Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat kenaikan ekspor produk sawit dari 2,7 juta ton pada Juli 2022 jadi 4,3 juta ton pada Agustus 2022.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor minyak sawit mentah atau CPO Indonesia kian mendekati normal setelah sempat terdampak larangan sementara ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya pada Mei 2022. Berbagai kebijakan dalam upaya mempercepat ekspor dan mengosongkan tangki pabrik pengolah kelapa sawit membuat volume ekspor kian pulih.
Pada akhir April 2022, pemerintah melarang sementara ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada akhir Mei 2022, larangan tersebut dicabut, tetapi dampak larangan ekspor masih terjadi karena tangki-tangki pabrik penuh. Situasi itu juga berimbas pada tak terserapnya tandan buah segar (TBS) petani. Setelah itu, pemerintah mengupayakan percepatan ekspor.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor produk sawit melonjak dari 2,7 juta ton pada Juli 2022 menjadi 4,3 juta ton pada Agustus 2022. Kenaikan ekspor tertinggi ada pada jenis olahan CPO, yakni meningkat dari 1,9 juta ton menjadi 2,9 juta ton. Lonjakan ekspor pada Agustus 2022, salah satunya didorong oleh kebijakan relaksasi zero levy hingga Oktober 2022.
Kenaikan volume tersebut diikuti dengan peningkatan nilai ekspor sebesar 900 juta dollar AS pada periode tersebut. Kenaikan ekspor juga didukung peningkatan produksi dari 3,8 juta ton menjadi 4,3 juta ton. Selain faktor musiman, pabrik kelapa sawit juga sudah beroperasi normal. Akan tetapi, produksi hingga Agustus 2022 yang 31,6 juta ton lebih rendah secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun 2021, yakni 33,6 juta ton.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono, pada telekonferensi pers menjelang penyelenggaraan Indonesian Palm Oil Conference & 2023 Price Outlook atau IPOC 2022, Rabu (12/10/2022), mengatakan, kondisi ekspor CPO saat ini sudah jauh lebih baik jika didasarkan perkembangan sejak ada kebijakan larangan ekspor. Artinya, sudah ada kemajuan baik, setidaknya hingga Agustus 2022.
”Saya memantau khusus kelompok produk HS (harmonized system) kode 15 yang sempat dilarang ekspor. (Pasca-larangan dicabut), Juni itu (khusus kode HS 15) sudah pada angka 1,3 juta ton, Juli 2,1 juta ton, dan Agustus 3 juta ton. Artinya, ada kemajuan. Ini yang akan terus kami kawal dan pemerintah pun terus menyempurnakan regulasi,” kata Joko.
Kendati sudah semakin mendekati angka normal, kondisi ekspor CPO ini belum sepenuhnya pulih, antara lain karena adanya kendala pada logistik. ”Kami dengar ada kesulitan mengenai logistik kapal. Hal-hal seperti ini tak sepenuhnya dalam kendali kita. Yang jelas, kami berharap kemajuannya terus baik dan bisa segera mencapai titik normal,” lanjutnya.
Bagaimanapun, imbuh Joko, dihitung dengan cara apa pun, Indonesia surplus sawit/CPO sehingga harus diekspor. Sebagai negara produsen sekaligus eksportir terbesar CPO, hubungan kemitraan dengan negara lain perlu dijaga. Hal tersebut juga memberi keuntungan bagi Indonesia, baik sebagai devisa maupun neraca perdagangan.
Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono menambahkan, sawit merupakan salah satu penopang utama perekonomian Indonesia. ”Sehingga harus ada kebijakan-kebijakan yang membuat kondusif,” ujarnya.
Berdasarkan data Trading Economics, harga CPO per 11 Oktober 2022 ialah 3.696 ringgit Malaysia (MYR) per ton atau lebih rendah dari akhir pekan lalu yang 3.832 MYR per ton. Namun, angka itu tetap lebih tinggi dibandingkan dengan situasiharga pada 28 September 2022 yang tercatat 3.225 MYR per ton. Sejak awal September 2022, tren harga CPO menurun dan selalu di bawah 4.000 MYR per ton.
Sebelumnya, terkait penetapan bea keluar (BK), Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan harga referensi CPO periode 1-15 Oktober 2022 adalah 792,19 dollar Amerika Serikat (AS) per ton. Nilai tersebut turun 6,4 persen dibandingkan harga referensi CPO periode 16-30 September 2022. Maka, BK CPO periode 1-15 Oktober 2022 ialah 33 dollar AS per ton.
”Saat ini harga referensi CPO mengalami penurunan yang mulai mendekati ambang batas sebesar 680 dollar AS per ton. Untuk itu, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar 33 dollar AS per ton untuk 1-15 Oktober 2022,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono, dalam siaran pers, Sabtu (1/10/2022).
Penurunan harga referensi CPO itu dipengaruhi sejumlah faktor, di antaranya peningkatan volume produksi CPO di Indonesia dan Malaysia dan melemahnya nilai tukar MYR dan rupiah terhadap dollar AS. Faktor lainnya ialah kebijakan insentif ekspor minyak nabati minyak biji kedelai (soy bean oil) dari negara pesaing.
Prediksi 2023
Adapun Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) & 2023 Price Outlook akan dilaksanakan di Bali pada 2-4 November 2022. Joko menuturkan, dalam konferensi tersebut akan dibahas prediksi minyak sawit pada 2023. Terlebih pada 2022, apa yang terjadi di Indonesia sangat dinamis, terutama berkaitan dengan minyak gorang.
”Apalagi, mendekati akhir tahun ini, kita dibayang-bayangi akan terjadi resesi global. Dalam IPOC 2022 nanti, akan dibahas apakah itu benar atau tidak serta bagaimana dampaknya pada industri sawit, termasuk Indonesia. Akan hadir para pembicara, para ahli dari luar negeri, serta para menteri. Semua harus mengantisipasi agar industri sawit bisa bekerja dengan baik,” ujarnya.
Kendati tak akan dibicarakan secara khusus, kata Joko, akan dilihat terkait kebijakan sawit berkelanjutan. IPOC juga, menurut rencana, akan dihadiri Menteri Pertanian. ”Kami ingin mendapat perspektif dan komitman dari sisi kebijakan itu seperti apa. Sebab, sawit berkelanjutan ini sudah menjadi komitmen bersama,” katanya.