Nyaris Viral Akibat Terjatuh Saat Memotret Peti Jenazah
Saat peti jenazah berlalu, saya hilang keseimbangan dan terpeleset. Saat terjatuh, mata saya malah memperhatikan orang-orang yang sedang memegang ponsel. Jangan-jangan ada yang merekam adegan yang menurut saya memalukan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Rombongan warga pemikul jenazah, melewati jalan setapak akibat longsor menutup badan jalan Timor Raya, tepatnya di Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Sabtu (18/2/2023). Jenazah itu dibawa dari Kabupaten Timor Tengah Utara menuju Kota Kupang.
Hari Sabtu (18/2/2023), beredar gambar dan video dengan keterangan "bukit bergeser". Ternyata yang terjadi adalah longsor seukuran bukit. Volum material longsor sekitar 500.000 meter kubik, lengkap dengan tanaman di atas yang masih tegak berdiri. Secara visual, longsoran yang membentuk gundukan tinggi baru di dekat bukit lama tampak seperti bukit yang "bergeser".
Gambar dan video lain yang beredar, memperlihatkan kemacetan kendaraan, mulai dari sepeda motor, mobil, hingga truk ekspedisi. Bukan antrean, melainkan ribuan kendaraan itu terhenti. Lumpuh total. Rupanya terhalang longsor yang menutup badan jalan trans Timor Raya, yang merupakan jalur utama Pulau Timor.
Titik longsor yang berlokasi di Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, ini terpaut 85 kilometer dengan Kota Kupang, ibu kota NTT.
Ibarat tubuh manusia, titik longsor ini adalah bagian leher yang melewatkan aliran makanan dari mulut ke dalam organ tubuh lainnya. Longsor seketika menghentikan denyut mobilitas di Pulau Timor.
Secara geografis, Pulau Timor masuk ke dalam wilayah dua negara, yakni Indonesia dan Timor Leste. Di wilayah Indonesia, terdapat enam kabupaten/kota di bawah Provinsi NTT.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Ekskavator membersihkan material longsoran di ruas Jalan Timor Raya, tepatnya Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Minggu (19/2/2022). Diperkirakan paling cepat satu minggu, jalur itu dapat dilewati kembali.
Akibat longsor, jalur darat untuk mobilitas orang dan barang dari empat kabupaten yang menuju Kota Kupang terganggu, yakni kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, dan Malaka. Selain itu, ada sebagian wilayah Kabupaten Kupang yang juga terisolasi.
Setiap harinya, ada ribuan kendaraan yang mengangkut ratusan ribu orang dan ribuan ton barang, melewati jalan Timor Raya. Tak ada jalan alternatif lain sebab tak jauh dari longsoran itu terdapat sungai selebar lebih dari 300 meter yang dilalui Jembatan Noelmina di atasnya.
Sabtu pagi itu, dari Kota Kupang saya langsung bergerak ke lokasi longsor. Diawali dengan menumpang angkutan online hingga ke pintu keluar Kota Kupang, dilanjutkan dengan naik mobil travel sampai bertemu antrean kendaraan yang mengular akibat longsor. Dari situ, saya ganti menumpang ojek ke titik longsor.
Dan benar, longsor itu bak bukit yang bergeser. Seminggu sebelumnya, selama beberapa hari terjadi hujan yang diduga menjadi pemicu longsor. Bersyukur, tak ada korban jiwa.
Saya kemudian menjumpai orang-orang dengan wajah sendu, di antaranya penumpang ibu-ibu yang menggendong balita, lansia, serta sopir bis dan truk ekspedisi. Di sana, saya juga mendapati petugas dari Balai Pelaksanaan Jalan Nasional untuk wilayah NTT yang langsung mendatangkan ekskavator untuk menyingkirkan material longsor.
Seorang nenek dipapah saat menuruni jalan setapak yang terjal lantaran terjadi longsor di ruas Jalan Timor Raya, tepatnya Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Minggu (19/2/2022). Longsor itu menyebabkan akses utama di Pulau Timor lumpuh total.
Saya kaget, saat seorang petugas bilang, paling cepat satu minggu lokasi itu baru bisa ditembus. Itu pun dengan catatan, tidak terjadi hujan dan tidak ada lagi pergerakan tanah. Di langit, awan hitam menggantung dan tanah pun terasa terus bergerak. Rasanya mustahil.
