Dosen profesional dan sejahtera masih jauh dari harapan. Banyak tantangan soal kesejahteraan dan dukungan karier.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatkan kualitas, karier, dan kesejahteraan dosen untuk menaikkan mutu dan relevansi layanan pendidikan tinggi yang mendukung kemajuan bangsa butuh dukungan. Untuk itu, pemerintah menyiapkan pemutakhiran pengaturan mengenai perguruan tinggi dan dosen.
Selama ini, persoalan pengembangan dosen yang kerap muncul terkait kesejahteraan dan peningkatan kapasitas. Dosen yang baru memulai karier, terlebih lagi di perguruan tinggi swasta, mendapat gaji yang tidak sesuai dengan beban kerja dan jenjang pendidikan.
Hasil survei Serikat Pekerja Kampus (SPK) pada kuartal I-2023 menyingkap realitas memprihatinkan. Mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp 3 juta, bahkan setelah mengabdi lebih dari enam tahun.
Kondisi itu memaksa banyak dosen mengambil pekerjaan sampingan (76 persen responden) sehingga menghambat tugas utama dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. Parahnya, dosen di universitas swasta jauh lebih rentan terhadap gaji rendah dengan peluang tujuh kali lebih besar untuk menerima gaji bersih kurang dari Rp 2 juta.
Upah minimum
Junita, salah seorang dosen di perguruan tinggi negeri yang dihubungi dari Jakarta, Senin (15/7/2024), mengatakan, dirinya memulai karier sebagai dosen di perguruan tinggi swasta (PTS) di Jakarta. Ketika awal menjadi dosen, gaji pokoknya masih di bawah upah minimum di DKI Jakarta.
”Butuh pekerjaan tambahan, ya, jadi dosen juga di kampus lain sampai memberikan les belajar. Setelah dapat sertifikasi dosen, lumayan bisa bernapas lega,” kata Junita.
Demi mengejar peluang karier dan kesejahteraan yang lebih baik, Junita pun mengikuti seleksi dosen pegawai negeri sipil (PNS). Dia lolos menjadi dosen PNS di salah satu perguruan tinggi negeri di Sumatera. Meski masih di jabatan fungsional asisten ahli, setidaknya ia bisa mendapat gaji yang lebih baik. Gaji yang dibawa pulang dengan tambahan sertifikasi dosen bisa lebih dari Rp 7,5 juta per bulan.
Sementara itu, Yuni, dosen salah satu perguruan tinggi swasta berakreditasi A di Jakarta, mengatakan, gaji pokoknya masih di bawah UMR Jakarta yang pada tahun 2024 sekitar Rp 5 juta. Namun, ada berbagai tunjangan dan tambahan lainnya sehingga ia minimal bisa membawa pulang gaji Rp 7,5 juta per bulan. Gaji ini bisa bertambah lagi jika aktif dalam pengajaran dan riset.
Butuh pekerjaan tambahan, ya, jadi dosen juga di kampus lain sampai memberikan les belajar. Setelah dapat sertifikasi dosen, lumayan bisa bernapas lega.
Menurut Yuni, sebenarnya gaji yang didapat belum mencukupi untuk dosen menjadi profesional. Setiap dosen harus memiliki publikasi sebagai syarat kenaikan jabatan fungsional. Bahkan, agar publikasi dosen menembus jurnal berakreditasi nasional butuh setidaknya Rp 300.000. Adapun untuk jurnal bereputasi internasional lebih mahal.
”Memang, ada jurnal ilmiah yang gratis, tetapi itu, kan, lama. Setiap perguruan tinggi juga ada kebijakan masing-masing. Seperti di kampus saya ada insentif jika publikasi tembus di jurnal nasional dan internasional, bisa mengganti untuk biaya publikasi,” ujar Yuni.
Kebutuhan dosen lainnya ialah peningkatan pendidikan ke jenjang S-3 atau doktor. Kampus memudahkan rekomendasi dan izin belajar agar bisa mengakses beasiswa kuliah bagi dosen dari pemerintah. Jika tidak, ada juga dukungan pembiayaan dari kampus, baik penuh maupun sebagian.
Berdasarkan data di Pangkalan Data Pendidikan Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, terdapat 248.621 dosen berpendidikan S-2 dan 78.524 dosen lulusan S-3. Masih ada dosen berpendidikan S-1 sebanyak 11.123 orang dan D4 sebanyak 906 dosen.
Dukungan kesejahteraan dosen diberikan pemerintah lewat sertifikasi dosen dan tunjangan sebesar satu kali gaji pokok per bulan. Saat ini, dosen yang tersertifikasi (memiliki Nomor Induk Dosen Nasional dan Nomor Induk Dosen Khusus) sebanyak 144.344 dosen. Masih ada lebih dari 128.000 dosen yang belum tersertifikasi.
Penyesuaian
Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris mengatakan, uji publik peraturan pemutakhiran perguruan tinggi dan dosen sedang dilakukan.
Adapun substansi perubahan rancangan peraturan Mendikbudristek tentang dosen direncanakan, antara lain, menyederhanakan peraturan pengangkatan dan sertifikasi dosen, meningkatkan otonomi perguruan tinggi terkait karier dosen, dan melindungi hak ketenagakerjaan dosen. ”Penyelarasan peraturan ini dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika perubahan yang ada di perguruan tinggi saat ini,” kata Haris.
Terkait karier dosen, disiapkan aturan kenaikan jabatan akademik dosen sebagai wujud komitmen negara untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik. Kemendikbudristek mempertimbangkan perlu ada penyesuaian tunjangan dengan mempertimbangkan inflasi.
”Direncanakan nanti di permendikbudristek sehingga memberi oase peningkatan kesejahteraan dosen. Apalagi, dalam 17 tahun terakhir, kita dihadapkan dengan krisis ekonomi dan pandemi sehingga pastinya terjadi banyak inflasi terhadap harga,” kata Haris.