Sebanyak 76 rumah bantuan Kementerian Sosial untuk penyintas banjir bandang Sentani nyaris siap dihuni. Rumah tersebut, berikut kebun dan peternakan dari pemerintah, membawa harapan baru bagi warga.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, diliputi duka empat tahun lalu. Banjir bandang meratakan perumahan, merusak jembatan, menimbulkan korban jiwa, dan mengubah hidup warga dalam semalam. Namun, harapan memulai hidup baru muncul bersama deretan rumah baru di Kampung Doyo Baru.
Rumah Piles (47) dulu ada di Kampung Milinik yang terletak di kaki Gunung Cycloop. Ia tinggal di sana selama sembilan tahun sebelum rumah itu mendadak rata dengan tanah karena banjir bandang. Beruntung, semua anggota keluarga Piles selamat.
”Bukan hanya air, melainkan batu-batu besar juga turun. Rumah habis,” kata Piles, salah satu penyintas banjir bandang Sentani di Jayapura, Jumat (30/12/2022). ”Rasanya seperti mimpi karena cepat sekali (kejadiannya). Banyak yang trauma. Namun, Tuhan Yesus luar biasa karena keluarga selamat semua,” katanya.
Banjir bandang tersebut menyapu beberapa wilayah di Distrik Sentani, Sabtu (16/3/2019). Ada 105 orang meninggal dan puluhan orang hilang. Selain rumah-rumah warga yang rusak, sejumlah fasilitas umum, seperti jembatan dan drainase, pun rusak. Kerugian dari banjir bandang diperkirakan mencapai Rp 506 miliar.
Kejadian tersebut juga membuat ribuan orang mengungsi. Ada yang ke pengungsian, ada juga yang menumpang ke rumah keluarga. Piles dan keluarganya adalah salah satu pihak yang masih tinggal di pengungsian hingga sekarang.
Para penyintas mengandalkan bantuan dari pemerintah selama beberapa bulan pertama pascabencana. Setelah itu, mereka berupaya sendiri untuk melanjutkan hidup, antara lain dengan mengambil hasil kebun dan menjualnya ke pasar.
Gites Weya (48) mengatakan, hasil berjualan Rp 200.000-Rp 300.000 per hari. Namun, yang bisa dibawa pulang tidak sampai Rp 50.000. ”Uangnya dipakai untuk ongkos (transportasi), belanja makanan dan kebutuhan anak-anak. Mau menabung sulit,” ujar Gites yang juga Ketua RW di Kampung Milinik.
Relokasi
Pemerintah pun berencana merelokasi warga yang terdampak banjir bandang, utamanya yang tinggal dan beraktivitas di Cagar Alam Cycloop. Relokasi penting karena penggundulan hutan dan alih fungsi lahan di Cagar Alam Cyclop memicu bencana. Pada 2013, longsor terjadi di jalur Pegunungan Cycloop dan mengakibatkan seorang warga tewas.
Salah satu wilayah relokasi ada di Kampung Doyo Baru, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial lantas membangun 76 rumah sehat untuk 76 keluarga penyintas banjir bandang. Pengerjaan rumah dimulai pada awal 2022, tetapi pengerjaan kawasan perumahan tersebut dimulai sejak beberapa tahun lalu.
Rumah bantuan dari Kemensos itu mempunyai luas 36 meter persegi dan terbuat dari batu bata. Di dalamnya ada dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi, satu dapur. Ada juga teras dan sepetak kecil tanah di sekitar setiap rumah. Rumah-rumah itu dibangun di atas lahan seluas 13.170 meter persegi.
Pembangunan rumah sehat tersebut membangkitkan harapan warga. Mereka tak sabar punya rumah baru. Beberapa dari mereka bahkan sudah berandai-andai membuka warung di rumahnya nanti. Piles salah satu warga yang berharap demikian. ”Untuk jadi salah satu sumber pendapatan,” kata Piles.
