Kejahatan Siber Meningkat, Perkuat Perlindungan Data Pribadi
Tidak ada jaminan ruang digital aman 100 persen. Edukasi dan penguatan literasi digital dibutuhkan.
JAKARTA, KOMPAS — Kejahatan siber di era digital kini menjadi ancaman serius yang dapat merugikan individu dan organisasi. Oleh karena itu, kesadaran mengenai pentingnya perlindungan data pribadi perlu ditingkatkan.
Berdasarkan survei oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kebocoran data pribadi tahun ini mencapai 20,8 persen atau meningkat 8 persen dibandingkan tahun lalu.
Goutama Bachtiar, Information and Technology Advisory Director Grant Thornton Indonesia, di Jakarta, Selasa (23/7/2024), mengatakan kejahatan siber tidak hanya berdampak pada perorangan, tetapi juga organisasi.
Individu yang menjadi korban pencurian identitas dapat mengalami kerugian finansial signifikan dan kehilangan privasi. Sementara itu, organisasi yang menjadi korban dapat kehilangan kepercayaan dari pelanggan, mengalami kerugian finansial, dan menurunkan kredibilitas mereka.
”Perlindungan data pribadi bukan lagi sekedar pilihan melainkan kebutuhan mendesak di era digital. Kejahatan siber dapat menimpa siapa saja, di mana saja, kapan saja, dan dampaknya bisa sangat merugikan,” ungkap Goutama. Karena itu, perlindungan data pribadi bersifat spesifik dan umum jadi keharusan.
Baca juga: Keteledoran Berskala Global
Regulasi seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa dan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia memberikan beragam manfaat. Sejumlah manfaat itu meliputi antara lain perlindungan hak fundamental masyarakat dan payung hukum yang komprehensif.
Grant Thornton Indonesia merekomendasikan sejumlah langkah melindungi data pribadi. ”Kesadaran warga akan pentingnya pelindungan data pribadi amat krusial. Penggunaan teknologi keamanan, seperti enkripsi, otentikasi multifaktor, dan perbaruan perangkat lunak secara teratur amat dianjurkan,” tuturnya.
Perlindungan data pribadi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak di era digital.
Goutama meyakini bahwa edukasi berkala dan berkesinambungan serta kesadaran para pemangku kepentingan menjadi kunci untuk melindungi data pribadi. ”Kami mengajak warga mengambil langkah konkret untuk meminimalkan risiko dan menjaga keamanan data pribadi kita semua,” ujarnya.
Goutama menambahkan, pada prinsipnya, PDP merupakan keseluruhan upaya melindungi data pribadi dalam rangkaian pemrosesan data pribadi guna menjamin hak konstitusional subyek data pribadi.
Adanya UU PDP tidak hanya berlaku bagi individu dan organisasi di Indonesia, tetapi pihak asing di luar negeri yang menghimpun data pribadi warga negara Indonesia (ekstrateritorial) dan berkepentingan terhadap UU tersebut.
Goutama mengingatkan agar warga membatasi informasi pribadi yang dibagikan di internet, khususnya media sosial. Selain itu, waspada terhadap surat elektronik dan lampiran, berhati-hati memberikan data dan informasi pribadi, secara daring maupun luring, hingga penggunaan koneksi yang aman.
Literasi digital
Secara terpisah,Kementerian Komunikasi dan Informatika menekankan pemahaman literasi digital untuk mecegah serangan siber. Pada era transformasi digital seperti saat ini, bukan lagi serangan terbuka yang menjadi ancaman terbesar bagi bangsa Indonesia, melainkan serangan siber.
”Karena prajurit TNI punya tugas pokok menjaga stabilitas dan keamanan negara, penting bagi semua prajurit TNI memahami literasi digital,” kata Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo Slamet Santoso dalam acara Literasi Digital kepada Prajurit TNI Gelombang dua, beberapa waktu lalu.
Slamet mengingatkan agar kita selalu curiga jika ada tautan dari pengirim yang tidak kita kenal dan mencurigakan. Hal ini bisa membahayakan data pribadi dan data instansi yang terhubung dengan perangkat kita. Selain itu, jika terkena serangan siber, penting memahami mitigasi risiko yang harus dilakukan.
”Ruang digital tidak hanya tentang mengantisipasi konten negatif, tetapi pentingnya mengantisipasi adanya serangan siber. Karena itu, literasi digital tidak hanya bagaimana menggunakan teknologi, tetapi pemahaman mendalam cara teknologi itu beroperasi,” tuturnya.
”Literasi digital juga terkait dengan bagaimana melindungi informasi vital dan sensitif dari ancaman siber, serta berpartisipasi secara aktif dan etis di dunia digital,” kata Slamet.
Baca juga: Kawasan ASEAN Masih Rentan terhadap Kejahatan Siber
Ada empat pilar literasi digital yang diperkuat, yakni kemampuan digital (digital skill), etika digital (digital ethics), keamanan digital(digital safety), dan budaya digital (digital culture). Keamanan siber meliputi antara lain mengurangi risiko malware, memperkuat keamanan perangkat, dan cegah penipuan daring.
Tips keamanan
Kepala Bisnis Center Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Teknologi Nasional Denpasar, I Made Winardana, saat acara Gali Ilmu Literasi Digital di Denpasar, Bali, beberapa waktu lalu, memaparkan jenis penipuan di ruang digital, di antaranya pinjaman daring (online)ilegal, investasi ilegal, dan peretasan dompet digital.
”Pinjaman daring ilegal menempati peringkat pertama penipuan digital paling marak di Indonesia dengan persentase 74,8 persen, kemudian disusul malware dengan 65 persen,” tuturnya.
Winardana memberi tips agar warga terhindar dari pinjaman daring ilegal. Pertama, cek legalitas izin pinjaman daring ke Otoritas Jasa Keuangan. Selanjutnya hanya gunakan aplikasi dari sumber resmi, serta jangan klik tautan yang dikirim pinjaman daring ilegal via SMS, Whatsapp, e-mail, atau sarana komunikasi lain.
Untuk mencegah malware, seperti virus, worm, trojan, ransomware, dan spyware, hal yang bisa dilakukan yakni menginstal antivirus pada perangkat. Tidak hanya terkait penipuan di ruang digital, penipuan identitas dan pencurian data juga perlu diwaspadai. Jenis–jenisnya bisa berupa phishing ataupun scam.
Phising merupakan upaya mendapat informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan. Sementara scam ialah bentuk penipuan melalui telepon dan surat elektronik atau e-mail untuk memperoleh uang dari para korbannya.
”Agar terhindar dari phising dan scam, warga harus tanggap melakukan empat hal. Harus rajin melakukan update sistem operasi/aplikasi serta menerapkan 2F authentication,” ujar Winardana.
”Selanjutnya harus senantiasa berhati-hati dalam membuka tautan yang ada di e-mail. Terakhir jangan mengunduh aplikasi yang tidak jelas sumbernya dan biasakan membaca kebijakan privasi,” katanya.
”Tidak ada yang aman 100 persen di ruang digital. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi risiko. Keamanan berbanding terbalik dengan kemudahan, sedikit ribet dan waspada akan membuat kita lebih aman. Selalu berpikir kritis, tidak mudah percaya dengan semua yang kita dapat di internet,” kata Winardana.