Dari titik longsor, saya bergerak mencari jalan setapak yang dilalui para pelintas untuk menembus jalan yang terputus. Informasi yang saya dapat, pelintas yang datang dari dua arah itu turun dari kendaraan lalu mencari-cari jalan setapak untuk tiba di seberang.
Ternyata medan jalannya membahayakan, licin dan kemiringannya hingga 60 derajat. Beberapa pelintas sampai terpeleset sehingga mengalami luka ringan. Tampak juga lansia dan ibu-ibu yang menggendong balita, dibantu melewati medan terjal itu.
Ternyata medan jalannya membahayakan, licin dan kemiringannya hingga 60 derajat. Beberapa pelintas sampai terpeleset sehingga mengalami luka ringan.
Saya putuskan berjaga di dekat ujung jalan setapak yang medannya menanjak. Dari situ saya dapat momotret perjuangan pelintas yang berusaha melewati titik itu. Juga porter yang memikul barang.
Terlintas di pikiran, kemungkinan adanya orang sakit atau jenazah yang ditandu untuk melewati titik itu. "Hm, fotonya pasti akan dramatik," begitu saya membatin. Beberapa rekan wartawan mengajak saya kembali ke titik longsor. Namun saya memilih bertahan menunggu sambil mengetik laporan.
Pengguna sepeda motor memaksa melewati jalan setapak lantaran terjadi longsor di ruas Jalan Timor Raya, tepatnya di Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu (19/2/2022).
Tak lama berselang, datang sebuah mobil ambulans dari arah Kota Kupang lalu berhenti di ujung jalan setapak. Ambulans itu hendak menjemput jenazah yang dibawa dari Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara. Jenazah sedang dipikul dari seberang menuju titik itu. Saya langsung bersiap.
Saat peti jenazah hampir sampai, beberapa orang yang kebanyakan ibu-ibu mulai merangsek dari belakang saya karena ingin memvideokan peti jenazah yang sedang dipikul dari bawah. Bahkan ada yang membuat siaran langsung di Facebook dan Instagram.
Saya yang berdiri paling depan mulai terdorong oleh mereka. Saya merasa seperti berada dalam suasana desak-desakan dengan sesama awak media yang melakukan doorstop terhadap narasumber kunci.
Saya tak berani menegur mereka karena khawatir mereka salah paham lalu ribut. Bisa buyar liputan saya. Namun, kalau pindah tempat rasanya juga sayang sebab di situ titik terbaik untuk memotret.
Peti janazah semakin mendekat. Saya terus memotret hingga rombongan pembawa peti jenazah melewati saya. Sialnya, saya tidak memperhatikan lagi pijakan di tanah yang mulai goyang lantaran menahan beban saya dan beberapa orang tadi.
Longsor menutup badan jalan Timor Raya, tepatnya di Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu (18/2/2023). Jalan tersebut menghubungkan semua kabupaten di Pulau Timor, termasuk akses darat dari Kota Kupang ke Dili, ibu kota negara Timor Leste.
Saat peti jenazah berlalu, saya hilang keseimbangan dan terpeleset. Saat terjatuh, mata saya malah memperhatikan orang-orang yang sedang memegang handphone. Jangan-jangan ada yang merekam adegan yang menurut saya memalukan itu.
Rasa sakit saya pasti akan berlipat ganda jika sampai video itu viral kemudian dibumbui dengan berbagai keterangan serta komentar. Belum lagi jika ada media online yang menggorengnya dengan judul bombastis serta framing yang aneh-aneh.
Untunglah, hanya satu dua orang saja yang melihat ke arah saya tanpa merekam. Sementara yang lain masih fokus memvideokan peti jenazah yang dibawa menuju mobil ambulans. Insiden kecil yang saya alami pun lolos dari sorotan.
Rasa sakit saya pasti akan berlipat ganda jika sampai video itu viral kemudian dibumbui dengan berbagai keterangan serta komentar.
Setelah saya cek, peralatan liputan yang saya bawa relatif aman. Hanya sedikit retak pada layar ponsel. Benang tas noken yang saya pakai juga putus di beberapa bagian rajutan. Tangan saya lecet di beberapa bagian. Tapi ini biasa saja bagi yang hobi dengan liputan lapangan.
Hal yang paling saya syukuri adalah lolos dari kamera warganet. Saat ini, bisa dikatakan kamera warganet lah yang jauh lebih berbahaya ketimbang kamera jurnalis. Disebut lebih berbahaya lantaran mereka akan mengunggahnya tanpa sensor dan kode etik. Lalu, dengan cepat menjadi viral.