Sebagai garda terdepan transformasi pendidikan, kompetensi guru harus ditingkatkan. Kualitas guru turut berdampak terhadap capaian pembelajaran.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya kompetensi guru menjadi salah satu akar masalah yang membelit sektor pendidikan di Tanah Air. Padahal, guru berkualitas menjadi kunci pembelajaran bermutu untuk mewujudkan transformasi sistem pendidikan.
Berbagai program digulirkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mendongkrak kompetensi guru dalam berbagai aspek. Salah satunya, Guru Penggerak yang merupakan program kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, sejak diluncurkan pada 2020, lebih dari 70.000 guru di seluruh Indonesia mengikuti program itu. Guru-guru tersebut terus didorong menciptakan berbagai inovasi agar proses belajar lebih menyenangkan bagi peserta didik.
Selain itu, kesempatan guru meningkatkan kemampuannya kian terbuka melalui program beasiswa khusus untuk guru. ”Semua terobosan ini kami hadirkan karena kami sepenuhnya percaya bahwa guru adalah garda terdepan transformasi sistem pendidikan. Guru berkualitas adalah kunci dari pembelajaran bermutu,” ujarnya dalam seminar ”Hari Guru Sedunia: Merdeka Mengajar Menguatkan Guru Penggerak untuk Pemenuhan Guru Berkualitas” di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Guru juga dapat berbagi materi pembelajaran melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Sejak diluncurkan awal tahun lalu, platform berbasis aplikasi digital ini sudah digunakan oleh 2,8 juta guru di Indonesia.
”Melalui PMM, guru dapat mengunduh materi ajar dan asesmen secara gratis. Belajar dari sesama pendidik dengan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum Merdeka,” jelasnya.
Menurut Nadiem, kemerdekaan siswa dalam belajar dan berkarya hanya bisa terwujud jika guru memiliki keleluasaan dalam mengajar. Oleh karena itu, guru harus diberi ruang seluas-luasnya untuk berinovasi di dalam kelas demi mengoptimalkan potensinya.
”Berangkat dari hal tersebut, selama empat tahun terakhir kami menghadirkan terobosan Merdeka Belajar dengan salah satu fokus utamanya untuk meningkatkan kualitas guru,” ucapnya.
IP (indeks prestasi) 4 itu penting. Namun, kalau tidak punya kesadaran meregulasinya untuk belajar, IP 4 hanya dekorasi. (Itje Chodidjah)
Kualitas guru menjadi faktor krusial dalam memaksimalkan pembelajaran. Hal ini turut berpengaruh terhadap capaian pembelajaran siswa.
Berdasarkan hasil survei Bank Dunia tahun 2020, kualitas guru di Indonesia dikategorikan masih rendah. Rendahnya kualitas guru tak hanya dari kompetensi dan kemampuan mengajar, tetapi juga pada keterampilan sosio emosional. Nilai sosio emosional guru Indonesia yang penting ketika beradaptasi dengan teknologi baru hanya 3,52 dari skala 5 (Kompas, 3/10/2021).
Laporan itu juga menyoroti tingkat ketidakhadiran guru yang tinggi pada jenjang pendidikan dasar. Selain itu, infrastruktur di sejumlah sekolah dinilai kurang memadai, salah satunya dalam aspek pencahayaan.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menuturkan, guru merupakan ujung tombak transformasi pendidikan. Oleh sebab itu, pihaknya terus berupaya memenuhi kebutuhan guru dan meningkatkan kualitasnya melalui berbagai program.
”Oleh karena itu, kami meyakini dengan program pendidikan guru penggerak yang sekarang sudah hampir mencapai 100.000 guru akan menjadi agen perubahan di satuan pendidikan,” ucapnya.
Nunuk mengatakan, pihaknya membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para pendidik untuk mengikuti program tersebut. Guru diharapkan menerapkan pendidikan berdiferensiasi di sekolah untuk mengembangkan kemampuan siswa sesuai bakatnya masing-masing.
”Merdeka Belajar memberikan keleluasaan bagi anak agar bisa menjadi merdeka untuk hidup mandiri sesuai dengan kodrat dirinya,” katanya.
Nunuk menambahkan, pemenuhan kebutuhan guru terus dilakukan melalui seleksi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK. Pada tahun ketiganya, program ini telah menjangkau lebih dari 500.000 guru honorer atau non-ASN menjadi PPPK.
”Tahun ini akan menambah 300.000 lagi. Jadi, kira-kira akhir tahun 2023 sudah ada 800.000 guru yang berubah status dari guru honorer menjadi PPPK,” jelasnya.
Cinta belajar
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah menyampaikan, terdapat satu kecakapan penting yang harus dibina terus-menerus oleh guru, yaitu cinta belajar. Dengan begitu, guru akan termotivasi untuk mengasah kemampuannya demi memaksimalkan pembelajaran.
”Sebab, kreatif bukan bawaan lahir. Kreatif itu terlahir ketika seseorang berlatih dan berpikir kritis. Akhirnya, akan lebih mudah memanfaatkan apa pun yang ada di sekitarnya untuk membantu efektivitas pembelajaran,” ujarnya.
Itje mengatakan, terkait transformasi pendidikan, sejak tahun lalu UNESCO telah mendengungkan bahwa guru adalah seorang pembelajar. Guru harus mampu memupuk kepercayaan dirinya untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan sebagai pendidik.
Menurut dia, Pendidikan Profesi Guru atau PPG menjadi tidak profesional tanpa menjadi pembelajar. ”IP (indeks prestasi) 4 itu penting. Namun, kalau tidak punya kesadaran meregulasinya untuk belajar, IP 4 hanya dekorasi,” ucapnya.
Itje menambahkan, saat ini di seluruh dunia terjadi kekurangan guru, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Namun, di sisi lain, muncul kebangkitan generasi muda untuk menjadi guru di sejumlah negara.