Masyarakat Indonesia Belum Fasih Mengadopsi Teknologi Digital kendati Skor Digital Naik
Keterampilan masyarakat Indonesia menggunakan perangkat digital masih lebih banyak dipakai untuk berkomunikasi.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skor Indeks Masyarakat Digital Indonesia tahun 2024 tercatat 43,34 atau naik dibandingkan tahun 2023 yang 43,18. Kendati ada kenaikan, skor tersebut belum menunjukkan masyarakat Indonesia sepenuhnya fasih mengadopsi teknologi digital untuk meningkatkan aktivitas ekonomi.
Pengukuran Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Tujuannya ialah mengukur tren keterampilan dan literasi digital. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data dari kementerian/lembaga dan melalui survei terhadap lebih dari 17.000 responden individu serta 10.000 responden industri di 514 kabupaten/kota.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunikasi dan Informatika Kemenkominfo Hari Budiarto saat peluncuran skor IMDI 2024, Selasa (10/9/2024), di Jakarta, mengatakan, skor IMDI 2024 memang naik dibandingkan tahun 2023 dan 2022. Namun, angka skor tiga tahun berturut-turut masih di bawah 50, yang berarti masyarakat Indonesia belum mengadopsi digital secara optimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan pencapaian empat pilar pendukung IMDI.
IMDI terdiri atas empat pilar, yakni infrastruktur dan ekosistem, keterampilan digital, pemberdayaan, dan pekerjaan. Skor pilar infrastruktur dan ekosistem tahun 2024 memang telah mencapai 52,70. Akan tetapi, jika ingin dikatakan seluruh wilayah Indonesia merata terkoneksi akses telekomunikasi, skor seharusnya lebih tinggi.
Lalu, skor pilar keterampilan digital tahun 2024 ialah 58,25. Ini berarti sudah ada sebagian masyarakat yang piawai menggunakan perangkat digital, terutama untuk menggali informasi publik. Selanjutnya, skor pilar pemberdayaan tahun 2024 masih 25,66. Ini berarti, meski sudah menggunakan perangkat digital, kualitas hidup masyarakat belum seutuhnya naik.
Hari menduga, keterampilan masyarakat menggunakan perangkat digital lebih banyak dipakai untuk berkomunikasi, tetapi upaya pemberdayaan pelatihan ataupun kompetensi untuk meningkatkan daya saing industri lewat perangkat digital relatif masih kurang.
”Banyak kepala daerah yang mengikuti program kepemimpinan digital Kemenkominfo mengatakan sudah membuat aneka platform pelayanan publik supaya bisa diakses jarak jauh, tetapi penduduknya tetap datang mengakses layanan secara luring,” katanya.
Adapun pilar keempat, yakni pilar pekerjaan, meraih skor 38,09 pada 2024. Ini berarti ada kesenjangan antara suplai dan permintaan tenaga kerja yang terampil bidang teknologi digital.
Hari menambahkan, pihaknya telah mengukur proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang terampil bidang teknologi digital yang dikaitkan dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025-2030.
”Jika target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025-2030 berkisar 5,6-6,1 persen, kemungkinan butuh tenaga kerja yang terampil di bidang digital sekitar 12 juta orang pada 2030. Sementara lulusan perguran tinggi yang terampil di bidang digital hanya 9 juta orang sehingga Indonesia butuh 3 juta orang lagi,” ucapnya.
Provinsi yang meraih skor IMDI 2024 tertinggi ialah Jakarta, dengan skor 50,50. Sementara provinsi yang menggaet skor IMDI 2024 terendah adalah Papua Pegunungan, dengan skor 32,48. Adapun enam kabupaten/kota yang meraih skor tertinggi adalah Kota Padang (52,71), Jakarta Pusat (52,58), Bandung (52,99), Malang (52,64), Denpasar (52,54), dan Kabupaten Buleleng (52,76). Di antara mereka membuat inovasi pelayanan kependudukan digital, program gratis akses internet, dan program sadar literasi digital.
Ancaman siber
Pada acara yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, sudah banyak perusahaan menyebut Indonesia kekurangan talenta digital. Masalah ini harus diatasi dengan peningkatan keterampilan. ”Indonesia membutuhkan talenta yang terampil bidang digital pada tahap menengah dan mahir,” katanya.
Hanya saja, seiring dengan kemajuan teknologi digital, Budi mengakui adanya sejumlah ancaman. Misalnya, serangan siber, konten negatif, hoaks, dan disinformasi. Pada momen-momen tertentu, seperti pemilihan umum kepala daerah, Kemenkominfo sampai menggandeng perusahaan media sosial agar turut serta memerangi hoaks dan disinformasi.
Secara terpisah, Head of Research Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (UGM) Hafiz Noer berpendapat, saat ini, dilihat dari sisi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), teknologi digital banyak dimanfaatkan untuk pemasaran barang dagangan/jasa. Meski sederhana, banyak juga pelaku UMKM yang harus belajar dulu supaya bisa bersaing dengan pelaku lainnya.
Literasi digital penting untuk meningkatkan pemahaman pelaku UMKM terhadap aspek dasar dari penggunaan teknologi digital. Hal ini mencakup kecakapan, budaya, etika, dan keamanan digital.
”Dengan menguasai literasi digital, pelaku UMKM setidaknya mengetahui alasan di balik penggunaan teknologi digital untuk menunjang bisnis mereka dan bukan tidak mungkin untuk berkompetisi di dunia perdagangan secara elektronik atau e-dagang,” tutur Hafiz.