THR bagi Pengemudi Ojek Online dan Kurir Logistik Picu Polemik
Regulasi untuk perlindungan sosial bagi hubungan kerja bersifat kemitraan sampai sekarang belum jelas.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pernyataan Kementerian Ketenagakerjaan yang mengimbau agar perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi atau ride hailing dan kurir logistik memberikan tunjangan hari raya bagi mitra pengemudi terus mengundang perdebatan. Hubungan kerja yang bersifat kemitraan menjadi pangkal polemik.
Ketua Umum Serikat Pekerja Platform Digital- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Herman Hermawan, Rabu (20/3/2024), menilai, pernyataan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang mengimbau agar perusahaan ride hailing dan kurir logistik memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada mitra pengemudi terkesan ingin menenangkan kemelut masalah kesejahteraan para mitra pengemudi. Akan tetapi, kementerian tidak memberikan dasar regulasi yang jelas. Apalagi, pernyataan Kemenaker hanya berwujud imbauan.
”Regulasi untuk perlindungan sosial bagi hubungan kerja bersifat kemitraan sampai sekarang belum belum jelas. Padahal, hubungan kerja seperti itu sudah marak dan menjadi ajang mata pencarian utama,” ujarnya.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun ikut buka suara. Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia M Hanif Dhakiri mengatakan, hubungan mitra pengemudi ojek daring dengan perusahaan ride hailing adalah hubungan kemitraanberdasar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua.
Kemitraan masuk kategori pekerja di luar hubungan kerja. Dengan demikian, pekerja yang masuk kategori ini tidak termasuk kategori pekerja yang wajib menerima THR keagamaan.
”Pernyataan mengenai pemberian THR mitra pengemudi ojek daring masuk dalam cakupan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh adalah pernyataan yang kurang tepat,” ujar Hanif dalam keterangannya, Selasa (19/3/2024) petang.
Kendati demikian, Hanif yang pernah menjadi Menaker periode 2019–2024 itu mengatakan, Kadin Indonesia tetap mendukung upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan para mitra pengemudi, terutama dalam menyambut Idul Fitri. Kadin Indonesia mengimbau kepada perusahaan ride hailing dan kurir logistik untuk terus melanjutkan dan meningkatkan program-program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan mitra, seperti memberikan insentif tambahan bagi para mitra yang tetap bekerja di periode libur Lebaran.
Sebelumnya, saat konferensi pers Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, Senin (19/3/2024) petang, di Jakarta, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, walaupun hubungan kerja ojek daring dan kurir logistik sekarang adalah kemitraan, mereka tetap masuk kategori pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Ia mengklaim telah menjalin komunikasi dengan para direksi serta manajemen perusahaan platform digital dan logistik agar membayarkan THR sesuai surat edaran menaker tersebut.
”Pernyataan saya merupakan imbauan supaya aplikator atau perusahaan ride hailing dan logistik memberikan THR bagi pekerja dan mitra-mitranya karena, bagaimanapun, mereka sudah ikut membesarkan bisnis. Mereka (para pengemudi) mau dianggap pekerja dengan PKWT monggo, dianggap harian lepas monggo. Akan tetapi, hal itu harus berdasarkan kesepakatan antara manajemen dan pengemudi,” ujar Indah (Kompas.id, 19/3/2024).
Bagaimanapun, mereka sudah ikut membesarkan bisnis.
Menurut Herman, di Indonesia, jumlah mitra pengemudi layanan ride hailing ataupun kurir logistik mencapai lebih dari 2 juta orang. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penambahan jumlah mitra pengemudi. Salah satu penyebabnya ialah tutupnya sejumlah supermarket dan pembukaan fasilitas akses masuk tol menggunakan uang elektronik sehingga banyak pekerja di dua sektor itu terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
”Hubungan kerja memang disebut kemitraan karena kami menyediakan sendiri kendaraan, isi pulsa, bahan bakar, dan bayar servis. Perusahaan ride hailing tinggal memungut komisi yang besarannya tidak didiskusikan lebih dulu kepada mitra. Pilihannya, kami ikut atau tidak,” kata Herman. Regulasi pemerintah belum sampai menjangkau dinamika seperti itu.
Menanggapi polemik itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, M Hadi Subhan, membenarkan bahwa hubungan kerja yang bersifat kemitraan tidak dapat disamakan dengan PKWT karena kemitraan tidak ada unsur upah. Perkembangan pasar ketenagakerjaan saat ini melahirkan bentuk-bentuk baru hubungan kerja, yang salah satunya adalah hubungan kemitraan.
”Jika pemerintah menginginkan kebijakan ketenagakerjaan bisa meluas sampai bentuk hubungan kerja baru, itu adalah suatu hal yang positif,” ujarnya saat dihubungi pada Rabu.
Sebelumnya, Grab perusahaan layanan transportasi berbasis aplikasi menyatakan telah menyiapkan insentif khusus Idul Fitri bagi mitra pengemudi. Insentif khusus itu akan diberikan pada hari pertama dan kedua Lebaran. Pemberian insentif khusus saat hari pertama dan kedua Lebaran ini mengikuti amanat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya kepada pekerja konvensional dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
”Dalam semangat kekeluargaan di bulan Ramadhan, Grab menyediakan insentif khusus Idul Fitri yang akan diberikan pada hari pertama dan kedua Lebaran. Pemberian insentif khusus tersebut sesuai imbauan pemerintah bahwa bentuk, besaran, serta mekanisme tunjangan hari raya atau THR keagamaan dapat diberikan dalam berbagai bentuk dan disesuaikan oleh aplikator masing-masing,” ujar Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R Munusamy, Selasa (19/3/2024), di Jakarta.