Kubu Demokrat menyiapkan dua pasal dakwaan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump. Langkah berikutnya, Komite Yudisial tersebut bisa menggelar voting di tingkat DPR AS.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA—Kubu Demokrat di DPR Amerika Serikat, Selasa (10/12/2019), menyiapkan dua pasal dakwaan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump. Dua pasal itu yakni penyalahgunaan kekuasaan dan upaya menghalangi Kongres dalam penyelidikan terkait pemakzulan ini.
Dakwaan pemakzulan itu akan diumumkan oleh tim panel Komite Yudisial DPR setelah menyelesaikan sidang lanjutan dengar pendapat, Senin. Setelah itu, tim panel tersebut bisa menggelar voting di tingkat DPR AS, pekan ini. Jika DPR—dikuasai Demokrat—menyetujui pemakzulan, Senat AS wajib menggelar persidangan untuk memutuskan presiden bersalahatau tidak. Senat AS dikuasai Republik.
Demokrat menilai Trump jelas-jelas membahayakan keamanan nasional AS dan pemilihan umum 2020. Dalam pernyataan tertulisnya, Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyebutkan para petinggi Demokrat, seperti Ketua Komite Yudisial DPR Jerrold Nadler dan Ketua Komite Intelijen Adam Schiff, dijadwalkan mengumumkan lanjutan proses pemakzulan dalam jumpa pers, Selasa pagi waktu AS.
”Fakta-faktanya sudah jelas. Demokrasi kita terancam. Tugas kita untuk melindungi demokrasi,” sebut Nadler.
Inti penyelidikan pemakzulan itu adalah pembicaraan antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melalui telepon pada 25 Juli 2019. Trump menekan Zelensky untuk menyelidiki mantan Wakil Presiden AS Joe Biden—bakal calon Presiden dari Demokrat—dan anaknya Hunter Biden. Saat bersamaan, Gedung Putih menahan bantuan militer untuk Ukraina. Trump juga berusaha menghalangi proses penyelidikan terhadap dirinya.
Apakah memiliki cukup suara untuk memakzulkan Trump? Pelosi menyatakan, ia menyerahkan kepada anggota DPR untuk memberikan suara berdasarkan nurani. ”Dalam isu seperti ini, kami tidak menghitung suara. Rakyat hanya ingin suara mereka didengar,” kata Pelosi dalam acara The Wall Street Journal CEO Council, Senin malam.
Terkait proses pemakzulan ini, Trump selama ini membantah keras bahwa dirinya salah. Bahkan, ia menganggap penyelidikan pemakzulan itu hanya tipuan belaka.
Jamie Raskin, anggota Komite Yudisial dari Demokrat, mengatakan, bukti-bukti kesalahan Trump jelas. Dia terbukti melibatkan pemerintahan asing ke dalam politik AS untuk mencurangi pemilu AS. Trump juga terbukti menutupi tindakannya itu dengan menutup akses pada saksi-saksi, menyembunyikan bukti, dan berusaha mencegah orang untuk bersaksi.
Tudingan Republik
Menghadapi kemungkinan Trump akan menjadi presiden AS ketiga yang mengalami pemakzulan dan disidang, salah satu tokoh Republik, Doug Collins, menuding ini hanya upaya Demokrat untuk memenangi pemilihan presiden AS tahun depan. ”Semua ini kepentingan politik,” kata Collins.
Dalam sesi dengar pendapat, Senin, saat Demokrat memaparkan hasil penyelidikan, suasana sidang riuh dengan teriakan dan protes dari Republik yang tidak setuju dengan proses pemakzulan itu. Republik menuding Demokrat memiliki motif politik tanpa bukti yang jelas untuk menunjukkan Trump menyalahgunakan kekuasaan, menghalangi Kongres, ataupun melakukan tuduhan yang membuatnya bisa dimakzulkan.
”Mereka (Demokrat) tampak putus asa karena bersikeras menggelar voting pemakzulan presiden. Tidak ada bukti apa pun bahwa Trump menekan Ukraina agar menyelidiki Biden,” kata Collins, anggota DPR dari Republik.
Begitu pula dengan tuduhan bahwa Trump menahan bantuan militer bagi Ukraina sebesar 391 juta dollar AS. Tuduhan itu, kata Collins, tidak benar dan tidak ada bukti Trump terlibat langsung.
Kubu Republik berkali-kali meminta diajukan Ketua Komite Intelijen Adam Schiff bersaksi. Mereka juga meminta ada delapan saksi yang lain untuk diajukan ke dengar pendapat. Namun, permintaan Republik itu ditolak Demokrat. Alasannya, sejumlah saksi yang diminta Republik tak memiliki relevansi dengan proses pemakzulan Trump ini.