Konferensi Waligereja Indonesia Sikapi Situasi Politik Bangsa
Konferensi Waligereja Indonesia menyampaikan seruan damai dan ajakan untuk tetap bersatu di tengah situasi politik yang mulai memanas menjelang pemilihan umum.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi yang terjadi di Indonesia saat ini, termasuk situasi politik bangsa, menjadi perhatian dalam sidang Konferensi Waligereja Indonesia 2023. Bangsa Indonesia diajak untuk bergandengan tangan dan dengan tulus hati mendukung pemerintah yang nantinya dipilih dan diberi mandat oleh rakyat Indonesia. Bangsa ini juga harus bersama-sama menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi pencapaiannya sebagai bangsa bermartabat.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/11/2023), mengatakan, Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Tahun 2023 di gedung KWI yang berlangsung pada 7-14 November 2023 mengambil tema ”Berjalan Bersama Menuju Indonesia Damai”. Sidang KWI yang digelar menyongsong 100 tahun KWI tahun 2024 ini didahului dengan studi bersama tentang situasi aktual yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya dihadirkan dalam sidang ini untuk membantu para uskup melihat, memahami, kemudian menyikapi situasi terkini di bidang politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, baik yang berskala nasional maupun global.
Ada tiga sesi studi, yakni Gambaran Pemilu 2024, Pemilu 2024 dalam Analisa Sosial-Politik, dan Keterlibatan Gereja Katolik dalam Pemilu 2024.
Prihatin
Keprihatinan terhadap situasi politik juga dituangkan dalam Pesan Sidang KWI 2023. Antonius mengatakan, tahun 2024 akan menjadi tahun dengan suhu politik tinggi, khususnya terkait pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif pusat ataupun daerah, serta pemilihan kepala daerah.
Momen ini terjadi di tengah kualitas demokrasi yang cenderung turun sehingga rentan terjadi konflik horizontal yang dipicu oleh kepentingan politik sesaat dan diperparah oleh penyalahgunaan media informasi untuk menyebar kebohongan, fitnah, bahkan permusuhan. Bahaya politik identitas pun rentan dimanfaatkan para kontestan politik.
Antonius mengajak masyarakat untuk memilih orang-orang yang dapat bekerja demi kesejahteraan rakyat. Apalagi, biaya pemilihan umum yang besar ditambah dengan praktik politiknya yang berbiaya tinggi dapat menggoda dan menjadi beban bagi para politikus untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan.
”Tidak heran ada oknum tertentu yang menerabas hukum, politik uang, hingga dinasti keluarga demi melanggengkan kekuasaan,” ujarnya.
Menurut Antonius, pilihan orang terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden bisa berbeda. KWI tidak mengarahkan pasangan calon yang patut didukung. ”Namun, pemimpin yang diharapkan yang mempunyai wawasan kebangsaan dan kenegaraan,” katanya.
Dari tiga pasangan calon yang ada, lanjut Antonius, umat tinggal memilihnya sesuai dengan hati nurani. Kira-kira, apa jasa mereka yang konkret sehingga berani menjadi pemimpin untuk mengantar Indonesia menuju Indonesia emas. ”Pikirkan juga pemimpin yang memiliki jiwa pelayanan, pengorbanan, serta integritas. Kualitas moral dan pribadi juga harus dilihat,” tuturnya.
KWI berharap dunia perpolitikan yang berlangsung saat ini tidak memecah belah rakyat Indonesia, tapi masyarakat rukun, damai, dan bersatu, apa pun pilihan politik dan presidennya.
KWI juga berpesan agar pemimpin baru memegang teguh Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghormati kebinekaan, memiliki integritas, juga mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Pemimpin juga mesti mempunyai keberpihakan kepada kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, difabel, serta memiliki rekam jejak yang terpuji, menjunjung tinggi martabat manusia, dan menjaga keutuhan alam ciptaan.
”Kami meminta kepada para calon eksekutif dan legislatif serta penyelenggara pemilu dan TNI–Polri untuk bersatu mewujudkan pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas, dan bermartabat,” kata Antonius.
Anak muda dan perempuan
Sekretaris Jenderal KWI Mgr Paskalis Bruno OFM menambahkan, pemimpin baru juga perlu mencari cara-cara baru untuk menghidupkan nilai-nilai keberagaman dan menyejahterakan semua warga. Tidak kalah penting pula, pemimpin baru mesti mencari cara baru untuk mengoptimalkan anak-anak muda yang punya potensi dalam mengembangkan negara ini dan memberikan kesempatan kepada kaum perempuan yang punya kapasitas untuk memimpin negara ini.
Terkait situasi pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batasan usia calon presiden/wakil presiden yang kemudian ditindaklanjuti dengan putusan Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) dengan putusan adanya pelanggaran etik dalam putusan MK, Ketua Komisi Kerasulan Awam KWI Mgr Yohanes Harun Yuwono mengatakan, pihaknya merasa agak bertanya—untuk tidak mengatakan kecewa—bagaimana mungkin Presiden Joko Widodo yang hampir menyelesaikan masa baktinya tiba-tiba berbalik arah, atau mengacak-acak tatanan perpolitikan di Indonesia. Harapannya, Presiden Jokowi melakukan pendaratan yang mulus di akhir jabatannya.
”Ada dugaan-dugaan yang timbul karena situasi politik yang panas ini. Kita berharap pemilu, apa pun yang akan terjadi dengan tiga pasangan calon ini, akan berjalan dengan damai, harmonis, dan tetap membuat rakyat Indonesia bersatu, bersaudara, dan berjalan bersama. Tidak seperti Pilkada 2017 di DKI Jakarta ataupun Pilpres 2019 yang menimbulkan adanya perasaan bahwa kita terbagi, ada kelompok di sini yang sampai sekarang lukanya belum sembuh,” kata Harun.
Menurut Harun, KWI berharap dunia perpolitikan yang berlangsung saat ini tidak memecah belah rakyat Indonesia, tapi masyarakat rukun, damai, dan bersatu, apa pun pilihan politik dan presidennya.
KWI juga mengadakan pendidikan politik bagi calon legislator atau kepala daerah Katolik tanpa melakukan penggiringan umat untuk memilih.
”Kami melakukan pendidikan politik moral, agar para calon bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi. Kami sama sekali tidak mendukung calon yang tidak jujur atau menerabas aturan main yang melanggar aturan hukum pemilu,” kata Harun.