Ketika Wawancara Pemain Piala Dunia U-17 Dibantu Kecerdasan Buatan
Ketika mewawancarai gelandang serang Mali, Ange Martial Tia, dia hanya berkata, ”No English, only France”. Saya pun menimpali, ”Anda jawab dengan bahasa Perancis, selanjutnya Google yang bekerja.” Dia pun tersenyum.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Selebrasi pemain Jerman dalam laga perempat final Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Internasional Jakarta (JIS), Jakarta, Jumat (24/11/2023). Jerman memastikan diri melaju ke babak semifinal setelah menundukkan Spanyol, 1-0, melalui tendangan penalti Paris Brunner.
Tidak seperti liputan pertandingan turnamen di level senior dan liga profesional, Piala Dunia U-17 2023 tidak menyediakan sesi konferensi pers sesudah pertandingan. Sebagai gantinya, wartawan diberikan kesempatan mencegat pemain di zona campuran atau mixed zone. Hal itu juga berlaku pada turnamen yunior FIFA lainnya.
Konferensi pers umumnya menyediakan petugas untuk menerjemahkan pernyataan pelatih atau pemain yang tidak berbahasa Inggris. Selain itu, pelatih dan pemain yang hadir di sesi konferensi pers juga telah ditentukan sehingga mereka pasti memberikan komentar dan bersedia menjawab sejumlah pertanyaan dari awak media.
Kondisi itu berbeda dengan sesi mixed zone. Sebab, wartawan berhadapan langsung dengan pelatih dan pemain yang melewati zona itu menuju ruang ganti setelah peluit akhir laga. Untuk meminta komentar mereka, wartawan perlu mencegat mereka dan meminta izin untuk wawancara.
Jadi, sifat wawancara adalah sunnah. Pemain akan membuat wartawan senang apabila bersedia diwawancara, tetapi para pemain dan pelatih tidak memiliki kewajiban untuk meladeni sesi wawancara itu.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas keamanan berjaga di depan ruang media di hari pertandingan terakhir Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Selasa (21/11/2023).
Beruntungnya, pemain-pemain tim U-17 di Piala Dunia U-17 2023 relatif ramah dan bersedia untuk berhenti sejenak untuk menjawab dua hingga tiga pertanyaan wartawan. Tak ada masalah bagi wartawan ketika pemain-pemain bisa berbahasa Inggris, misalnya Adam Boufandar, gelandang Maroko, atau Frederick Krug, penyerang Panama.
Namun, kendala terjadi jika kami meminta waktu pemain yang tidak bisa berbahasa Inggris. Hal itu terjadi ketika Kompas menjalani liputan dalam empat hari pertandingan di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, 10 hingga 21 November lalu.
Tim petugas panitia lokal dan sukarelawan Piala Dunia U-17 2023 tidak ada yang bisa berbahasa asing di luar bahasa Inggris. Di mixed zone, petugas dan sukarelawan memiliki tugas utama untuk mengatur waktu wawancara dan memberikan petunjuk arah jalur jalan mixed zone kepada pemain. Alhasil, mereka juga tidak bisa membantu wartawan untuk melakukan wawancara kepada pemain yang tidak bisa berbahasa Inggris.
Hasil wawancara itu ditranskrip menggunakan aplikasi AI lainnya yang bernama Good Tape. Aplikasi itu bisa memahami puluhan bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia.
Padahal, tidak ada tim yang bermain di Surabaya yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi mereka. Tim-tim itu adalah Panama, Meksiko, dan Ekuador yang berbahasa Spanyol; lalu Maroko berbahasa Arab; Iran menggunakan bahasa Persia; serta Mali yang menggunakan bahasa Perancis.
Setiap tim memang memiliki petugas media yang bertugas membantu wawancara pemain. Akan tetapi, dalam sesi mixed zone, mereka lebih sering terfokus pada wawancara media elektronik.
Untuk wawancara dengan pelatih-pelatih dari enam tim itu tidak ada masalah. Mereka bisa berbahasa Inggris dengan lancar, bahkan Pelatih Panama Michael Stump berpaspor Amerika Serikat. Kendala kami temukan ketika ingin mendapat pernyataan dari pemain.
Dua aplikasi
Untuk mengatasi kendala bahasa itu, kami bergantung artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan dari aplikasi-aplikasi yang menunjang kerja wartawan. Aplikasi utama yang kami gunakan adalah ”Google Translate”.
Caranya, kami mengetik pertanyaan dari bahasa Indonesia atau Inggris, kemudian langsung diartikan ke bahasa yang dikuasai pemain oleh aplikasi buatan perusahaan mesin pencari itu.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Selebrasi pemain Maroko seusai mengalahkan Iran dalam babak adu pinalti pada babak 16 besar Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo, Selasa (21/11/2023).
Setelah itu, kami merekam pernyataan lisan pemain. Hasil wawancara itu ditranskrip menggunakan aplikasi AI lainnya yang bernama Good Tape. Aplikasi itu bisa memahami puluhan bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Hasil transkrip itu kembali disalin untuk diartikan oleh Google Translate.
Sebagai contoh, ketika Kompas mewawancarai gelandang serang Mali, Ange Martial Tia, dia hanya berkata. ”No English, only France”. Itu menegaskan bahwa dirinya hanya bisa diwawancara dengan bahasa Perancis.
Tia akhirnya berhenti senejak ketika Kompas memintanya membaca tiga pertanyaan bahasa Perancis yang sudah diartikan Google Translate. ”Anda jawab dengan bahasa Perancis, selanjutnya Google yang bekerja,” kata saya kepada Tia. Ia tersenyum, lalu mulai menjawab pertanyaan itu.
Hal serupa terjadi ketika hendak wawancara kapten Ekuador, Michael Bermudez. Setelah mencetak brace atau dua gol untuk menaklukan Maroko di laga kedua Grup A, 13 November lalu, Bermudez menjadi incaran media.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pemain Meksiko menyaksikan gol yang diciptakan oleh pemain Mali, Ange Martial Tia, dalam laga babak 16 besar Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Selasa (21/11/2023). Mali berhasil melaju ke babak selanjutnya dengan mengalahkan Meksiko, 5-0.
Setelah selesai memberikan pernyataan kepada kanal Federasi Sepak Bola Ekuador (FEF), kami meminta waktu kepada Bermudez. Ia juga awalnya sempat menolak. ”Dia hanya bisa bahasa Spanyol,” kata Carolina, petugas media tim U-17 Ekuador, kepada wartawan Indonesia.
Ketika diberikan daftar pertanyaan di layar telepon pintar, Carolina langsung memastikan Bermudez bahwa ia cukup menjawab pertanyaan dengan bahasa Spanyol. Bermudez sempat memberikan pernyataan selama dua menit.
Ya, di zaman modern ini tidak ada hambatan lagi terkait bahasa. Aplikasi yang dibekali kecerdasan buatan telah membantu tugas wartawan.
Meski dibantu oleh aplikasi, wartawan tetap punya peran besar untuk menyusun pertanyaan hingga membujuk sang pemain diwawancara. Hal itulah yang tidak bisa dilakukan oleh mesin yang dibekali kecerdasan sekali pun.