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemerintah desa untuk mengalokasikan dana desa dalam penanganan karhutla.
Direktur Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Leroy Samy Uguy mengatakan, pemerintah desa memiliki otoritas penuh dalam menetapkan program dalam pembangunan desanya masing-masing.
Namun, ia menegaskan, desa juga harus mengetahui target prioritas pembangunan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Hal ini bertujuan agar pembangunan saling memperkuat antara desa dengan pemerintah di atasnya.
Terkait pencegahan dan penanganan karhutla, kegiatan yang dapat dilakukan menurut Leroy yaitu dengan memanfaatkan pendamping desa untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang berinteraksi dengan kawasan hutan. Sosialisasi tersebut dapat menekankan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan lahan gambut untuk keseimbangan ekosistem serta bahaya membuka hutan dengan cara membakar lahan.
Desa Peduli Gambut
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG Myrna A Safitri mengatakan, DPG menekankan agar program revitalisasi dan pemanfaatan lahan gambut terintegrasi dengan pembangunan desa.
Hingga Juli 2020, terdapat 590 DPG di Indonesia. Sebanyak 300 desa didampingi dengan dukungan pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) yang dikelola oleh BRG, sebanyak 222 desa bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat, dan 68 desa bekerjasama dengan pihak swasta.
“Pada 2019 terdapat 143 desa dan kelurahan yang telah mengalokasikan di dalam APBDes sekitar Rp 16 miliar untuk kepentingan yang berkaitan dengan restorasi gambut. Dari Rp 16 miliar itu, sebanyak Rp 9 miliar khusus untuk kegiatan pencegahan karhutla,” ujarnya.
Di sisi lain, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Alin Halimatussadiah memaparkan, kebijakan saat ini belum memberikan ruang yang besar bagi pemda dalam mengelola keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup dengan baik.
Menurut dia, hal ini membuat daerah yang kaya fungsi ekologi minim menerima dana perimbangan. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber pembiayaan dan insentif yang tepat guna bagi kegiatan pelestarian ekologi agar pengelolaan dapat berjalan dengan baik dan optimal.
Selain itu, penting juga memasukan program berbasis ekologi dalam prioritas penggunaan dana desa. Beberapa program tersebut antara lain perhutanan sosial, kemitraan konservasi, penyediaan air bersih, pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis sumber daya hutan, pengelolaan sampah, hingga mitigasi karhutla.