Bagaimana Nasib Siswa Setelah Penghapusan Jurusan di SMA?
Kebijakan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.
Apa yang dapat Anda pelajari dari artikel ini?
- Apa saja alasan penghapusan penjurusan di SMA?
- Kebijakan ini bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka, penjelasannya seperti apa?
- Bagaimana sikap para siswa pascapenghapusan jurusan di SMA?
- Persiapan seperti apa yang dilakukan sekolah untuk mengoptimalkan peminatan siswa?
Apa saja alasan penghapusan penjurusan di SMA?
Dengan penghapusan jurusan di SMA, para siswa bisa memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau kariernya. Sebagai contoh, seorang murid yang ingin berkuliah di program studi teknik bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil mata pelajaran biologi. Sebaliknya, seorang murid yang ingin berkuliah di kedokteran bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran Biologi dan Kimia tanpa harus mengambil mata pelajaran matematika tingkat lanjut.
Dengan begitu, murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya. Persiapan yang lebih terfokus dan mendalam ini, menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), akan sulit dilakukan jika murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Selama ini, ada kecenderungan di masyarakat, di mana banyak orangtua lebih mengarahkan anaknya untuk memilih penjurusan IPA karena dianggap memiliki keistimewaan atau kemudahan saat mendaftar kuliah. Padahal, hal ini belum tentu cocok dengan bakat, minat, dan rencana karier sang anak.
Baca juga: Tidak Ada Lagi Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA
”Dengan menghapus penjurusan di SMA, Kurikulum Merdeka mendorong murid untuk melakukan eksplorasi dan refleksi minat, bakat, dan aspirasi karier, serta kemudian memberi kesempatan untuk mengambil mata pelajaran pilihan secara lebih fleksibel sesuai rencana tersebut,” kata Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo, Kamis (18/7/2024), di Jakarta.
Penghapusan jurusan di SMA juga diyakini akan menghapus diskriminasi terhadap murid jurusan non-IPA dalam seleksi nasional mahasiswa baru. Dengan Kurikulum Merdeka, semua murid lulusan SMA dan SMK dapat melamar ke semua program pendidikan (prodi) di perguruan tinggi melalui jalur tes tanpa dibatasi oleh jurusannya ketika SMA/SMK.
Kebijakan ini bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka, penjelasannya seperti apa?
Kebijakan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah ditetapkan sebagai kurikulum nasional. Saat ini, sudah ada 14.046 dari total 14.236 SMA seluruh Indonesia yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka.
Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menjelaskan, kebijakan ini sudah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021. Kemudian, pada 2022 Kurikulum Merdeka sudah diterapkan di 50 persen sekolah di seluruh Indonesia.
Selanjutnya, pada tahun ajaran 2024/2025 ini, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka mencapai 90-95 persen untuk sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK). Penjurusan di SMA pun otomatis dihapuskan dan siswa bebas memilih mata pelajaran sesuai dengan minatnya.
Baca juga: Penghapusan Jurusan di SMA Diyakini Akan Berbuah Jangka Panjang
Sejak kelas 10 SMA, para siswa sudah dibimbing untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat yang akan membantunya dalam memilih jurusan kuliah nanti. Dengan Kurikulum Merdeka, semua murid lulusan SMA dan SMK dapat melamar ke semua prodi melalui jalur tes tanpa dibatasi oleh jurusannya ketika SMA/SMK.
Bagaimana sikap para siswa pascapenghapusan jurusan di SMA?
Setelah kebijakan penghapusan jurusan di SMA, pihak sekolah berupaya memenuhi kebutuhan siswa dengan beradaptasi pada kebijakan baru ini. Misalnya, mengadakan ruang seni, fasilitas olahraga, hingga sumber daya pengajar yang lebih baik.
Naira, salah satu murid kelas 11 SMA Negeri 78, mengaku sengaja memilih ilmu sosial untuk mengejar cita-citanya belajar hukum atau hubungan internasional. Selama setahun ke depan, ia sudah memilih mata pelajaran di kelas sosial, seperti Sosiologi, Geografi, dan Antropologi.
”Saya lebih suka dan memahami pelajaran sosial karena, menurut saya, bisa ke mana-mana dan lebih bisa belajar banyak. Kemarin waktu memilih juga tetap melalui persetujuan bersama dengan orangtua,” kata Naira.
Lihat juga: Kemendikbudristek Resmi Hapus Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA
Di SMA Negeri 78 Jakarta, misalnya, sejak kebijakan ini diterapkan, ternyata banyak siswa yang memilih mata pelajaran humaniora. Padahal, di sekolah ini dulu kelas IPA bisa berjumlah delapan kelas, IPS cuma dua kelas, dan Bahasa satu kelas.
”Jadi, sekarang anak bisa belajar dan lebih menjiwai karena mata pelajaran yang dipilih sudah sesuai passion-nya. Dulu orangtua cenderung memaksa anaknya masuk ke IPA, mungkin dianggap orang zaman dulu, kan, IPA masa depannya lebih cerah. Guru Bimbingan Konseling memegang peran penting,” kata Wakil Kepala SMA Negeri 78 Jakarta Trihono.
Lulusan-lulusan SMA Negeri 78 kini mulai beragam dalam memilih jurusan di perguruan tinggi. Pihak sekolah berupaya memenuhi kebutuhan siswa dengan beradaptasi pada kebijakan baru ini. Misalnya, mengadakan ruang seni, fasilitas olahraga, hingga sumber daya pengajar yang lebih baik.
”Sekarang kami coba mengakomodasi semua keinginan anak. Kalau mau jadi desainer, seniman juga oke. Hasilnya akan terlihat nanti ketika mereka masuk kuliah, lulus, lalu bekerja karena sudah ditata sejak SMA,” ucapnya.
Apa yang perlu dilakukan sekolah untuk mengoptimalkan peminatan siswa?
Kebijakan penghapusan jurusan di SMA harus dibarengi dengan kesiapan sekolah dalam menyiapkan tenaga pendidik dan fasilitas pendukung. Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan menilai, kebijakan pemerintah menghapus penjurusan di SMA sudah tepat. Sebab, SMA merupakan satuan pendidikan yang bersifat umum. Hal ini berbeda dengan SMK yang spesifik mempelajari bidang keahlian tertentu.
Akan tetapi, sekolah tetap perlu memetakan peminatan siswa. Dengan begitu, potensi siswa bisa dioptimalkan sehingga mereka memiliki gambaran terkait dengan jurusan yang akan dipilih saat melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Baca juga: Penghapusan Jurusan di SMA Harus Dibarengi Kesiapan Sekolah
Dengan penghapusan penjurusan di SMA, peminatan siswa menjadi sangat beragam. Hal ini melahirkan tantangan bagi sekolah untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, mulai dari dukungan fasilitas pendidikan hingga tenaga pendidik yang memadai.
Untuk mengoptimalkan peminatan itu, sekolah juga memerlukan dukungan fasilitas tambahan, seperti laboratorium dan tempat praktik belajar lainnya. Jika sekolah tidak siap, tujuan penghapusan penjurusan agar siswa menjadi lebih leluasa mendalami pelajaran sesuai dengan minatnya akan sulit tercapai.