Meliput Kasus Vina Cirebon, dari Masuk Televisi hingga Meyakinkan Saksi
Dua bulan meliput kasus Vina Cirebon, saya mendapatkan pengalaman. Dari masuk televisi hingga meyakinkan warga bersaksi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F14%2Fd9b79642-18f6-49e9-92e9-1f64104868f7_jpg.jpg)
Marliyana (33), kakak Vina, menunjukkan foto adiknya di rumahnya, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (14/5/2024). Vina merupakan pelajar yang menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan pada 2016 lalu.
Sekitar dua bulan mengawal kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky di Cirebon, Jawa Barat, saya mendapat banyak pengalaman. Mulai dari masuk televisi hingga berupaya meyakinkan warga untuk bersaksi. Liputan ini tidak mudah karena peristiwanya delapan tahun lalu.
Kasus yang terjadi pada 27 Agustus 2016 ini kembali mencuat setelah film Vina: Sebelum 7 Hari tayang di bioskop, 8 Mei 2024. Pembunuhan dua pelajar berusia 16 tahun asal Cirebon ini pun mencuri perhatian publik. Beberapa kali pula, isu ini menjadi terpopuler di media sosial.
Sebagai jurnalis yang bertugas di Cirebon sejak sekitar September 2016, saya kembali membuka arsip tentang kasus ini. Ternyata, hanya ada satu tulisan terkait dengan judul ”Geng Motor, Warga Cirebon Semakin Resah” di harian Kompas pada 3 September 2016.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F07%2F15%2F8be3107f-22e1-46ce-8238-6f2d299cec45_png.png)
Berita terkait kasus Vina Cirebon di harian Kompas pada September 2016.
Kasusnya bermula ketika warga menemukan Vina dan Rizky terkapar di jembatan layang Talun, Sabtu (27/8/2016) malam. Awalnya, polisi menduga keduanya korban kecelakaan lalu lintas. Namun, beberapa hari kemudian polisi meyakini mereka korban pembunuhan oleh geng motor.
Polisi pun menangkap delapan pelaku dan membawanya ke pengadilan. Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup. Mereka adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya. Seorang lagi, Saka Tatal, divonis 8 tahun penjara.
Polisi juga menetapkan tiga orang dalam daftar pencarian orang atau DPO. Mereka adalah Pegi alias Perong, Dani, dan Andi. Berbagai informasi ini tidak cukup untuk menulis kembali kasus Vina. Bersama jurnalis Kompas TV, Syahri Romdhon atau Aray, kami mencoba ke rumah Vina.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F13%2Ff2665102-7186-4964-8af0-47ff2bc88a60_jpg.jpg)
Marliyana (33), kakak korban, saat diwawancarai di rumahnya di Jalan Kapten Samadikun, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (10/5/2024) petang. Vina merupakan pelajar yang menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan di Cirebon pada 2016.
Akan tetapi, meski pernah ke sana delapan tahun lalu, kami sudah lupa alamatnya. Kami lalu menemui Jafarudin, mantan anggota DPRD Kota Cirebon, yang tinggal dekat rumah Vina. Ia pernah mengawal kasus ini, termasuk ikut berunjuk rasa agar polisi menangkap pelakunya.
Dari Jafarudin, kami mengetahui alamat keluarga Vina. Sore itu, Jumat (10/5/2024), atau dua hari setelah film tentang Vina tayang, kami menemui Marliyana (33), kakak korban. Awalnya, ia enggan diwawancarai. ”Apabila ada yang mau wawancara, harus hubungi orang film,” katanya.
Keluarga, katanya, sudah punya kontrak dengan produser film Vina: Sebelum 7 Hari, yakni Dee Company. Apa isi kontraknya, ia tak menjelaskan. Namun, siapa pun yang ingin bertanya lebih jauh harus menghubungi produser film. Setelah meneleponnya, kami diizinkan wawancara.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F13%2Ff5521379-71f1-4cca-bb77-7ff9c8809393_jpg.jpg)
Suasana bagian teras rumah Vina di Jalan Kapten Samadikun, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (10/5/2024) petang.
Ia menuturkan, keluarga awalnya tidak menerima permintaan produser untuk membuat film Vina. Ia khawatir film itu akan membuka luka lama. Kehilangan seseorang yang dicintai sangat berat. Namun, mereka akhirnya setuju demi mengungkap kasus ini.
”Sebenarnya enggak mau (ada film). Cuma, balik lagi, dengan adanya film ini, saya mau orang-orang lebih simpati lagi, polisi juga lebih bergerak untuk yang tiga (DPO) itu,” ucapnya. Produser film, katanya, juga sempat meminta izin ke Rudiana, ayah Rizky, yang juga polisi.
Akan tetapi, keluarga Rizky tidak sepakat. Marliyana tidak paham alasannya. Padahal, katanya, Rudiana yang melaporkan kasus ini hingga menyiapkan pengacara. Pihaknya juga tidak pernah lagi berkomunikasi dengan keluarga korban sejak 2017.

