Penyidikan Kasus Izin Ekspor CPO Diperluas ke Perusahaan Lain
Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah menyebut pihaknya akan memeriksa 88 perusahaan eksportir CPO dan produk turunannya. ”Akan kami cek, benar enggak izin ekspor dikeluarkan setelah dia memenuhi DMO,” katanya.
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung akan memperluas penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Proses pemberian izin ekspor minyak sawit kepada 88 perusahaan akan kembali diperiksa apakah ketika itu telah sesuai aturan.
Hari Rabu (20/4/2022), tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga saksi terkait kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO dan produk turunannya. Mereka adalah AAA, Sales Manager PT Incasi Raya; BR selaku Supply Chain Manager PT Synergy Oil Nusantara; dan FA selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
Mereka diperiksa sebagai saksi atas empat tersangka yang telah ditahan Kejagung, Selasa (19/4/2022). Mereka ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA, dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah, Rabu, menginformasikan akan memeriksa birokrat di Kemendag yang diduga mengetahui penerbitan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan memeriksa Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. ”Pasti, siapa pun yang terkait penyidikan akan diperiksa,” ujar Febrie.
Di Sumenep, Jawa Timur, Presiden Joko Widodo meminta pengusutan tuntas atas dugaan korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya. Semua pihak yang terlibat perlu diungkap karena menyulitkan rakyat.
Baca juga : Kongkalikong Izin Ekspor CPO Diungkap
Periksa 88 Perusahaan
Menurut Febrie, ada kemungkinan tersangka lain dalam kasus ini. Sebab, pada Januari 2022-Maret 2022, terdapat 88 perusahaan eksportir minyak sawit mentah dan turunannya. ”Jadi, dari 88 perusahaan itu, akan kami cek, benar enggak izin ekspor dikeluarkan setelah dia memenuhi DMO di pasaran domestik. Kalau enggak (memenuhi DMO), ya, bisa tersangkalah dia,” kata Febrie.
Dalam catatan Kompas, Kementerian Perdagangan pertama kali memberlakukan kebijakan DMO (domestic market obligation) CPO dan olein pada 27 Januari 2022. Kebijakan DMO dicabut pada 16 Maret 2022.
Jadi, dari 88 perusahaan itu akan kami cek, benar enggak izin ekspor dikeluarkan setelah dia memenuhi DMO di pasaran domestik. Kalau enggak (memenuhi DMO), ya, bisa tersangkalah dia.
Febrie menjelaskan, seharusnya persetujuan ekspor diberikan kepada perusahaan apabila telah memenuhi DMO. ”Nah, ini, kan terjawab. Kenapa (di domestik) kosong? Karena ternyata di atas kertas, dia (perusahaan) mengakui sudah memenuhi kewajiban DMO-nya sehingga diekspor. Ternyata di lapangannya, dia enggak keluarkan ke masyarakat sehingga kosonglah. Nah, itu bisa terang dengan perbuatan ini, kenapa (minyak goreng) langka,” tuturnya.
Saat ditanya apakah ada dugaan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menerima fee atas pemberian izin ekspor itu, Febrie merespons, ”Kira-kira ada yang gratis enggak kalau umpamanya dia tabrak aturan?”
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Supardi menyebut, keempat tersangka yang telah ditetapkan Kejagung dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Itu artinya, mereka terancam penjara seumur hidup. Selain Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, menurut Supardi, penyidik sedang mendalami dugaan tindak pidana suap yang diduga dilakukan para tersangka. ”Itu mungkin kalau ada modusnya. Tetapi, mesti didalami lagi,” katanya.
Baca juga : Presiden: Usut Tuntas Dugaan Korupsi Izin Ekspor Minyak Sawit Mentah
Supardi optimistis bisa membuktikan kerugian negara dalam kasus ini. Kini, lanjutnya, Kejagung masih menghitung kerugian negara dengan menggandeng ahli perekonomian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Eddy Martono mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berharap semua pihak mengedepankan asas praduga tak bersalah.
KPK sudah ingatkan
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dihubungi mengatakan, KPK mengapresiasi kecekatan Kejagung dalam menangani perkara izin ekspor minyak goreng. Ia melanjutkan, KPK sesungguhnya juga sedang menelaah kasus ini sebagai pengembangan dari monitoring dan kajian KPK terhadap program subsidi biodiesel.