Walakin, 76 rumah tersebut belum dihuni oleh warga karena listrik belum sepenuhnya mengalir. Setiap rumah dilengkapi panel surya, tetapi hanya cukup untuk menyalakan lampu. Adapun setiap keluarga telah memegang kunci rumah pada Agustus 2022.
Anggota tim pembangunan rumah sehat di Kampung Doyo Baru, Devi, mengatakan, butuh setidaknya tiga gardu listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik warga. Biaya yang dibutuhkan setidaknya Rp 419 juta. Pengadaan listrik sedang diupayakan.
”Untuk jangka pendek, kami harap kebutuhan listrik bisa segera dipenuhi. Kami berharap 2023 (tercapai), tetapi ini masih belum pasti,” katanya.
Pemberdayaan masyarakat
Selain rumah, kawasan ini dilengkapi juga dengan peternakan dan kebun komunal. Hasilnya bisa dimanfaatkan warga. Yang jelas, hasil kebun dan peternakan bakal dikelola koperasi. Seluruh warga di kawasan rumah sehat akan jadi anggota koperasi. Dengan demikian, warga diharapkan berdaya.
”Kita ingin membangun ekosistem yang baik, perumahan sebagai tempat tinggal yang bagus. Kanan-kirinya sudah disiapkan Menteri Sosial (Tri Rismaharini) untuk bercocok tanam. Bisa tanam bayam, kangkung, dan lainnya. Di samping juga ada pemberdayaan peternakan ayam, babi, dan lele. Semua dikerjakan dalam satu lingkungan yang sama,” ujar Presiden Joko Widodo saat meninjau rumah sehat, 31 Agustus 2022.
Adapun kebun dan ternak dibangun di lahan seluas 1,5 hektar. Hingga kini, kebun telah ditanami antara lain singkong, ubi, dan jagung. Di peternakan ada ayam petelur, babi, dan ikan lele.
Sebagian warga berencana menanam lebih banyak jenis tanaman, seperti kangkung dan kacang panjang. Adapun hasil kebun di kawasan rumah sehat saat ini dimanfaatkan warga untuk konsumsi pribadi, pakan ternak, atau dijual ke pasar.
Gites mengatakan, walau belum tinggal di kawasan rumah sehat, sebagian warga rajin menengok rumahnya masing-masing. Kebun dan peternakan pun diurus. Ia berharap agar warga diberi pelatihan tentang cara mengelola hasil kebun dan peternakan lewat koperasi. Sebab, mereka tidak akrab dengan koperasi.
Warga berharap agar kebun, peternakan, dan rumah bantuan pemerintah bakal jadi modal membangun kehidupan baru setelah bencana.
”(Cara) Mengelola koperasi kami belum tahu. Mungkin nanti ada pelatihannya, seperti cara kerjanya dan cara kelolanya. Nanti akan kami lihat. Kami tidak tahu karena biasa hidupnya dari kebun saja,” ujar Gites.
Warga berharap agar kebun, peternakan, dan rumah bantuan pemerintah bakal jadi modal membangun kehidupan baru setelah bencana. Mereka berharap bisa berdaya, menabung, bahkan menyekolahkan anak-anak hingga tuntas. Secara garis besar, mereka berharap punya hidup yang lebih baik pascabencana.
”Rasanya seperti mulai hidup baru. Saya rasa bangga, mungkin karena kita bisa punya uang karena ada ternak. Anak-anak jadi bisa sekolah. Kita tidak perlu setengah mati cari uang ke sana kemari,” kata Gites.
Warga juga berencana membuat sekolah di kawasan rumah sehat. Selama ini anak-anak belajar di sekolah yang jaraknya sekitar 2 kilometer. Ongkos pulang-pergi dengan ojek bisa Rp 50.000-Rp 60.000. Jika sekolah ada di dekat rumah, ongkos transportasi bisa dipangkas. Selain itu, warga juga berencana membuat tempat ibadah.