Menteri ESDM: Tak Ada Perlakuan Khusus untuk Urusan Kompensasi Data Informasi
Pembayaran kompensasi data informasi oleh badan usaha ormas keagamaan ke pemerintah sesuai standar berlaku.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (2/8/2024), menyatakan, pembayaran kompensasi data informasi oleh badan usaha ormas keagamaan kepada pemerintah sesuai dengan standar yang berlaku. Tidak ada pembedaan atau perlakuan khusus dalam hal itu.
Menjawab pertanyaan wartawan, ia mengaku tidak ingat rincian perhitungannya. Akan tetapi, ia memastikan standar yang dimaksud sesuai dengan nilai yang berlaku, termasuk kalori batubara yang ditambang sebagai dasar perhitungannya.
Kompensasi data informasi (KDI) berisi data indikasi dan potensi batubara dalam wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Setiap badan usaha yang akan menambang akan mendapatkan KDI dengan terlebih dahulu membayar kompensasi ke pemerintah. Penerimaan negara atas pembayaran data itu masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Kalau dengan lelang, badan usaha bisa menawar dengan nilai lebih. Tapi, kan, tujuan pemberian prioritas bagi ormas keagamaan untuk kemaslahatan masyarakat banyak.
Sementara menjawab pertanyaan wartawan, apakah PNBP diterima pemerintah secara keseluruhan melalui konsesi kepada ormas keagamaan tetap saja tidak akan setinggi mekanisme konsesi pada badan usaha biasa, Arifin mengaitkannya dengan lelang.
Mekanisme konsesi ke ormas keagamaan tanpa melalui lelang. Sementara mekanisme konsesi kepada badan usaha biasa harus melalui lelang. ”Kalau dengan lelang, memang (badan usaha) bisa bid (menawar dengan nilai) lebih. Tapi, kan, tujuannya (pemberian prioritas bagi ormas keagamaan) untuk kemaslahatan masyarakat banyak,” katanya.
PNBP dari konsesi tambang mencakup beberapa jenis pemasukan. Hal ini antara lain jasa penyediaan sistem informasi data mineral dan batubara, iuran tetap, iuran produksi atau royalti, dana hasil produksi batubara, dan kompensasi data informasi.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, mengatakan, kendati memungkinkan utuk bermitra dengan perusahaan lain, badan usaha ormas keagamaan akan menjadi pemain baru di bidang pertambangan. Oleh karena itu, jika memang sudah menjalankan tambang batubara itu, pengawasan mesti berjalan dengan ketat.
”Harus (mendapat pengawasan) yang lebih prioritas. Sebelum menjalankan itu, perlu diberikan pendampingan serta pembinaan agar good mining practice serta tata kelola yang baik terlaksana. Ada berbagai aspek yang harus benar-benar diperhatikan, mulai dari sosial ekonomi masyarakat hingga lingkungan. Potensi korupsi juga mesti diantisipasi agar tidak menimbulkan kerugian negara,” ujar Akmaluddin.
Privilese penawaran izin usaha pertambangan khusus (IUPK) oleh pemerintah kepada ormas keagamaan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara.
Ormas keagamaan diprioritaskan sebagai penerima penawaran WIUPK eks perjanjian karya pengusaha pertambangan batubara (PKP2B). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah sama-sama telah menyatakan menerima penawaran pemerintah itu.
Bahkan, PB NU telah diberi ”jatah” lahan eks PKP2B yang sebelumnya dimiliki PT Kaltim Prima Coal di Kalimantan Timur. Sementara Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan tak akan menerima tawaran tersebut.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria dalam diskusi terkait pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan, di Jakarta, akhir Juni 2024, memastikan bahwa pertambangan oleh ormas keagamaan harus profesional. Ormas keagamaan yang dimaksud juga yang telah memiliki dampak nyata serta memiliki organ yang kompeten, seperti badan-badan ekonomi yang telah berjalan.
Di samping itu, pemberdayaan masyarakat diharuskan oleh badan usaha pengelola pertambangan. ”Untuk menjalankan (tambang), perusahaan setiap tahun harus memilki RKAB (rencana kerja dan anggaran biaya). Dalam RKAB, dia harus memasukkan anggaran untuk program pemberdayaan masyarakat. Kalau tidak, RKAB tidak disetujui,” ujar Lana.
Sementara itu, PB NU dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga sama-sama menekankan akan menerapkan pengelolaan tambang yang profesional serta ramah lingkungan. Kedua ormas Islam terbesar di Indonesia itu juga menekankan pengelolaan tambang yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Eksploitasi
Adapun privilese izin tambang batubara untuk ormas keagamaan diberikan di tengah makin menipisnya sumber daya batubara permukaan Indonesia. Menurut data Badan Geologi, sumber daya batubara permukaan menurun dari 151,4 miliar ton pada 2018 ke 97,3 miliar ton pada 2023.
Hal ini tidak terlepas dari terus meningkatnya produksi batubara nasional dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, realisasi produksi batubara nasional pada 2023 mencapai 775,2 juta ton atau melebihi target tahun 2023 sebanyak 694,5 juta ton. Realisasi itu melanjutkan tren peningkatan, yakni 564 juta ton pada tahun 2020, sebanyak 614 juta ton tahun 2021, dan sebanyak 687 juta ton pada 2022.
Akmaluddin menilai bahwa situasi tersebut kontradiktif. Artinya, saat sumber daya batubara terus menurun, pemerinta justru ”mengobral” izin tambang bagi ormas keagamaan. ”Harusnya potensi, sumber daya, dan cadangan perlu lebih diperhatikan. Apalagi, saat ini memasuki era transisi energi. Semestinya energi terbarukan yang perlu terus dipacu, yang seharusnya juga dapat melibatkan ormas keagamaan,” tutur Akmaluddin.
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid menuturkan, saat ini batubara masih digunakan sebagai sumber energi yang mudah dan murah. Ia pun menilai, jumlah ketersediaan batubara masih cukup besar. ”Rasio cadangan batubara terhadap ketahanan energi memperlihatkan batubara permukaan Indonesia masih mampu memenuhi kebutuhan energi nasonal hingga 41 tahun ke depan,” katanya.