Keberadaan Studio Sejauh merupakan langkah lanjut desainer Chitra Subyakto di usia ke-10 Sejauh Mata Memandang.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Febriyanti Revitasari, jurnalis asal Jakarta, memegang erat logam pencetak gambar yang panas lalu meletakkannya ke atas kain segi empat di depannya. Slamet, ahli pencetak motif kain di Studio Sejauh, membantu agar hasil cetakan motif tetap lurus, satu garis dengan pencetakan gambar sebelumnya.
Enam menit kemudian, Revitasari—biasa dipanggil Vita—lega. Ia selesai memenuhi kain dengan gambar cantik pilihannya dari pencetak motif. ”Senang sekali bisa praktik membuat motif kain sendiri,” katanya gembira. Decak kagum datang dari beberapa orang yang berada di dekatnya setelah melihat motif pilihan Vita yang indah.
Suasana Studio Sejauh yang berada di Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2024), itu tiba-tiba riuh karena serombongan pelaku usaha ramah lingkungan dan sejumlah jurnalis bertamu ke sana. Studio Sejauh adalah tempat para artisan benang, kain, pewarna kain dari alam berkumpul untuk berkarya. Saat ini, mereka membuat pesanan untuk jenama Sejauh Mata Memandang (SMM) dan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Di awal kedatangan rombongan, pendiri dan Direktur Kreatif SMM Chitra Subyakto menjelaskan singkat soal keberadaan beberapa alat tenun bukan tangan (ATBM), alat cap motif, dan perangkat pencelup kain. Ia lalu mengajak para tamunya praktik menenun kain, menggambar kain dengan motif dari beberapa cetakan logam, lalu mewarnainya dengan warna biru indigo.
Rasa enggan beberapa tamu muncul. Maklum, sekalipun tampak mudah, menenun dengan ATBM sebenarnya sulit bagi yang belum bisa melakukannya. Itu yang terjadi pada Syahmedia Dean, juga jurnalis asal Jakarta.
Ia sudah menggerakkan tangan sesuai petunjuk mentor, para artisan penenun, tetapi panjang kain di ATBM yang dia gunakan bukannya bertambah, malah proses itu terhenti. Ia mencoba lagi menenun, tetapi malah membuat bagian atas alat tenun terjatuh.
”Wah, alatnya rusak. Aku terlalu kencang menggerakkan alatnya, he-he-he,” kata Dean diiringi tawa sesama jurnalis.
Pengecapan kain (sama dengan proses pembuatan batik cap) yang dilakukan dengan bahan malam yang dicairkan harus dilakukan pada suhu sangat panas. Suhunya bisa mencapai lebih dari 40 derajat celsius, membuat peluh bercucuran tiada henti.
Pencelupan kain dengan warna biru pun membuat para perempuan berpikir, kuku yang dicat merah atau warna lain, akan berubah warna selama lebih dari seminggu setelah jari-jari digunakan untuk mencelupkan kain ke cairan pewarna biru tua. Ini tentu akan sedikit mengganggu estetika.
Berhubung para tamu masih ragu. Chitra menyediakan diri menjadi sukarelawan mengecap motif kain. Kompas pun kemudian mengikuti jejaknya.
Ketika melihat hasil pewarnaan kain yang sudah dicap, beberapa tamu terheran-heran. Kain yang diwarnai di tahap pertama malah berwarna hijau, tetapi perlahan berubah warna menjadi biru muda. Hasil pencelupan selanjutnya pun demikian, warna biru indigo pada kain tampak semakin pekat.
Keajaiban proses perubahan warna kain dan hasilnya itu membuat para tamu tiba-tiba ingin merasakan pengalaman yang sama. Tanpa dikomando, mereka antre untuk mengecap motif ke kain masing-masing. ”Wow, aku jadi sangat pengen coba mengecap lalu mewarnai kainku,” ujar Vita.
