Sikap skeptis yang sehat harus dibiasakan untuk ada dalam diri manusia. Skeptisisme merupakan salah satu aspek dari kemampuan berpikir kritis. Karena itu, skeptisisme yang sehat perlu dimiliki oleh murid.
Oleh
MEICKY SHOREAMANIS PANGGABEAN
·5 menit baca
Skeptisisme adalah aliran filsafat Helenistik yang berpendapat bahwa seseorang harus menahan diri ketika hendak membuat klaim kebenaran. Skeptisisme bicara tentang keraguan terhadap sesuatu, dan hal ini berlaku dalam banyak hal. Kita dapat menjadi skeptis terhadap sebuah profesi (Apa iya semua rohaniwan baik hati?) bahkan benda-benda (Memang produk A sistemnya tertutup, tetapi tetap bisa kemasukan virus, bukan?).
Bagaimanapun, skeptisisme secara filosofis berbeda dari keraguan praktis seperti di atas. Ambilah satu contoh terkait problem epistemologis yang berkaitan dengan external world. Kebanyakan orang melihat bahwa tongkat lurus yang ada di bawah air terlihat bengkok padahal sebenarnya tidak. Apakah melihat tongkat lurus keluar dari air memberikan alasan yang baik untuk berpikir bahwa ketika berada di dalam air, tongkat itu juga lurus? Mengapa, pada dasarnya, prioritas diberikan pada satu persepsi di atas yang lain?
Para filsuf percaya bahwa secara teoretis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Heraklitus mengatakan bahwa segala realitas berada dalam proses menjadi dan semua mengalir, tidak ada yang tetap. Sementara Xenophanes meragukan kemampuan panca indera. Keraguan seperti ini adalah intisari skeptisisme: manusia sesungguhnya tidak memiliki ilmu pengetahuan yang utuh terhadap sesuatu hal. ’Skeptisisme yang sehat’ mengasumsikan hadirnya kemampuan untuk berpikir kritis.
Zaman dahulu, Homer dan Hesiod menjelaskan alam semesta dengan menggunakan mitologi. Pada masa itu mitologi oleh sebagian besar orang dianggap sebagai jawaban final. Hal ini tak berlangsung lama. Thales lalu coba menjawabnya dengan logika. Perspektif kosmosentrik diganti dengan pendekatan sistematis yang fokus pada alam itu sendiri, bukan pada dewa dan kekuatan supernatural. Argumen yang diajukan bersifat terbuka, bisa diperiksa dan diuji. Pernyataan tak lagi mustahil untuk dibantah hanya karena yang mengungkapkannya mempunyai otoritas belaka.
Secara sederhana, skeptisisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu skeptisisme yang sehat dan skeptisisme radikal. Cara pembagian yang lain adalah dengan cara memisahkan skeptisisme menjadi dua tipe, yaitu skeptisisme global dan skeptisisme lokal.
Skeptisisme global percaya bahwa manusia tidak mampu mengetahui satu hal pun. Jika mau sedikit diperlunak, bisa dikatakan bahwa manusia sangat mendekati ketidaktahuan itu. Sementara skeptisisme lokal yakin bahwa kalaupun manusia dapat mengetahui sesuatu, manusia tidak dapat mengetahui aspek-aspek di luar dari dirinya (external world), induksi (induction), Aku (the self), kebebasan (free will), dan masalah metafisik lainnya.
Sikap skeptis yang sehat harus dibiasakan untuk ada dalam diri manusia. Sebagai manusia kita idealnya berpikir kritis saat terlibat dengan sebuah gagasan atau suatu perspektif. Skeptisisme yang sehat perlu dimiliki oleh murid. Efek positifnya berpengaruh besar dalam masa depan mereka. Kavenuke PS, Kinyota M, dan Kayombo JJ (2020) mengutarakan bahwa skeptisisme adalah salah satu aspek dari kemampuan berpikir kritis selain systematicity (sistematika), dan rasa percaya diri. Dan untuk membiasakan murid-muris berpikir kritis, guru-guru sebaiknya memikirkan kemungkinan untuk menerapkan pedagogi kritis.
Untuk membiasakan murid-muris berpikir kritis, guru-guru sebaiknya memikirkan kemungkinan untuk menerapkan pedagogi kritis.
Strategi mengajar
Pedagogi kritis adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong dan memfasilitasi murid untuk mempertanyakan dominasi-dominasi baik dari segi konsep (keyakinan) ataupun dari segi pragmatis, yaitu bagaimana dan cara mengimplementasikannya. Wattimena RA (2018) mengungkapkan bahwa pedagogi kritis adalah pedagogi yang berupaya untuk mempertanyakan dan mengungkap hubungan-hubungan kekuasaan di dalam masyarakat yang menciptakan penindasan dan ketidakadilan sosial.
Wattimena mengulas pandangan Henry A Giroux yang melihat bahwa pedagogi kritis menyediakan wawasan yang luas sekaligus kepekaan moral untuk mendorong orang terlibat di dalam perubahan sosial untuk menciptakan masyarakat yang lebih bebas dan adil. Sangat mungkin pandangan ini masih termasuk asing untuk sebagian guru.
Dalam dunia pendidikan, hampir pasti istilah pedagogi dikaitkan dengan strategi mengajar. Giroux memperluas maknanya. Ia melihat pendidikan sebagai alat penting dalam demokrasi dan merupakan garda terdepan dalam melawan hegemoni. Di titik inilah skeptisisme lantas jadi relevan untuk diulas.
Bicara tentang pendidikan kritis tak bisa lepas dari perbincangan mengenai kurikulum. Selain written curriculum, dunia pendidikan juga mengenal istilah hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi. Hidden curriculum mengacu kepada kegiatan yang terjadi di sekolah, ikut memengaruhi pertumbuhan intelektual murid, tetapi tidak diprogramkan dalam kurikulum tertulis. Salah satu contohnya adalah penataan kursi. Jika kursi ditata dalam format barisan lurus ke belakang dan ke samping, kita bisa simpulkan bahwa sistem pengajaran yang dianut adalah guru sentris sehingga tak ada dialog ataupun kolaborasi antarmurid.
Di sini pentingnya guru mengajarkan murid untuk memiliki rasa skeptis yang sehat. Kurikulum terselubung menanamkan nilai-nilai dengan cara hegemonik. Tentu guru harus mengajarkan dengan bijak. Murid tidak harus untuk selalu menunjukkan resistensi dan jika melakukannya, apa strateginya? Mereka harus diajarkan bahwa perang berbeda dengan pertempuran, dan mereka harus memilih pertempuran secara selektif. Pendidikan kritis jika diajarkan tanpa pemahaman yang memadai akan isi dan strategi berpotensi membuat murid untuk bersikap nyinyir, bukan bersikap kritis.
Ilmu pengetahuan mempunyai keterbatasan karena ia tak bisa menembus batas hakikat. Jadi, skeptisisme juga mempunyai batasan. Para guru perlu memberi ruang bagi murid untuk berlatih berpikir dengan berbagai metode. Misalnya, menarik untuk memperkenalkan konsep Falsifikasi kepada mahasiswa atau murid. Karl Popper mengatakan bahwa sesuatu baru bisa disebut ilmiah jika bisa dibuktikan salah. Walau Falsisfikasi dikritik, konsep ini adalah bagian penting dari perjalanan ilmu pengetahuan dan agree to disgaree adalah bagian penting dari aktivitas akademik.
Meicky Shoreamanis Panggabean, Dosen Universitas Pelita Harapan.