Salah satu adegan dalam film Vina: Sebelum 7 Hari
Selama pembuatan film, ia mengaku pernah didatangi dua pria yang memintanya agar tidak melanjutkan film itu. Akan tetapi, Marliyana menyatakan bahwa hal itu hak keluarga. Ia pun berharap tiga DPO segera tertangkap. Apalagi, sejak awal, ia yakin adiknya korban pembunuhan.
Selain kendaraan yang korban gunakan dan gawainya tidak rusak, ia juga dapat info dari ”dunia lain”. Sebelum sepekan kepergian Vina, temannya bernama Linda diduga kemasukan arwah Vina. Ia menyebut kematian Vina bukan kecelakaan, melainkan pembunuhan dan pemerkosaan.
Rekaman suara Linda kerasukan itu ramai di media sosial pada 2016. ”Salah satu yang merekam itu saya,” ucap Marliyana. Hasil wawancara hari itu terbit dalam tulisan Kasus Pembunuhan Vina: Film, Kerasukan, hingga Kekerasan terhadap Perempuan (Kompas.id, 13/5/2024).
”Artis” makam
Ini adalah tulisan pertama tentang Vina setelah 2016. Hari-hari berikutnya, saya dan jurnalis lainnya melanjutkan liputan ke makam Vina. Mengandalkan aplikasi Google Maps dan informasi warga, kami mencari pusara Vina di antara ratusan makam. Di sini terjadi keanehan.
”Titik lokasinya (di Google Maps) ternyata sangat dekat dengan makam Vina,” ucap seorang teman. Mungkin ada yang menuntun kami menemukan kuburannya, saya membatin. Kepada pemilik makam, kami meminta izin mengambil gambar dan video serta mendoakan Vina.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F14%2Ff5d2b9e1-38e7-48e6-9321-78236812e5a3_jpg.jpg)
Potret makam Vina di Tempat Pemakaman Umum Kesinangan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (14/5/2024). Vina merupakan pelajar yang menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan pada 2016 lalu.
Salah satu jurnalis, alumnus pondok pesantren, memimpin doa. Hal serupa sudah beberapa kali kami lakukan jika meliput di makam. Selain mendoakan almarhum, kegiatan ini juga perlu untuk menambah gambar liputan. Di sinilah, wajah kami masuk televisi dan media daring.
Seorang kolega bahkan menyebut saya sebagai artis makam. Sebab, video saya di makam Vina beberapa kali diputar di televisi. Saking seringnya liputan kasus ini, saya kerap tersorot kamera televisi. Teman sekolah hingga tetangga di Makassar, Sulawesi Selatan, pun mengenali wajah saya.

Tangkapan layar video di salah satu stasiun televisi yang memuat liputan kasus pembunuhan Vina di Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Tampak wartawan Kompas, Abdullah Fikri ashri (kiri).
”Itu enggak apa-apa muncul di TV? Nanti dicari sama polisi,” pesan keluarga kepada saya. Kasus ini memang menyorot institusi itu. Selain ada tiga pelaku yang belum tertangkap, Saka Tatal, mantan terpidana yang bebas 2020, mengungkap dirinya disiksa dan jadi korban salah tangkap.
Keberanian Saka bersuara tidak lepas dari mencuatnya kasus ini dan dorongan dari pengacara serta seorang jurnalis di Cirebon. Pada saat yang sama, pengacara kondang Hotman Paris mendampingi keluarga Vina dan politisi Dedi Mulyadi membuat konten investigatif soal ini.
Sebagai jurnalis, kami mencari warga di sekitar tempat kejadian perkara. Ini tidak mudah karena kejadian sudah lama dan warga khawatir bicara. Salah satunya, Samsuri yang tinggal di sekitar SMPN 11 Kota Cirebon, dekat tempat kejadian perkara. Kami ingin mewawancarainya tentang kejadian 2016 silam.
Baca juga: Benarkah Terpidana Kasus Vina Cirebon Korban Salah Tangkap?
Menurut dia, keterangan Aep, salah satu saksi dalam kasus ini, tidak tepat. Aep menyebutkan, saat kejadian ada pengejaran kepada korban oleh warga yang sering berkumpul di depan SMPN 11. Belakangan, mereka jadi terpidana. Padahal, kata Samsuri, mereka bukan geng motor.
Ia meragukan kesaksian itu karena Aep pernah bermasalah dengan warga, termasuk para terpidana, sebelum pembunuhan Vina. ”Warga pernah menggerebek Aep karena bawa perempuan ke tempatnya. Yang laporin itu Eko dan Hadi (terpidana),” kata Samsuri.
Awalnya Samsuri enggan komentarnya dikutip. Ia takut akan berurusan dengan polisi. Namun, kami meyakinkan bahwa keterangannya penting untuk mengungkap kasus ini. Apalagi, kesaksiannya bukanlah kebohongan. Setelah dua jam berdiskusi, ia sepakat pernyataannya dikutip.