Sebenarnya Vita pernah ikut kelas membatik dengan tangan di Jakarta, tetapi ia merasa kelas itu kurang memberi kesan. ”Pembatikannya hanya sebentar, kain kecil saja tidak terbatik semua, lalu tak ada proses berikutnya. Kain hasil pembatikan kubawa pulang, tetapi terbuang percuma karena belum kelihatan keindahan hasil karyaku,” jelasnya.
Pada kelas di Studio SMM itulah, baru ia bisa meresapi keasyikan pembuatan kain dengan segala tantangannya. Hasilnya pun bisa langsung ia lihat dan nikmati.
Pengalaman penting
Kelas praktik menenun, membuat motif pada kain, dilanjutkan pencelupan tersebut bukan tanpa tujuan. Chitra membuatnya agar, terutama para jurnalis, merasakan proses pembuatan bahan baju dengan motif pilihan sendiri lalu mencelupnya ke pewarna. Sebenarnya proses itu belum usai, masih ada nglorog, yaitu proses menghilangkan malam pada kain dengan cara merebus kain beberapa kali sampai malam hilang.
”Aku tuh pengen teman-teman media punya pengalaman itu. Tak hanya melihat baju yang sudah jadi saja di catwalk. Kalau begini, beda kan. Kurasa ini pengalaman penting. Kita jadi paham betapa panjang rangkaian pembuatan benang sampai jadi baju,” kata Citra, Kamis (15/8/2024). Kesempatan itu pun segera ia berikan ketika SMM sudah punya tempat produksi, yang diberi nama oleh Chitra, Studio Sejauh.
Keberadaan Studio Sejauh merupakan langkah lanjut Chitra di usia ke-10 SMM. Ia meresmikannya pada ”Bincang Santai Bersama Kolaborator Studio Sejauh” di The Sidji Hotel, Pekalongan, Rabu (7/8/2024). Ia juga sengaja menghadirkan para kolaborator dari berbagai bidang.
Ada Mugi Raharjo, artisan batik Pekalongan; R Asyfa Fuadi, pendiri jenama Craft Denim yang membuat tenun bahan denim; artisan pewarna alami Fatah Syaifur Rochmandari yang membuat pewarna Shibiru; Wibowo Akhmad, produsen serat organik rami; sampai praktisi biodiversitas Chandra Kirana Prijosusilo dari Sekar Kawung.
Para artisan pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah itu memenuhi pesanan kain yang sudah dicap dan diwarnai sesuai permintaan SMM. Para artisan itu melayani kebutuhan kain untuk SMM dengan memesannya kepada para pemilik usaha mikro.
Tumbuh bersama
Menurut Chitra, dalam perjalanan sepuluh tahun SMM, ia belajar banyak sekali dan bertemu dengan banyak orang pintar yang juga ikut berkontribusi mengembangkan Sejauh yang sejak awal berdiri mengusung prinsip membuat baju yang aman untuk lingkungan. ”Rasanya tidak adil kalau ilmu yang saya dapat dari mereka disimpan sendiri. Jadi, saya ingin berbagi,” kata Chitra saat membuka acara ”Bincang Santai”.
Pada kesempatan itu, ia menyatakan membuka pintu bagi semua pihak untuk datang dan ikut berkolaborasi dengan rekan-rekan kerjanya. ”Teman-teman desainer silakan datang ke Studio Sejauh. Para pelajar, mahasiswa, terutama calon desainer fashion, mari belajar proses membuat kain. Mereka tidak boleh hanya tahu membuat baju tanpa tahu bagaimana kain itu dibuat,” tuturnya.
Teman-teman desainer silakan datang ke Studio Sejauh. Para pelajar, mahasiswa, terutama calon desainer fashion, mari belajar proses membuat kain. Mereka tidak boleh hanya tahu membuat baju tanpa tahu bagaimana kain itu dibuat.
Di tengah persaingan antarjenama, Chitra tidak gentar membuka pintu studionya untuk mereka yang kelak, bisa saja menjadi pesaing kuatnya. Baginya, justru dengan berkolaborasi, semua pihak akan sama-sama tumbuh besar serta akan semakin banyak orang tahu keunggulan kain berbahan dan berpewarna alam yang akan memperbaiki kondisi Bumi dan seisinya.