Anak-anak yang Cinta pada Tanah Air Tentukan Kemajuan Bangsa
Kecintaan anak-anak terhadap tanah air dan nilai-nilai Pancasila akan menentukan sejauh mana kemajuan peradaban Indonesia di masa depan. Cinta tanah air dan Pancasila perlu ditanamkan sejak usia dini.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pembudayaan cinta tanah air dan Pancasila menentukan kemajuan peradaban bangsa Indonesia. Sejumlah negara memiliki peradaban, perekonomian, dan atau teknologi maju karena berlandaskan kecintaan rakyat terhadap tanah air dan nilai-nilai luhur bangsanya.
Pemikiran ini mengemuka dalam Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila, Minggu (1/12/2019), di Surabaya, Jawa Timur. Persamuhan atau kongres ini diadakan sebagai wujud kerja sama antara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI). Sekitar 500 guru sejarah dari 34 provinsi di Nusantara hadir dalam pertemuan akbar di Hotel Shangri-La itu.
Direktur Pembudayaan BPIP Irene Camelyn Sinaga mengatakan, persamuhan merupakan upaya agar Pancasila membudaya kembali melalui guru-guru ke siswa/siswi. Para guru yang ”digugu dan ditiru” diharapkan menjadi agen aktif menghembuskan roh dan nilai-nilai Pancasila. Tentunya tidak melupakan karakter atau kekhasan suatu daerah.
Kongres di Surabaya merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan serupa oleh BPIP di sejumlah daerah di Indonesia. Pada pekan terakhir Oktober 2019, BPIP juga menyelenggarakan Persamuhan Nasional Bakti Bangsa. Sepekan lalu, di tiga daerah di Jatim, yakni Malang, Kediri, dan Probolinggo, juga dilaksanakan Persamuhan Pembakti Kampung.
Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma meyakini pendekatan sejarah sangat tepat untuk pembudayaan Pancasila kepada siswa/siswi. Anak-anak tetap perlu diajarkan tentang sejarah Pancasila.
Bagaimana prosesnya, siapa saja tokoh yang sangat berperan, dan konteksnya terhadap kekhasan suatu daerah di masa lalu, kini, dan masa datang. ”Pancasila berakar dan lahir dari sejarah sehingga pendekatan yang tentu kami percayai ialah melalui pendidikan sejarah,” kata Sumardiansyah.
Guru-guru, terutama yang mengampu sejarah, diharapkan mampu menciptakan suasana belajar tentang Pancasila yang menyenangkan bagi seluruh murid. Tujuannya, siswa/siswi mendapat pemahaman Pancasila yang utuh. Harapannya nilai-nilai luhur Pancasila tetap lestari dan menjadi watak kehidupan bangsa Indonesia.
Guru-guru, terutama yang mengampu sejarah, diharapkan mampu menciptakan suasana belajar tentang Pancasila yang menyenangkan bagi seluruh murid.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan sejumlah contoh bagaimana kemajuan bangsa-bangsa bermula dari kecintaan anak-anak terhadap tanah air, misalnya Korea Selatan. Bangsa yang mendiami semenanjung Korea ini tetap tumbuh dan diperhitungkan dalam berbagai bidang, yakni kebudayaan, teknologi, dan pendidikan.
Menurut Risma, bagaimana menumbuhkan kecintaan tanah air dalam diri anak-anak menjadi ”napas” dalam membuat kebijakan. Risma mengakui, dirinya disebut wagiman alias wali kota gila taman karena sejak memimpin gencar merehabilitasi dan membangun taman-taman kota. Saat ini Surabaya memiliki 475 taman kota yang ternyata masih jauh di bawah jumlah 525 lapangan olahraga.
”Jadi, saya gila taman atau gila lapangan olahraga,” kata Risma disambut tawa peserta persamuhan.
Taman dibuat indah dan nyaman agar warga Surabaya dari seluruh lapisan dan latar belakang mau datang. Taman dihidupkan dengan kelengkapan fasilitas, jaringan internet, bersih, pohon dan bunga yang beragam rona. Taman yang didatangi banyak orang menjadi tempat interaksi publik.
”Di sini, anak-anak bertemu dengan sebayanya, dengan orang lain yang remaja, dewasa, orang tua. Si kaya bertemu dengan si miskin. Indahnya jika kemudian berinteraksi positif,” kata Risma. Jika warga kemudian cinta dan bangga terhadap tanah airnya, setidaknya kotanya, mereka akan selalu punya energi untuk berkreasi, mau diajak maju, dan bekerja demi perubahan lebih baik.
Dalam bidang olahraga, Risma mengklaim, banyak anak-anak yang tadinya minder, sekarang mampu berprestasi. Ada remaja yang kurang diterima karena senang ngebut, oleh pemerintah disalurkan menjadi pebalap dan bisa berprestasi.
”Menanamkan kecintaan juga berarti memastikan anak-anak tidak melupakan kekhasan daerahnya. Anak-anak Surabaya perlu terus diajari tidak mudah menyerah, tidak cengeng karena karakter arek Suroboyo itu pejuang dan berani, masak cengeng dan menyerah,” katanya.