”Kami akan support Kejaksaan Agung terhadap penanganan perkara ini,” ujar Ghufron.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menambahkan, pada pertengahan Maret 2022, KPK sebenarnya telah menyurati Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait perbaikan tata kelola impor dan ekspor minyak sawit mentah serta produk turunannya. Surat ditembuskan juga kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.
Baca juga : Mafia Minyak Goreng, Antara Ada dan Tiada
Dalam surat itu, KPK menyampaikan usulan perbaikan perizinan dan tata niaga minyak sawit mentah dan produk turunannya melalui integrasi proses bisnis hulu-hilir kelapa sawit melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas (SNANK). Dengan begitu, semua prosesnya dapat termonitor karena berbasis teknologi informasi.
Pada pertengahan Maret 2022, KPK sebenarnya telah menyurati Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait perbaikan tata kelola impor dan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya. Surat ditembuskan juga ke Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.
Namun, surat itu belum direspons. Padahal, menurut Pahala, ada sejumlah alasan KPK menyurati para menteri tersebut. Pertama, mengamankan kebijakan DMO dan domestic price obligation. Kedua, optimalisasi penerimaan pajak dari industri minyak sawit. Ketiga, memperkuat implementasi pungutan dana sawit. Keempat, mencegah ongkos transfer harga ekspor demi optimalisasi penerimaan pajak.
”Penerimaan pajak ini, kan, ada urusannya dengan potensi kehilangan penerimaan (negara), ya. Jadi, fokus kami bukan hanya atas kelangkaan minyak goreng saja, tetapi lebih luas ke industri CPO (crude palm oil),” ucap Pahala.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan bahwa KPK bersama Kementerian Dalam negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kantor Staf Presiden, yang tergabung dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), telah memberikan atensi pada integrasi data ekspor impor komoditas pangan.
Stranas PK berpandangan bahwa stabilitas harga dan ketersediaan barang di pasar domestik menjadi dua kondisi utama yang menjadi basis pengambilan kebijakan ekspor atau impor. Namun, kedua hal ini tidak selalu berjalan mulus. ”Kami menemukan penggunaan data yang kurang akurat, tidak terintegrasi, dan prosedur perizinan yang kurang transparan telah membuka celah terjadinya praktik korupsi,” ujar Ali.
Kompas mengonfirmasi soal surat KPK itu kepada Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Alia Karenina. Namun, hingga Rabu malam ia tak memberi respons.
Oleh karena itu, Stranas PK mendorong kembali agar perbaikan tata kelola impor dan ekspor melalui sistem data simpul yang akurat dan mutakhir serta mekanisme pengawasan melekat di sektor pangan strategis dan kesehatan melalui SNANK segera dilakukan. Dengan begitu, harapannya tidak terjadi kembali tindak pidana korupsi.
Kompas mengonfirmasi soal surat KPK itu kepada Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Alia Karenina. Namun, hingga Rabu malam ia tak memberi respons.
Polri tangani 18 perkara
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Gatot Repli Handoko mengatakan, Bareskrim Polri dan jajaran ditreskrimsus polda telah menangani 18 kasus pelanggaran hukum terkait peredaran minyak goreng. Kasus yang dimaksud antara lain penjualan tanpa izin edar, pemalsuan minyak goreng, serta penimbunan dan penjualan di atas harga eceran tertinggi. Sejumlah kasus itu tersebar di Jawa Tengah (5 kasus), Jawa Timur (1 kasus), Banten (3 kasus), Jawa Barat (3 kasus), Bengkulu (2 kasus), Sulawesi Selatan (1 kasus), Kalimantan Selatan (1 kasus), dan Sulawesi Tengah (1 kasus).
Selain itu, Satgas Pangan Polri juga berkoordinasi dengan satgas di setiap polda, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan pelaku usaha untuk memastikan ketersediaan stok dan stabilitas harga minyak goreng. Hal itu dilakukan dengan menggelar operasi pangan di 14 provinsi di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera serta menempatkan setidaknya dua personel di setiap lokasi produsen untuk memantau jumlah produksi, penyaluran kepada distributor, serta harga jual. Selain itu, satgas memantau harga riil dan ketersediaan stok dari distributor hingga ke pengecer setiap hari.
”Kami juga mendirikan posko Satgas Pangan Polri dengan menempatkan semua personel yang khusus memantau data produksi, analisis, distribusi, dan harga secara riil, yang kemudian dijadikan bahan analisis pengambilan kebijakan dan koordinasi dengan stakeholder terkait,” kata Gatot, Rabu malam.