Setiap orang punya definisi tentang makanan enak, yang sering kali berangkat dari hidangan buatan orangtua. Apa makanan enak versi Anda?
Oleh
WISNU DEWABRATA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kemampuan seseorang dalam mengenali cita rasa makanan biasanya dimulai saat masih kecil di keluarga masing-masing. Cita rasa makanan rumahan itu lantas tertanam dalam memori seseorang.
Hal itu disampaikan Ragil Imam Wibowo, akrab disapa Chef Ragil, seorang chef selebritas yang terkenal dan identik dengan menu-menu kuliner khas Nusantara. Ragil ditemui, Senin (16/10/2023) sore, saat peluncuran buku Comfort Food Memoirs: Kisah Makanan yang Menenangkan Beserta Resepnya. Acara itu digagas organisasi nirlaba Omar Niode Foundation.
”Walau ada banyak makanan sejenis di rumah, yang bisa ditemui dan dicicipi di tempat lain, hampir bisa dipastikan setiap orang akan bilang tak ada yang seenak masakan rumahnya. Setiap orang punya apa yang disebut pengenalan rasa masakan pertama kali dari rumahnya masing-masing. Dan, itulah yang akan menjadi memori dia ketika menemui makanan yang sama di tempat lain,” tutur Chef Ragil.
Sayangnya, keberadaan masakan-masakan rumahan terutama makanan yang menenangkan (comfort food), yang beragam dan menjadi bagian utama dari khazanah kekayaan kuliner satu tempat, bisa terancam punah. Gara-garanya, tak banyak generasi muda mau atau bersedia meluangkan waktu serta komitmennya untuk bersungguh-sungguh mempelajari dan melestarikan beragam kekayaan masakan itu, termasuk masakan kenangan keluarga mereka sendiri.
Padahal, orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan membuat aneka masakan lezat penuh kenangan semakin menua dan bahkan meninggal. Akibatnya, ada banyak kekayaan menu khas dari banyak keluarga yang tak lagi ada dan bisa dibuat untuk dinikmati generasi selanjutnya alias punah begitu saja.
Kondisi macam itu diyakini Ragil masih terus terjadi. Dia mengusulkan satu cara, yang setidaknya bisa dipakai untuk mencegah semakin banyak menu-menu kuliner ”kekayaan” keluarga menghilang atau tak terwariskan. Cara tersebut bisa tetap dilakukan walau tanpa harus memiliki kemampuan memasak.
”Paling gampang, ya, coba interview saja ibu atau nenek kita yang jago masak. Kalau mereka masih ada, saya sarankan untuk mulai mencatat resep-resep dari mereka. Tanyakan, kalau menu ini bahan-bahannya apa, bumbunya apa saja, berapa banyak, bagaimana cara masaknya?” ujar Ragil.
Memang biasanya, tambah sang chef, para orang tua dulu memasak tanpa menggunakan takaran baku, semisal terkait bumbu. Akan tetapi, ia menyarankan untuk coba melihat langsung saat mereka meracik dan memasak. Bumbu dan bahan yang digunakan saat itu bisa langsung ditimbang dan dicatat, begitu pula dengan cara memasaknya.
Dengan membuat catatan serinci mungkin seperti itu, setidaknya setiap keluarga akan punya buku memasak sendiri. Buku masak itu berisi terutama menu-menu makanan andalan atau kegemaran warisan keluarga masing-masing. Dengan catatan itu, siapa pun nanti akan dapat membuatnya kembali.
”Saya yakin, setiap keluarga pasti punya yang namanya menu masakan aneh-aneh yang belum tentu dimiliki keluarga lainnya,” lanjut Ragil.
Sebagai seorang chef profesional, Ragil kerap berkeliling ke sejumlah daerah dan menemukan fakta ada banyak kuliner daerah yang khas menghilang. Hal itu terjadi lantaran tak ada lagi pelaku atau juru masak asli yang punya keahlian memasaknya, sementara keturunannya juga tak tertarik untuk mewarisi.
”Akhirnya saya coba telusuri dari cerita orang-orang yang pernah memakan atau mencicipinya. Kalau dia bisa menjelaskan apa yang dia makan, bagaimana bentuknya, dan seperti apa rasanya, insya Allah, saya bisa coba menerjemahkannya. Oh, bikinnya begini, bahan dan bumbunya kira-kira ini,” ucapnya.
Ragil ikut menyumbang tulisan dalam buku Comfort Food Memoirs: Kisah Makanan yang Menenangkan Beserta Resepnya. Dalam acara peluncuran buku di restoran Nusa Indonesian Gastronomy, Jakarta, itu Ragil juga mendemonstrasikan cara meracik dan memasak comfort food keluarganya, gadon daging.
Buku yang digagas organisasi nirlaba Omar Niode Foundation ini memuat 67 tulisan tentang comfort food dari 65 penulis. Selain Ragil, beberapa orang dari banyak latar belakang juga ikut menyumbang.
Mereka seperti Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, sastrawan Debra H Yatim, budayawan Erros Djarot, Ketua Omar Niode Foundation Amanda Katili Niode, dan pendiri Yayasan Berdaya Putri Habibie RA Marini Putri Ayu Habibie. Setiap tulisan tentang cerita menu-menu tadi juga dilengkapi dengan catatan resep serta cara membuatnya.
”Ada banyak kenangan dari masing-masing penulis terkait comfort food yang mereka ceritakan dalam buku ini. Ada yang cerita teringat mendiang ayahnya, yang dulu sangat suka acar. Tapi satu waktu ayahnya sakit parah dan dilarang makan acar. Dia lalu cerita setiap makan acar selalu ingat ayahnya,” ujar Amanda.
Selain cerita seputar masakan dan kisah di baliknya, buku ini juga mencantumkan banyak filosofi kehidupan dan budaya setempat asal kuliner terkait. Buku ini diluncurkan bersamaan dengan momentum peringatan Hari Pangan Dunia (World Food Day).