Bisnis Cetak Uang Menjanjikan, Peruri Akan Cetak Uang Peru
Peruri berhasil memenangi tender untuk mencetak 620 juta bilyet (lembar) uang kertas nueva sol, mata uang Peru. Adapun nilai proyek itu sebesar 16,5 juta euro atau setara Rp 255 miliar.
Oleh
erika kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia siap mencetak uang kertas Peru, Amerika Selatan, pada pertengahan 2020. Perusahaan pelat merah tersebut menilai, peluang bisnis pencetakan uang di luar negeri masih menjanjikan.
Direktur Pengembangan Usaha Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Fajar Rizki mengatakan, Desember 2019 Peruri berhasil memenangi tender untuk mencetak 620 juta bilyet (lembar) uang kertas nueva sol, mata uang Peru. Adapun nilai proyek itu sebesar 16,5 juta euro atau setara Rp 255 miliar.
”Dari empat pecahan mata uang yang ditenderkan, tiga pecahan kita yang menangkan dengan selisih harga yang cukup kompetitif,” katanya dalam paparan di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Peruri berhasil memenangi tender untuk mencetak 620 juta bilyet (lembar) uang kertas nueva sol, mata uang Peru. Adapun nilai proyek itu sebesar 16,5 juta euro atau setara Rp 255 miliar.
Sebelumnya, Peruri juga pernah terlibat dalam pencetakan beberapa pecahan mata uang kertas Sri Lanka, Nepal, dan Bangladesh. Saat ini, Kerajaan Eswatini di Afrika Selatan sedang ditargetkan Peruri.
Ke depan, Fajar mengatakan, Peruri akan terus melebarkan sayap bisnis pencetakan uang di berbagai belahan dunia. Menyebut riset Giesecke+Devrient (G+D) dan Smither Spira, kebutuhan uang fisik, baik kertas maupun logam, masih tumbuh positif 2 persen-3 persen.
Menurut laporan World Payments Report 2019 oleh perusahaan konsultasi Capgemini, sirkulasi uang tunai meningkat dari 4 persen menjadi 7 persen setiap tahun selama lima tahun terakhir (2013-2017). Hal itu terjadi di tengah banyak negara menerapkan transaksi nontunai.
”Sirkulasi uang tunai tumbuh secara konsisten di seluruh negara. Negara-negara seperti Finlandia, Korea Selatan, Singapura, dan Inggris dengan volume transaksi nontunai yang tinggi pun masih mendukung penggunaan uang tunai dalam skala sedang hingga tinggi,” tulis laporan tersebut.
Menurut laporan World Payments Report 2019 oleh perusahaan konsultasi Capgemini, sirkulasi uang tunai meningkat dari 4 persen menjadi 7 persen setiap tahun selama lima tahun terakhir (2013-2017).
Studi Federal Reserve Bank of San Francisco juga menyimpulkan, pertumbuhan uang tunai telah melampaui pertumbuhan ekonomi selama dekade terakhir di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
Bisnis utama
Di Indonesia, pencetakan uang juga masih menjadi bisnis utama Peruri. Fajar menyebut, 60 persen-70 persen pendapatan perusahaan disumbang bisnis pencetakan uang. Di Indonesia, kebutuhan uang kertas juga tinggi seiring dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi.
”Di negara kepulauan Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen, kebutuhan uang fisik masih tumbuh. Kalau tren cashless atau nontunai baru tumbuh di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar,” ujarnya.
Berdasarkan regulasi Bank Indonesia (BI), setiap dua tahun Peruri rata-rata mencetak 8 miliar bilyet uang kertas mata uang rupiah. Permintaan uang rupiah menurut dia ramai jelang hari raya.
Meski ketergantungan terhadap kebutuhan pencetakan uang membuat pendapatan perusahaan BUMN itu fluktuatif, kinerja keuangan Peruri terus mencatatkan keuntungan.
Tahun 2019, Peruri mencatatkan laba sebesar Rp 595 miliar, meningkat dari laba tahun sebelumnya sebesar Rp 456 miliar. Adapun laba bersih yang didapat sebesar Rp 360 miliar atau naik 25 persen dari tahun 2018 yang sebesar Rp 288 miliar.
Sepanjang 2019, pendapatan Peruri tercatat sebesar Rp 3,9 triliun. Nilai itu meningkat 23 persen dari hanya Rp 3,1 triliun pada 2018. ”Sesuai prognosa 2019, pendapatan Peruri Rp 3,9 triliun,” kata Fajar.