Pengerukan Masif, Sumber Daya Batubara Turun 35 Persen dalam 5 Tahun Terakhir
Produksi batubara pada 2023 mencapai 775,2 juta ton atau melebihi target yang ditetapkan sebanyak 694,5 juta ton.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sumber daya batubara Indonesia menurun cukup drastis sejak 2018 yang sebanyak 151,4 miliar ton menjadi 97,3 miliar ton pada 2023 atau turun 35 persen dalam 5 tahun terakhir. Penurunan ini disebabkan pengerukan batubara yang masif dalam beberapa tahun terakhir yang dipengaruhi tingginya harga batubara di pasar global. Pemerintah perlu mempertimbangkan rasio produksi dan cadangan batubara dalam jangka panjang.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batubara Indonesia pada 2023 tercatat sebanyak 31,7 miliar ton. Dibanding pada posisi tahun 2018, cadangan batubara Indonesia masih 39,9 miliar ton. Sumber daya batubara mencakup total batubara yang mengendap atau berada di perut bumi. Sementara cadangan berarti bagian dari sumber daya batubara yang dapat ditambang secara ekonomis.
Penyelidik Bumi Ahli Madya Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Moehamad Awaludin mengatakan, kendati ada penurunan sumber daya batubara, berdasarkan laporan terbaru, terdapat potensi penambahan sumber daya dan cadangan batubara Indonesia. Selain itu, ada pula potensi batubara metalurgi dengan sumber daya sebanyak 2,67 miliar ton dan cadangan 0,45 miliar ton.
”Di samping itu, masih ada potensi batubara bawah permukaan dengan sumber daya sebanyak 1,69 miliar ton,” kata Awaludin dalam kolokium Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi yang digelar di Bandung, Jawa Barat, secara hibrida, Kamis (1/8/2024).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, realisasi produksi batubara nasional pada 2023 mencapai 775,2 juta ton atau melebihi target 2023 yang ditetapkan sebanyak 694,5 juta ton. Capaian produksi tersebut melanjutkan tren peningkatan setelah 564 juta ton pada 2020 menjadi 614 juta ton pada 2021, dan bertambah menjadi 687 juta ton pada 2022.
Adapun pemanfaatan batubara untuk keperluan domestik pada 2023 sebanyak 213 juta ton atau di atas target yang 177 juta ton. Angka tersebut menurun dari tahun 2022 yang sebanyak 216 juta ton, tetapi lebih tinggi dari tahun 2020 yang sebesar 132 juta ton dan tahun 2021 yang 133 juta ton.
Itu tidak terlepas dari harga batubara yang relatif tinggi dan stabil dalam beberapa tahun terakhir. Catatan Trading Economics, sejak paruh kedua 2023, harga batubara relatif stabil pada kisaran 130-150 dollar AS per ton. Angka itu lebih rendah dibanding tahun 2022 saat terjadi lonjakan harga komoditas, yang sempat menyentuh 400 dollar AS per ton. Namun, harga batubara pada 2023 masih lebih tinggi dari tahun 2020 yang berkisar 50-60 dollar AS per ton.
Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo pun menyoroti masifnya produksi batubara, ditambah pemberian privilese izin tambang bagi organisasi kemasyarakatan keagamaan oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, produksi batubara dikendalikan di level 400 juta ton per tahun pada 2019.
Kemudian, setelah realisasi produksi batubara pada 2023 mencapai lebih dari 700 juta ton, diwacanakan akan dikendalikan pada level tersebut (700 juta ton). Namun, ironisnya, lanjut Singgih, penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) batubara untuk tahun 2024 hingga 2026 justru di atas 900 juta ton per tahun. Menurut dia, pemerintah perlu lebih memikirkan dan memperhitungkan cadangan batubara lebih matang.
”Rasio produksi harus dipikirkan mengingat nilai strategis batubara masih diperhitungkan ke depan. Dengan RKAB, izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi serta pemberian prioritas wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan sehingga diproyeksikan produksi batubara nasional bisa mencapai 1 miliar ton per tahun. Rasio (cadangan terhadap) produksi bisa menjadi sebatas 30-35 tahun saja,” ucap Singgih.
Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid menuturkan, saat ini, batubara masih digunakan sebagai sumber energi yang mudah dan murah. Selain sebagai sumber energi, batubara juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk mendukung berbagai jenis industri, seperti pertanian, kesehatan, serta pertahanan dan keamanan.
”Selain dibakar secara langsung, batubara juga dapat dikonversi menjadi bahan bakar cair yang menyubstitusi bahan bakar fosil lainnya. Pemerintah terus mendorong program peningkatan nilai tambah batubara,” kata Wafid.
Ia menambahkan, Badan Geologi melalui PSDMBP tengah melakukan karakterisasi batubara untuk berbagai program pengembangan dan pemanfaatan komoditas itu. Upaya itu juga untuk mengungkap potensi peningkatan nilai tambah batubara. Misalnya, dengan kegiatan karakterisasi potensi batubara metalurgi, karakterisasi potensi logam tanah jarang dalam batubara, ataupun batubara sebagai material untuk agroindustri.
Sementara itu, pemerintah juga telah menggolongkan mineral yang ada di Indonesia, baik kritis maupun strategis. Sebelumnya, terbit Keputusan Menteri ESDM Nomor 296 Tahun 2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong Mineral Kritis. Total ada 47 mineral, termasuk di antaranya aluminium, besi, grafit, kalium, litium, logam tanah jarang, magnesium, mangan, nikel, seng, tembaga, dan timah.
Ada pula Keputusan Menteri ESDM No 69/2024 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong Mineral Strategis. Total ada 22 mineral strategis, antara lain aluminium, besi, emas, fosfor, kobalt, logam tanah jarang, magnesium, mangan, nikel, perak, platinum, seng, silika, tembaga, timbah, titanium, vanadium, dan zirkonium.
Mineral kritis ialah bahan baku industri strategis nasional yang ada di Indonesia, tetapi memiliki risiko tinggi terhadap pasokan dan belum ada substitusinya. Sementara mineral strategis ialah bahan baku industri strategis nasional dengan Indonesia berpotensi menguasai pasar di tingkat global. Terdapat irisan antara mineral kritis dan mineral strategis.