Hilirisasi Nikel Diharapkan Menyebar Sesuai Pohon Industri
Kalau ini tidak dilakukan, investasi dan hilirisasi ini tidak akan terkoneksi serta terintegrasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perindustrian berharap investasi dalam hilirisasi mineral tidak terfokus pada komoditas tertentu saja, tetapi juga menyebar sesuai dengan pohon industri yang telah dirancang. Pada nikel, peningkatan nilai tambah diharapkan tidak mentok pada komoditas seperti feronikel dan nickel pig iron, tetapi juga pada turunan yang lebih hilir sehingga kebergantungan impor pada satu produk dapat dikurangi.
Menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada metode pirometalurgi atau jalur produksi baja nirkarat, terdapat 40 perusahaan beroperasi. Sementara pada metode hidrometalurgi atau jalur baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV), ada empat perusahaan beroperasi. Industri-industri turunan, baik untuk baja nirkarat maupun untuk menjadi baterai EV, masih banyak dibutuhkan.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/3/2024), mengatakan, pohon industri nikel diharapkan menjadi acuan dalam hilirisasi. Rapat itu juga diikuti Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Suswantono.
”Kami memohon dukungan Komisi VII DPR agar BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) juga akan mengikuti (pohon industri nikel). Jadi, tidak semua izin diberikan di sisi tertentu, tetapi menyebar ke arah pohon industri yang sudah kami tetapkan. Kalau ini tidak dilakukan, investasi dan hilirisasi ini tidak akan terkoneksi serta terintegrasi,” ujar Taufiek.
Karena itu, diperlukan regulasi guna menjadikan pohon industri Kemenperin sebagai acuan. Kemenperin pun telah mendesain nilai tambah yang dihasilkan dalam setiap industri yang dibutuhkan dalam pohon industri nikel Kemeperin. Begitu juga dengan opsi investasi yang masuk. Apabila berjalan optimal, produknya akan menjadi substitusi impor di dalam negeri.
Taufiek mengatakan, jika hanya fokus ke feronikel, nickel pig iron, dan nickel matte, nilai tambah yang didapat belum begitu tinggi. ”Tapi, kalau kita sudah masuk ke HRC (baja canai panas), CRC (baja canai dingin), serta kebutuhan pipa dan sebagainya, akan jadi nilai tambah serta mengurangi impor dalam energi. Industri hulu baja nirkarat mulai berkembang serta akan didukung di tengah serta hilirnya,” katanya.
Di luar 44 industri smelter nikel yang beroperasi, saat ini juga beroperasi 2 smelter tembaga, 3 smelter alumina, 2 smelter aluminium, dan 3 smelter timah. Dengan demikian, saat ini terdapat 54 industri smelter stand alone atau tidak terintegrasi dengan tambang, di bawah binaan Kemenperin, yang beroperasi. Selain itu, terdapat 21 smelter dalam tahap konstruksi dan 7 smelter di tahap studi kelayakan.
Adapun jumlah smelter yang terintegrasi dengan tambang, yang berada di bawah pengawasan Kementerian ESDM, ada 5 yang beroperasi. Seluruhnya merupakan smelter nikel. Adapun smelter dalam tahap pembangunan berjumlah 11, mencakup 2 smelter nikel, 7 smelter bauksit, 1 smelter besi, dan 1 smelter tembaga. Seluruh smelter tersebut, baik yang beroperasi maupun dalam tahap konstruksi, mempunyai nilai investasi sebesar 11,7 miliar dollar AS.
Taufiek mengatakan, pada 2029, target investasi hilirisasi industri logam dasar mencapai total 70,6 miliar dollar AS. Rinciannya, industri nikel sebesar 51,7 miliar dollar AS, industri bauksit 270,3 juta dollar AS, dan industri tembaga 18,6 miliar dollar AS. ”Ada kebutuhan masing-masing di kendaraan listrik. Jadi, di hilir tumbuh. Hulunya juga akan menyuplai produk dalam negeri. Kami konsisten untuk substitusi impor,” katanya.
Bambang mengatakan, sejumlah upaya dilakukan untuk mendorong pengembangan nikel, antara lain mempercepat pembangunan pabrik hidrometalurgi, memanfaatkan sisa hasil pengolahan dan pemurnian, dan mendorong penguasaan teknologi. Sementara pada bauksit, pengembangannya meliputi percepatan operasi pabrik menurnian alumina untuk mengolah bauksit domestik serta peningkatan serapan domestik produk alumina (SGA).
Tidak semua izin diberikan di sisi tertentu, tetapi menyebar ke arah pohon industri yang sudah kami tetapkan.
Di samping itu, guna mengoptimalkan produksi, pihaknya juga mendorong perusahaan-perusahaan untuk mempercepat penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). ”Kami akselerasi. Di mineral ini sedang ada coaching clinic dengan mengundang para pelaku usaha untuk menyelesaikan RKAB-nya. Ini agar mereka paham dan tak kesulitan (saat menyusunnya),” ujar Bambang.
Manfaat bagi warga
Dalam rapat tersebut, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Arkanata Akram, menyoroti dibutuhkannya sumber energi terbarukan dalam program hilirisasi. Terlebih transisi energi tengah menjadi isu global yang diikuti komitmen dari negara-negara, termasuk Indonesia, untuk menekan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.
”Tadi ada niat untuk memanfaatkan energi terbarukan. Tapi, Kemenperin seharusnya juga memiliki data secara bisnis dan industri terkait berapa persentase energi terbarukan yang akan digunakan nanti,” kata Arkanata.
Di samping itu, perlu lebih merinci dan memperjelas manfaat program hilirisasi bagi masyarakat. ”Jangan sampai negara ini membahas mengenai hilirisasinya saja. Hilirisasi adalah proses dan metode bukan ujung dari sebuah perekonomian. Ujungnya ini apa? Kalau bahas hilirisasinya saja, maka dari segi bisnis dan industrinya. Namun, perlu menyeluruh, (yakni) manfaatnya untuk masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, menyoroti kecelakaan akibat ledakan yang terjadi di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Morowali, Sulawesi Tengah, pada 2023, yang menelan 20 korban jiwa. Publik perlu mengetahui seperti apa hasil audit komprehensif dari berulangnya kejadian ledakan smelter. Jangan sampai kejadian itu lantas disederhanakan menjadi kesalahan pegawai.
Taufiek menuturkan, kasus itu sudah ditangani bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. ”Sudah ada pendalaman dengan kepolisian. Dari sisi perindustrian, ada di tim khusus, yakni di Dirjen KPAII (Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional) yang mendalami. Hasilnya (seperti apa) nanti saya koordinasikan,” ucapnya.