Mencari Perong
Seiring ramainya kasus Vina, polisi akhirnya menangkap Pegi Setiawan yang diduga Pegi alias Perong, salah satu DPO pada 21 Mei 2024. Penangkapan ini berselang delapan tahun dari peristiwanya, tetapi hanya dua pekan dari penayangan film. Benarkah Pegi adalah Perong?
Kami menemukan kejanggalan. Pertama, polisi pernah menggeledah dan menyita sepeda motor Pegi pada 2016, tetapi baru belakangan menangkapnya. Kedua, ciri-ciri fisik, alamat, dan usia Pegi berbeda dengan Perong, yang dirilis polisi. Ketiga, saksi menyebut Pegi di Bandung, Jabar, saat kejadian.

Wartawan Kompas, Abdullah Fikri Ashri (kanan), berfoto bersama Pegi Setiawan, mantan tersangka kasus Vina, beberapa waktu lalu di Cirebon, Jawa Barat.
Keempat, polisi justru menghapus status DPO pada Dani dan Andi karena dinilai sosok fiktif. Kelima, Saka Tatal menyebutkan tidak ada wajah Pegi dalam foto diduga Perong yang ditunjukkan polisi. Kami pun meragukan Pegi Setiawan, buruh bangunan, adalah pelakunya.
Saking bingungnya mencari Perong, kami sampai bercanda menyebut pemilik warung tempat kami kumpul sebagai Agus Perong. Keraguan kami terbukti setelah 8 Juli 2024, hakim tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman mengabulkan permohonan praperadilan pihak Pegi Setiawan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F07%2F09%2F3cf9d839-f2fa-409d-b9d3-0bf432b0f0b9_jpg.jpg)
Ratusan warga menyambut kedatangan Pegi Setiawan di rumahnya di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pegi, buruh bangunan, sebelumnya dibebaskan dari status tersangka kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky pada 2016.
Hakim memutuskan penetapan tersangka Pegi tidak sah karena tidak sesuai prosedur penyidikan. Pegi pun bebas dan disambut ratusan orang bak pahlawan. Saking ramainya, ada di antaranya adalah pencopet. Beberapa teman jurnalis kecopetan. Pembebasan Pegi jadi babak baru pengungkapan kasus Vina.
Saka, misalnya, mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan hakim yang menetapkannya terpidana. Begitu pun terpidana lainnya yang berencana PK.
Tak terasa, sudah dua bulan kami meliput kasus ini. Setiap hari kami harus memikirkan akan mengangkat angle berita berbeda.
Tidak cukup bagi jurnalis sekadar menyadari bahwa kerja mereka dekat dengan masalah, mereka mesti melakukan sesuatu untuk mengatasi masalahnya.
Selain diskusi dengan rekan jurnalis, arahan editor juga sangat membantu. Namun, saya paling mengingat pesan dari seorang editor saat awal kasus ini mencuat. Ketika itu, ada dua pembunuhan di Cirebon, yakni temuan jenazah perempuan di sungai dan dalam lemari.
”Kamu gimana biar enggak stres nulis berita-berita itu?” pesan editor. Pesan itu membahagiakan karena editor memperhatikan kondisi mental reporternya. Saya juga merenungi pesan itu. ”Jangan-jangan saya sudah menganggap kasus pembunuhan ini biasa?” saya membatin.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F07%2F08%2Fc7cd205b-e9a2-4a35-b8ff-e5bbcda0053f_jpg.jpg)
Kartini (kerudung biru), Ibu Pegi Setiawan, tersangka dari kasus pembunuhan Vina di Cirebon, menangis setelah hakim sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (8/7/2024), memutuskan penetapan tersangka Pegi tidak sah menurut hukum karena tidak sesuai prosedur.
Betul kata David Handschuh, fotografer New York Daily News, dalam buku Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme karya Ahmad Arif. ”Tidak cukup bagi jurnalis sekadar menyadari bahwa kerja mereka dekat dengan masalah, mereka mesti melakukan sesuatu untuk mengatasi masalahnya,” katanya.
Dalam liputan Vina, kami mengatasi masalah dengan berdiskusi sesama jurnalis hingga berbagi tugas dengan rekan kantor. Jurnalis Kompas di Bandung dan di daerah lain, misalnya, turut menulis tentang kasus ini. Lalu, bagaimana ujung dari kasus Vina? Kami belum tahu pasti.
Akan tetapi, yang jelas, ini bukan kasus biasa. Sebab, ada dua nyawa manusia menghilang. Dan, jika isu salah tangkap itu benar, ada orang yang menghabiskan waktu hidupnya bertahun-tahun di penjara meski tidak bersalah. Semoga masalah kemanusiaan ini segera terungkap.
Baca juga: Penanganan Awalnya Bermasalah, Bagaimana Cara Mengungkap Kasus Vina Cirebon?