Kesejahteraan dosen di perguruan tinggi negeri dinilai masih minim. Dosen berhak hidup layak.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para dosen berstatus aparatur sipil negara di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menolak diskriminasi yang sudah berlangsung lama. Mereka tidak menerima tunjangan kinerja yang jumlahnya lebih besar dari gaji pokok atau tunjangan profesi dosen. Akibatnya, gaji dosen di bawah Kemendikbudristek jauh lebih rendah dibandingkan dosen dari kementerian/lembaga pemerintah lainnya, dengan perbedaan bisa lebih dari lima juta rupiah.
Persoalan ketidakdilan yang dialami para dosen aparatur sipil negara (ASN) di bawah Kemendikbudristek itu mengemuka di webinar bertajuk ”Tunjangan Kinerja (Tukin) Kemendikburistek”, Jumat (6/9/2024). Koordinator Pejuang Tukin Fatimah yang juga seorang dosen ASN mengatakan, selama ini hanya dosen Kemendikbudristek yang dikecualikan dalam mendapatkan hak tukin.
”Sudah saatnya para dosen ASN di bawah Kemendikbudristek memperjuangakn hak ini, agar keadilan dan kesejahteraan yang layak dapat dirasakan oleh semua dosen untuk mewujudkan perubahan positif bagi masa depan pendidikan Indonesia,” kata Fatimah.
Petisi di Change.org bertajuk ”Bayarkan Tukin Dosen Kemendikbudristek” juga bergulir dan sudah ditandatangani 3.425 orang dari berbagai daerah.
Sebagai perbandingan, gaji dosen ASN Kemendikbudristek berkisar Rp 3 juta-Rp 4 juta/bulan pada sekitar enam tahun pertama sebagai dosen. Mereka hanya mendapatkan gaji pokok, tidak ada tambahan penghasilan seperti tukin. Setelah enam tahun bekerja, gaji dosen ASN mulai naik menjadi Rp 6 juta-Rp 7 juta karena mendapatkan tunjangan profesi dosen kalau dinyatakan lulus.
Fatimah mengatakan, perbandingan gaji dosen ASN di PTN Kemendikbudristek dibandingkan dosen PNS kementerian/lembaga (K/L) jauh berbeda, padahal kewajiban sebagai dosen sama. Misalnya, untuk dosen dengan jabatan fungsional lektor kelas jabatan 11 golongan III/C dengan masa kerja 8 tahun, dosen ASN di K/L lain mendapatkan penghasilan gaji pokok, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan tukin. Sementara dosen ASN PTN Kemendikbudristek hanya mendapatkan gaji pokok, tunjangan fungsional, dan tunjangan profesi.
Selisih penghasilan dosen ASN K/L lainnya dengan Kemendikbudristek dihitung dari besaran tukin, yakni tukin kelas jabatan dikurangi dengan tunjangan profesi. Besaran tukin yang berlaku sekarang untuk kelas jabatan 11 adalah Rp 8.757.600, dikurangi tunjangan profesi sebesar Rp 3.426.000, selisihnya yakni Rp. 5.331.600.
”Setiap bulan, gaji dosen ASN PTN Kemendikbudristek lebih rendah dibandingkan dosen K/L lainnya. Jika dihitung sudah berlangsung selama puluhan tahun, selisih penghasilan dosen ASN PTN Kemendikbudristek dibandingkan dosen ASN kementerian lainnya mencapai 500 juta,” papar Fatimah.
Hidup layak
Menurut Fatimah, tuntutan dosen ASN Kemendikbudristek tersebut bukan untuk mengejar kekayaan. ”Dosen hanya ingin hidup layak. Kalau tukin diberikan seperti dosen K/L lainnya, para dosen PTN sudah cukup bisa bertahan hidup layak, tanpa kerja sampingan yang melelahkan sehingga dapat menggangu fokus pendidikan,” kata Fatimah.
Fatimah menilai, tidak layaknya gaji dosen di PTN membuat PTN berlomba-lomba menjadi PTN Badan Hukum maupun PTN Badan Layanan Umum sehingga dapat memberikan remunerasi bagi para dosennya. Akibatnya, biaya kuliah jadi mahal karena PTN harus mencari dana, termasuk dari mahasiswa, salah satunya untuk memberikan remunerasi para dosen.
Anehnya, para dosen di Kementerian Agama mendapatkan tukin sejak tahun 2015. ”Karena itulah, diskriminasi harus diakhiri. Para dosen harus berjuang agar hak tukin yang selama ini tidak dibayarkan pemerintah, ya, harus dibayarkan. Kami akan menempuh jalur hukum untuk ini,” kata Fatimah.
Ketua Serikat Pekerja Kampus (SPK) Dhia Al-Uyub mengatakan, SPK akan mendampingi para dosen pejuang tukin untuk mendapatkan hak mereka yang selama ini diabaikan pemerintah. Para dosen menghadapi masalah kesejahteraan, padahal pendidikan mereka tinggi, minimal S-2 dan S-3, tetapi gaji yang diterima ada yang di bawah upah minimum daerah.
”Para dosen di awal karir digaji Rp 3 jutaan. Situasi ini miris. Dari penelitian kami, tidak heran sebanyak 76 persen dosen harus melakukan kerja sampingan di luar tugas utama Tridarma supaya dapat hidup layak,” kata Dhia.
Setiap bulan, gaji dosen ASN PTN Kemendikbudristek lebih rendah dibandingkan dosen K/L lainnya.
Dhia mengatakan, para dosen di bawah tekanan yang besar untuk menjalankan tugasnya dengan gaji masih rendah. Bahkan, ada ketidakadilan, yakni dosen fungsional di bawah K/L lain dengan proses perekrutan yang lebih sederhana, justru mendapat take home pay yang lebih baik. ”Jangan langgengkan diskriminasi yang dilakukan oleh negara,” katanya.
Sementara itu, pakar hukum Muchtadin Al Attas mengatakan, meskipun ada UU ASN baru yang menetapkan sistem pembayaran gaji tunggal, hak tukin para dosen harus dibayarakan. Tuntutan hak ini akan diperjuangkan secara hukum, bisa lewat gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara maupun citizen lawsuit.
Muchtadin mengatakan, dosen sebagai pegawai fungsional memang berbeda dengan tenaga kependidikan atau pegawai Kemendikbudristek yang harus masuk setiap hari. Tentunya hal ini tidak cocok dengan model kerja dosen. Namun, dosen tetap dituntut memenuhi beban kerja dosen (BKD) yang sudah ditetapkan.