Boeing Akhirnya Hentikan Sementara Produksi Boeing 737 MAX
Boeing akhirya memutuskan untuk menghentikan sementara proses produksi pesawat penumpang Boeing 737 MAX terkait dengan belum keluarnya izin terbang pesawat tipe itu seusai kecelakaan di Indonesia dan Etiopia.
Oleh
Dahono Fitrianto
·3 menit baca
SEATTLE, SENIN — Boeing akhirya memutuskan untuk menghentikan sementara proses produksi pesawat penumpang terlarisnya, Boeing 737 MAX, terkait dengan belum keluarnya izin terbang pesawat tipe itu setelah kecelakaan di Indonesia dan Etiopia. Penghentian produksi ini berlaku efektif Januari 2020.
Keputusan penghentian produksi 737 MAX ini diambil setelah Dewan Direksi Boeing Co menggelar rapat selama dua hari di Chicago, AS. The New York Times menyebut keputusan ini sebagai kulminasi dari krisis terburuk yang dihadapi produsen pesawat tersebut dalam 103 tahun sejarahnya.
Seluruh pesawat Boeing 737 MAX dilarang terbang (grounded) di seluruh dunia sejak Maret 2019 setelah dua pesawat tipe tersebut jatuh dalam selang waktu tak terlalu lama. Pesawat pertama, Boeing 737 MAX8 milik Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610, jatuh di lepas pantai Karawang, Jawa Barat, akhir Oktober 2018. Disusul jatuhnya Boeing 737 MAX8 milik Ethiopian Airlines bernomor penerbangan ET 302 di dekat kota Bishoftu, 10 Maret 2019. Kedua tragedi itu merenggut nyawa 346 orang.
Meski dilarang terbang, selama ini proses pembuatan 737 MAX di pabriknya di dekat Seattle, AS, terus berjalan dengan laju produksi 42 unit pesawat tiap bulan. Boeing berharap larangan terbang terhadap 737 MAX hanya akan berlangsung beberapa bulan dan setelah itu pesawat akan kembali diterbangkan para konsumennya.
Hingga saat ini, sekitar 400 pesawat pesanan berbagai maskapai dari seluruh dunia telah selesai diproduksi, tetapi belum bisa diterbangkan dan diserahkan kepada para pemesan tersebut.
”Kami sebelumnya telah menyatakan bahwa kami akan terus mengevaluasi rencana-rencana produksi kami apabila larangan terbang MAX berlanjut lebih lama dari yang kami perkirakan. Sebagai hasil dari evaluasi terus-menerus ini, kami memutuskan untuk memprioritaskan penyerahan pesawat yang sudah selesai diproduksi dan untuk sementara menghentikan produksi 737 dimulai bulan depan,” demikian kutipan pernyataan resmi Boeing yang dirilis pada Senin (16/12/2019) waktu Chicago, AS.
Tidak ada PHK
Boeing juga menegaskan, hingga saat ini tidak ada rencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja atau merumahkan sekitar 12.000 pekerja yang terlibat dalam proses produksi 737 MAX di pabriknya di Puget Sound, dekat Seattle, Negara Bagian Washington.
”Selama penghentian produksi ini, kami berencana mengalihkan para pegawai yang terdampak pada berbagai pekerjaan lain yang masih terkait dengan Boeing 737 atau untuk sementara mengalihkan mereka ke tim-tim lain di Puget Sound,” lanjut Boeing.
Selain memproduksi seluruh model Boeing 737, fasilitas di Puget Sound juga memproduksi pesawat berbadan lebar Boeing 777X.
Walau demikian, dikhawatirkan ratusan pemasok suku cadang untuk Boeing akan terdampak keputusan penghentian sementara ini. Reuters menyebut saham perusahaan Spirit AeroSystems Holding Inc, yang memproduksi rangka pesawat 737 MAX dan pemasok terbesar untuk program 737 MAX, langsung turun 2 persen pada Senin.
Saham Boeing kembali turun 4 persen pada penutupan bursa hari Senin, dan turun lagi 1 persen setelah itu. Sejumlah pemasok besar lainnya, seperti produsen mesin General Electric Co dan Safran, serta Senior Plc, juga kemungkinan besar akan terkena dampak penghentian produksi.
Badan Penerbangan Federal AS (Federal Aviation Administration/FAA) sebagai regulator penerbangan sipil di AS menolak berkomentar terhadap langkah Boeing yang mereka sebut sebagai sebuah ”keputusan bisnis” tersebut. FAA menegaskan akan benar-benar memprioritaskan aspek keselamatan dari Boeing 737 MAX sebelum mengeluarkan sertifikasi laik terbang terhadap pesawat itu.
”Prioritas utama kami adalah keselamatan, dan kami tidak menetapkan batas waktu sampai kapan tugas kami itu akan tuntas,” ujar FAA dalam pernyataan yang dikutip Reuters. (Reuters/DHF)