Dana investasi diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi RI lebih tinggi. Sumber dan penggunaannya diawasi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN/DEWI INDRIASTUTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia segera memiliki Lembaga Pengelola Investasi atau LPI setelah Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2020 tentang Modal Awal LPI dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI terbit pada pekan lalu. LPI dibentuk sebagai mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pembentukan LPI akan dimulai pada paruh pertama 2021 dan ditargetkan beroperasi pada paruh kedua 2021.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat, pembentukan LPI untuk mengisi gap investasi di dalam negeri. Indonesia memerlukan investasi dalam jumlah besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pascapandemi. Namun, LPI tidak bisa serta-merta dibentuk tanpa regulasi jelas dan transparan.
Regulasi pengawasan dalam LPI penting. Apalagi, lembaga sovereign wealth fund (SWF) milik Pemerintah RI ini berwenang mengelola sejumlah aset negara. Sistem pengawasan harus meliputi prosedur pemilihan instrumen investasi yang akan dikelola serta pertanggungjawabannya.
”Jangan sampai dana kelola berasal dari praktik yang bertentangan dengan hukum, seperti pencucian uang atau aliran dana penghindaran pajak,” kata Yusuf, yang dihubungi pada Minggu (20/12/2020).
Kolaborasi dengan kementerian/lembaga serta keterlibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sangat penting dalam mengawasi aliran dana investasi. Mereka dapat dilibatkan dalam penelusuran dana investasi serta pengawasan proses pendirian dan pengoperasian LPI.
Menurut Yusuf, Pemerintah RI juga perlu berkaca dan mengambil pelajaran dari kasus korupsi lembaga serupa di Malaysia. Oleh sebab itu, LPI jangan sampai menjadi alat politik bagi sejumlah golongan sehingga pengawasan dalam pendirian dan pengoperasian LPI sangat penting.
Pengawasan dalam pendirian dan pengoperasian LPI sangat penting.
Di sisi lain, pemerintah dapat belajar dari kesuksesan negara lain dalam mendirikan LPI, seperti Norwegia dan China. Lembaga SWF milik Pemerintah Norwegia memiliki dana kelolaan investasi terbesar di dunia, sekitar 180 miliar dollar AS, pada 2019. Adapun SWF milik China, yakni China Investment Corporation, memiliki aset terbesar di dunia.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah akan membatasi dan memastikan dana investasi yang masuk ke LPI berasal dari investor asing bereputasi baik. Tujuannya adalah untuk mencegah dana pencucian uang.
”LPI akan membatasi kemitraan dengan mitra bereputasi baik. Pemerintah sudah mempunyai tingkat jaminan cukup baik mengenai pencucian uang,” ujar Isa.
Pemerintah juga mengantisipasi risiko kerugian investasi pada LPI. Salah satunya, dengan membentuk dewan pengawas dari kalangan profesional di bidang investasi dan keuangan. Pendaftaran calon anggota dewan pengawas LPI dibuka mulai Senin (21/12/2020) sampai dengan 27 Desember 2020 secara dalam jaringan.
Sejauh ini ada dua mitra yang sudah berkomitmen menginvestasikan dana di LPI, yaitu US International Development Finance Corporation (DFC) senilai 2 miliar dollar AS dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) senilai 4 miliar dollar AS.
Isa menambahkan, LPI akan disuntik modal secara bertahap hingga mencapai Rp 75 triliun. Tahun ini, pemerintah menyuntikkan modal awal Rp 15 triliun. Sisa modal Rp 60 triliun akan dipenuhi bertahap pada 2021 melalui APBN dan aset-aset milik negara, seperti saham BUMN dan tambahan penyertaan modal negara.
”Sisa modal juga bisa berasal dari barang milik negara, seperti tanah dan bangunan. Namun, tanah dan bangunan ini mungkin tidak terlalu diminati investor,” katanya.
LPI berfungsi mengelola dan meningkatkan investasi dalam jangka panjang untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Secara umum, skema dan pengorganisasian LPI mirip dengan lembaga pengelola investasi Khazanah Nasional Berhad di Malaysia serta Government Investment Corporation (GIC) dan Temasek di Singapura.
Dalam diskusi terbatas dengan Kompas dan Kontan, pekan lalu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan, investor tertarik menempatkan dana di LPI karena Indonesia dinilai sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. ”Di dalam LPI tidak hanya penempatan dana, tetapi juga optimalisasi dana tersebut,” ujarnya.
Investor tertarik menempatkan dana di LPI karena Indonesia dinilai sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi.
Arief Budiman dari Tim Pengkaji Pembentukan LPI Kementerian BUMN menambahkan, LPI menerapkan manajemen risiko dengan ketat karena nilai investai di dalam LPI besar.