Mengintip Luas Lahan Tambang yang Disiapkan untuk Ormas Keagamaan
Terdapat lahan tambang batubara seluas 96.854 hektar di Kaltim dan Kalsel yang ”ready” untuk dikelola.
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara menghadirkan privilese bagi organisasi kemasyarakatan keagamaan. Ada enam wilayah lahan, yang sebelumnya dikelola perusahaan-perusahaan besar batubara, yang dapat ditawarkan kepada badan usaha ormas keagamaan. Seberapa luas?
Pada Pasal 83A peraturan pemerintah (PP) itu disebutkan, wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan. Adapun WIUPK yang dimaksud merupakan eks perjanjian karya pengusaha pertambangan batubara (PKP2B).
PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dan badan usaha berbadan hukum untuk melakukan kegiatan pertambangan batubara (kontrak karya/KK dalam pertambangan mineral). Masa kontraknya 30 tahun. Seiring pergantian dari rezim perjanjian ke perizinan, jika kontrak dalam PKP2B dan KK berakhir, tetapi badan usaha tetap hendak beroperasi produksi, kontrak mesti diubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
PKP2B terdiri atas beberapa generasi. PKP2B generasi I diberikan kepada 11 perusahaan tambang batubara raksasa yang kini tinggal menyisakan satu perusahaan, PT Berau Coal, yang kontraknya baru berakhir pada 2025. Pada generasi I, lahan konsesi yang diberikan lebih luas dibandingkan generasi-generasi selanjutnya. Berau Coal, misalnya, mengelola 108.009 hektar, seperti tercatat dalam Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca juga: Utak-atik Regulasi agar Ormas Keagamaan Bisa Kelola Tambang
Pemerintah memiliki wewenang untuk mengevaluasi wilayah kontrak pemilik PKP2B saat beralih ke IUPK. Artinya, sebagian wilayahnya diciutkan. Sisa hasil penciutan itulah yang ditawarkan kepada badan usaha ormas keagamaan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif, di Jakarta, Jumat (7/6/2024), memastikan ada enam wilayah eks PKP2B yang disiapkan untuk ditawarkan kepada badan usaha ormas keagamaan. Kendati belum menyebutkan secara rinci, ia memastikan lahan eks PKP2B generasi I-lah yang bakal diberikan.
Merujuk data pada Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM 2022, ada delapan perusahaan dari PKP2B generasi I yang masa kontraknya berakhir pada 2019-2025, yakni PT Tanito Harum dengan luas lahan 34.583 hektar, PT Arutmin Indonesia 57.107 hektar, PT Kendilo Coal Indonesia 1.869 hektar, PT Kaltim Prima Coal (KPC) 84.938 hektar, PT Multi Harapan Utama 39.971 hektar, PT Adaro Indonesia 31.379 hektar, PT Kideco Jaya Agung 47.500 hektar, dan PT Berau Coal 108.009 hektar.
Saat ini, tujuh dari delapan PKP2B itu sudah berakhir (2019-2023) dan diperpanjang menjadi IUPK. Dengan demikian, tinggal Berau Coal yang masih memegang PKP2B (berakhir 2025). Adapun perpanjangan menjadi IUPK pada Kendilo Coal tidak mengalami penciutan lahan.
Setidaknya, 96.854 hektar menjadi gambaran luas lahan eks PKP2B yang ”ready” untuk dikelola.
Apabila luas lahan pada kontrak PKP2B dikurangi luas lahan yang dikelola saat ini (merujuk MODI Kementerian ESDM), maka luas lahan eks Tanito Harum mencapai 19.947 hektar, eks Arutmin 22.900 hektar, eks KPC 23.395 hektar, eks Multi Harapan Utama 9.562 hektar, eks Adaro 7.437 hektar, dan eks Kideco 13.613 hektar. Jika ditotal, lahan eks PKP2B di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan itu seluas 96.854 hektar.
Nantinya pemerintah yang akan memutuskan luas lahan konsesi yang diterima badan usaha ormas keagamaan seiring persetujuan permohonan IUPK. Setidaknya, 96.854 hektar menjadi gambaran luas lahan eks PKP2B yang ready untuk dikelola.
