BPJS Kesehatan menjadikan NIK sebagai identitas peserta JKN-KIS. Perlindungan data pribadi peserta mesti dipastikan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nomor induk kependudukan akan digunakan sebagai nomor identitas peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Hal ini diharapkan mempermudah peserta program tersebut untuk mengakses layanan kesehatan. Perlindungan data pribadi para peserta mesti diperhatikan.
Menurut Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti, nomor induk kependudukan (NIK) berfungsi untuk menentukan validitas dan eligibilitas peserta yang mengakses layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). NIK juga menentukan akses pengelolaan data peserta.
”Selama ini BPJS Kesehatan telah memanfaatkan NIK sebagai keyword (kata kunci) data kepesertaan tunggal. Tujuannya untuk mencegah duplikasi data dalam proses pendaftaran JKN-KIS,” ucap Ali melalui konferensi pers daring di Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Penggunaan NIK dinilai dapat mengoptimalkan layanan administrasi. Selain itu, penggunaan NIK bisa meningkatkan akurasi data peserta program JKN-KIS. NIK juga bisa digunakan untuk mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.
”Peserta tidak perlu mencetak kartu fisik kepesertaan KIS (Kartu Indonesia Sehat). Peserta yang akan mengakses layanan program JKN-KIS cukup menyebutkan NIK serta menunjukkan KTP (kartu tanda penduduk) elektronik atau KIS Digital di aplikasi Mobile JKN,” kata Ali.
Adapun penggunaan NIK sebagai identitas peserta JKN-KIS sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS Kesehatan diwajibkan memberi nomor identitas tunggal ke peserta. Adapun NIK merupakan nomor identitas penduduk Indonesia yang bersifat khas dan tunggal.
Peserta tidak perlu mencetak kartu fisik kepesertaan KIS (Kartu Indonesia Sehat). Peserta yang akan mengakses layanan program JKN-KIS cukup menyebutkan NIK serta menunjukkan KTP (kartu tanda penduduk) elektronik atau KIS Digital di aplikasi Mobile JKN.
Penggunaan NIK menjadi salah satu cara meningkatkan mutu layanan kesehatan. Adapun Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan, cakupan kesehatan semesta tidak hanya soal jumlah peserta JKN-KIS. Kemudahan akses layanan kesehatan juga mesti diperhatikan, begitu pula mutu layanannya.
Per 30 Desember 2021, peserta JKN-KIS berjumlah 229.514.068 jiwa atau setara 83,89 persen penduduk. Pada tahun 2022, diharapkan jumlah peserta program JKN-KIS bisa mencapai 245 juta jiwa. Pemerintah menargetkan 98 persen penduduk Indonesia terdaftar sebagai peserta JKN-KIS pada 2024.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh berharap hal ini mendorong masyarakat untuk segera memiliki KTP elektronik. ”Transformasi layanan publik ke depan tidak hanya berbasis NIK, tetapi juga bisa dengan sidik jari,” ucapnya.
Kemendagri mencatat ada 197 juta orang di Indonesia yang telah merekam KTP elektronik pada 2021. Angka ini setara dengan 99,21 persen dari target 198 juta orang.
Adapun penggunaan NIK dalam program JKN-KIS mesti diimbangi dengan perlindungan data pribadi para peserta. Sebelumnya, sebanyak 279 juta data penduduk Indonesia bocor dan dijual ke situs forum peretas Raids Forum. Data itu diduga kuat identik dengan data pribadi peserta BPJS Kesehatan (Kompas.id, 26/5/2021).
Saat dihubungi secara terpisah, Ketua Forum Keamanan Siber Indonesia (Indonesia Cyber Security Forum/ICSF) Ardi Sutedja menilai tidak ada teknologi yang mampu mencegah kebocoran data. Risiko keamanan data pun tetap ada. Itu sebabnya pencegahan kebocoran data mesti ditekankan ke sumber daya manusia, bukan teknologi.
Ia menyarankan agar BPJS Kesehatan merekrut orang-orang internal, kemudian diikutkan pelatihan dan sertifikasi keterampilan digital. Merekrut pihak internal dinilai lebih minim risiko daripada merekrut pihak eksternal.
”Ini artinya BPJS Kesehatan juga harus menginvestasikan anggaran yang cukup untuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi profesi,” kata Ardi.