Guru di Jateng Diminta Kreatif Manfaatkan Perkembangan Teknologi
Saat ini, pendidikan mulai bertransformasi dari konvensional ke digital, seperti penggunaan teknologi informasi. Namun, masih banyak sekolah yang kekurangan referensi dalam pembelajaran jarak jauh.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Semua guru dituntut kreatif memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk memudahkan proses belajar mengajar. Kini, di Jawa Tengah, belum banyak sekolah yang sudah menjalankan konsep pendidikan digital.
Kepala Balai Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (BPTIK Dikbud) Jateng Siswanto mengatakan, media yang menyediakan konten pembelajaran digital sudah ada. Dia mencontohkan portal pendidikan Jateng Pintar hingga portal Rumah Belajar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Materi pembelajaran digital yang di dalamnya terdapat video, animasi, dan tautan ke internet banyak.
”Kini, tinggal bagaimana para guru mampu memanfaatkan itu,” kata Siswanto di sela-sela webinar bertema ”Ki Hajar Tik Talks Provinsi Jateng”, di Semarang, Rabu (1/9/2021).
Siswanto mengatakan, saat ini, pendidikan bertransformasi dari konvensional ke digital, seperti penggunaan teknologi informasi atau internet. Namun, masih banyak sekolah yang kekurangan referensi pembelajaran jarak jauh. Akibatnya, sejumlah guru belum mampu membuat media pembelajarannya dengan baik.
Untuk itu, dia mengatakan, BPTIK Dikbud Jateng meluncurkan program Sekolah Digital (Sekodi) Jateng dan Bimbingan Teknis Online dan Pendampingan (Bolpen), Rabu. Adapun tahapan Sekodi adalah penunjukan sekolah model, persiapan, dan implementasi.
Berdasarkan survei yang dilakukan hingga 25 Agustus 2021 ini, dari 1.068 SMA/SMK, baik negeri maupun swasta, di Jateng, diketahui 48,3 persen masih pada tataran permulaan untuk memulai sekolah digital. Sebanyak 24,2 persen telah sampai pada tataran pengembangan dan hanya 27,5 persen pada tataran melanjutkan sekolah digital.
Dengan program Sekodi Jateng dan Bolpen, diharapkan sekolah dapat melaksanakan manajemen dan proses belajar mengajar secara bersama dan mendapat panduan pelaksanaannya. ”Selain itu, pendidik dapat membuat media pembelajaran berbasis TIK,” kata Siswanto.
Ia mencontohkan, konsep sekolah digital, di antaranya pemanfaatan konten digital untuk pembelajaran dengan akses wi-fi di area sekolah dan adanya situs sekolah. Selanjutnya, ada pengembangan konten digital, seperti multimedia pembelajaran interaktif, animasi, dan media simulasi. Adapun tahap penyempurnaan adalah optimasi sistem manajemen pembelajaran hingga adanya tim kreatif digital di sekolah.
Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ristek Suharti, dalam webinar itu, menuturkan, literasi digital sangat diperlukan karena merupakan hal sentral dalam pembelajaran. Karena itu, TIK diharapkan tidak sebatas teknologi yang digunakan, tetapi juga sebagai ilmu pengetahuan sekaligus untuk efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan.
Hal itu sejalan dengan konsep Merdeka Belajar oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. ”Dengan teknologi, semua punya peluang lebih besar, termasuk dalam mencari materi. Merdeka Belajar pun menjadi lebih mudah diterapkan di lapangan. Kami pun mendorong inovasi yang lebih luas, juga kreativitas guru dan murid,” katanya.
Perlu proses
Salah satu sekolah menuju digital adalah SMAN 2 Purwokerto. Tidak sebatas perencanaan, tetapi sudah dilakukan, antara lain, penguatan kapasitas server dan keamanan hosting, penguatan jaringan internet, kepemilikan laptop untuk siswa, penerapan pembelajaran campuran (blended learning), dan penerapan learning management system (LMS).
Kepala SMAN 2 Purwokerto Tjaraka Tjunduk Karsadi menuturkan, migrasi data dari manual menjadi digital bukanlah proses mudah dan serta merta, melainkan butuh waktu. ”Namun, kami optimistis, dengan usaha keras, dapat menjadikan sekolah digital tanpa mereduksi layanan pendidikan bermakna dan menyenangkan, serta citra sekolah yang ramah sosial,” ujarnya.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar RI di Seoul, Korea Selatan, Gogot Suharwoto mengatakan, dari survei, sebanyak 60 persen guru di Korsel membuat konten sendiri untuk pembelajaran. Sementara selebihnya memakai Youtube atau dari perusahaan privat lain.
Menurut dia, di belahan negara mana pun, termasuk Indonesia, guru menjadi kunci. ”Pelayanan pembelajaran selama pandemi ditentukan bagaimana kita mengoptimalkan peran teknologi. Penguasaan inovasi dan kompetensi itu ada di tangan guru. Sebesar apa pun persiapan, kalau gurunya tak bergerak, maka tak akan berubah. Jadi, yang utama bagaimana guru memanfaatkan teknologi dengan inovatif,” ujar Gogot.