Sementara itu, Arifin menuturkan, pemberian privilese pengelolaan tambang oleh badan usaha ormas keagamaan ialah keputusan pemerintah sebagai satu kesatuan. ”Kami (Kementerian ESDM) bagian dari itu. Jadi, organisasi-organisasi yang membina dan memberdayakan masyarakat selama ini, kan, dengan upaya sendiri. (Kemudian) Ini ada kelebihan sumber daya, maka diberikan (izin pengelolaan),” ujarnya.
Sejauh ini, baru Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan IUPK. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Jumat (7/6/2024), mengatakan, PBNU mendapat tawaran untuk mengelola lahan tambang bekas KPC, bagian dari grup usaha Bakrie. Namun, ia tak menyebut luas ataupun cadangan batubara di lahan yang diberikan itu.
Adapun sejumlah ormas keagamaan besar (induk) lain memilih menolak dan berhati-hati dalam menyikapi penawaran prioritas WIUPK eks PKP2B dari pemerintah. Mereka, antara lain, mengukur kemampuan diri dan kapasitas mengingat selama ini tidak memiliki lini usaha di bidang pertambangan.
Pekerjaan rumah
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Amirullah Setya Hardi, menuturkan, yang menjadi persoalan bukan terkait apakah badan usaha ormas keagamaan mampu mengelola tambang batubara atau tidak, melainkan bagaimana prosedur izin tambang tersebut diberikan. Berdasarkan PP No 25/2024, badan usaha ormas keagamaan tidak perlu ikut lelang.
”Dalam Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tapi, kemakmuran seperti apa? Pengelolaan tambang yang lewat lelang pun masih banyak pekerjaan rumah, seperti terkait kondisi lingkungan. Bahkan, beberapa masih menjadi kantong kemiskinan. Bagaimana dengan yang tanpa lelang?” katanya.
Baca juga: Izin Tambang Ormas Keagamaan, PBNU Diberi Jatah Konsesi Bekas Grup Bakrie
Ia pun meyakini, badan usaha ormas keagamaan pasti akan bermitra dengan pihak lain karena ada sejumlah syarat yang mesti dipenuhi, baik dari sisi administratif, teknis, lingkungan, maupun finansial. Oleh karena itu, ada area-area rawan yang berpotensi menimbulkan terjadinya hal-hal di luar kaidah tata kelola pertambangan yang baik di tengah kompleksitas industri tersebut. Jangan sampai kebijakan privilese untuk badan usaha ormas keagamaan justru memunculkan problem-problem baru.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, jangan lupa bahwa harga batubara suatu saat bisa merosot. Kendati dalam dua tahun terakhir harga batubara internasional cenderung bagus, ada risiko kala harga batubara berada di titik rendah, seperti yang terjadi pada 2016 ataupun 2020.
”Harga batubara bagus dalam beberapa tahun ini, salah satunya karena faktor geopolitik. OPEC juga terus memangkas produksinya (minyak) yang membuat harga batubara naik. Problemnya, (dalam badan usaha pengelola batubara) biaya lingkungan juga harus dipikirkan. Saat harga anjlok, aktivitas (tambang batubara) pasti berhenti. Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab pada akhirnya?” kata Tauhid.
Jangan sampai kebijakan privilese untuk badan usaha ormas keagamaan justru memunculkan problem-problem baru.
Merujuk data pada Laporan Kinerja Ditjen Minerba Kementerian ESDM 2023, realisasi produksi batubara pada 2023 sebesar 775,2 juta ton atau jauh di atas target, yakni 649,5 juta ton. Realisasi kebutuhan batubara dalam negeri 2023 sebesar 213,2 juta ton atau di atas target 176,8 juta ton. Adapun cadangan terbukti batubara pada 2023 ialah 33,865 miliar ton atau cukup untuk 48,76 tahun.
Selama ini, bidang pertambangan mineral dan batubara memang memberikan sumbangsih bagi pemasukan negara, seperti melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut data Ditjen Minerba Kementerian ESDM, pada 2023, realisasi PNBP dari subsektor pertambangan minerba mencapai Rp 172,96 triliun atau di atas rencana Rp 146,07 triliun.
Akan tetapi, jangan lupakan sederet pekerjaan rumah di bidang tersebut, mulai dari konflik tambang, lubang bekas tambang, korupsi izin tambang, hingga ekspor ilegal produk tambang. Kompleksitas dalam bidang pertambangan jangan sampai akhirnya menyeret ormas keagamaan, yang sejatinya menjadi pengontrol dan penjaga moral negeri, terjebak dalam problem korupsi ataupun perusakan lingkungan.
Baca juga: Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan