Pelajaran Sejarah agar menjadi mata pelajaran wajib karena karakteristiknya untuk pembentukan karakter bangsa.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan Sejarah terus diperjuangkan agar masuk sebagai muatan wajib kurikulum di pendidikan dasar dan menengah. Pelajaran Sejarah memiliki karakteristik yang melekat dan berperan ideologis, mewariskan sejarah bangsa, serta memperkuat pembentukan karakter bangsa.
Hingga kini, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) terus memperjuangkan frasa sejarah Indonesia masuk dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang baru. Di UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tidak ada. Padahal, dalam perundangan sebelumnya, UU No 2/1989, dinyatakan isi kurikulum pendidikan dasar sekurang-kurangnya memuat pelajaran tentang sejarah nasional dan sejarah umum, selain antara lain pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
Menurut Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma, yang dihubungi dari Jakarta, Senin (23/10/2023), dalam UU No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sejarah juga tidak ditemukan dan tidak termasuk dalam 10 obyek pemajuan kebudayaan. ”Kami berpandangan, perlu ada inisiasi untuk kita bisa melahirkan kebijakan yang berpihak pada sejarah. Selain memasukkan sejarah Indonesia sebagai muatan wajib kurikulum di UU Sisdiknas, juga mendirikan kembali Direktorat Sejarah. Bahkan, diperlukan juga UU yang khusus mengatur kesejarahan,” katanya.
Perjuangan untuk menjadikan Sejarah Indonesia sebagai muatan wajib kurikulum akan membuat Sejarah menjadi mata pelajaran wajib di pendidikan dasar dan menengah, seperti Pendidikan Agama, Pancasila, dan Bahasa Indonesia. Selama ini, Sejarah diajarkan secara dinamis di dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegraan atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kini, terutama dengan Kurikulum Merdeka, Sejarah dipelajari dalam mata pelajaran IPS.
Sumardianyah yang guru Sejarah di SMA mengatakan, pada struktur Kurikulum Merdeka pada fase F (kelas XI dan XII), Sejarah masuk dalam mata pelajaran wajib atau dasar. Namun, di fase E (kelas X), Sejarah hanya menjadi bagian dari IPS.
Lebih lanjut Sumardiansyah mengatakan, Sejarah Indonesia mempunyai peran penting sebagai identitas nasional dan pembentuk karakter bangsa. Di negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, dan Singapura, memiliki pelajaran Sejarah.
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AGSI dan Seminar serta Simposium Nasional Ke-5 Guru Sejarah yang dihadiri sekitar 250 guru dari berbagai daerah di Jakarta, pekan lalu, Sumardiansyah mengatakan, saat ini arah pembelajaran sejarah belum terpola secara mapan. Padahal, sejarah adalah penguat dalil-dalil kebangsaan.
”Pada momen ini, kita akan berusaha untuk memperjelas posisi pelajaran sejarah, dan kita akan dorong agar frasa sejarah (Indonesia) ke depan masuk dalam undang-undang,” ujarnya.
Menurut Sumardiansyah, dalam pelajaran Sejarah yang perlu diubah pendekatanya sesuai jenjang. Di tingkat SD, lebih pada sejarah tokoh dan keluarga, di SMP sejarah sosial, manusia, dan lingkungan. Sementara di SMA sejarah dunia atau Indonesia yang dikaitkan dengan nasional dan global.
Kita ingin mata pelajaran Sejarah sebagai penguat dalil kebangsaan ada di semua fase dan menjadi mata pelajaran wajib yang berdiri sendiri.
”Pelajaran Sejarah di tiap tingkatan jangan berulang. Dengan pendekatan regresif, pelajaran Sejarah berjalan terus ke depan tentang kehidupan manusia. Jadi, pembelajaran Sejarah tidak jadi beban dan padat,” kata Sumardiansyah.
AGSI terus menagih janji Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim terkait posisi pelajaran Sejarah. ”Kita tidak mau janji itu dipenuhi hanya 50 persen. Kita ingin agar frasa sejarah Indonesia masuk dalam perundang-undangan. Kita ingin mata pelajaran Sejarah sebagai penguat dalil kebangsaan ada di semua fase dan menjadi mata pelajaran wajib yang berdiri sendiri,” kata Sumardiansyah, menandaskan.
Kembangkan kemampuan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AGSI Endar Priyo Sulistiyo mengatakan, para guru Sejarah diajak mengembangkan kemampuan menghadirkan pembelajaran sejarah yang kontekstual, menyenangkan, dan bermakna di hadapan murid-murid. Para guru perlu memiliki pola pikir tumbuh (growth mindset), kehidupan berkualitas (well being), berpijak pada fakta dan sumber yang kredibel (literatif), serta berorientasi pada nilai-nilai luhur
Selain itu, guru Sejarah akan selalu bersikap bijaksana melalui penghormatan terhadap presiden-presiden RI, para tokoh yang pernah memimpin bangsa dengan menelusuri jejak sejarahnya. Kemudian, guru Sejarah dapat menggali dan menghayati nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya sebagai bahan pembelajaran di ruang-ruang kelas, guru Sejarah menyatakan kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945 serta menolak kehadiran komunisme ataupun paham-paham lain yang dianggap dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
AGSI merupakan satu dari sekitar 71 organisasi profesi guru di Indonesia. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini dalam rangka penguatan peran organisasi profesi guru. AGSI termasuk salah satu organisasi guru mata pelajaran yang paling aktif. ”Kita bangga sekaligus harus terus memperkuat diri dan memandirikan diri,” kata Sumardiansyah.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek, Nunuk Suryani mengungkapkan, organisasi profesi guru sangatlah penting. Ke depan, pihaknya juga akan menata organisasi profesi guru.
”Perjuangan kita tidak lepas dari sejarah bangsa dan para pendahulu, termasuk para guru. Organisasi profesi guru akan kita tata, sedang kita siapkan payung hukumnya. Agar para guru sesuai dengan Pasal 41 hingga 44 Undang Undang Guru dan Dosen, terlindungi dan sejahtera,” tutur Nunuk.