Jejak Perjalanan Wallace Dihidupkan Lagi di Makassar
Pameran berbagai karya untuk mengingat kembali warisan Alfred Russel Wallace menjadi salah satu bagian penting gelaran Pekan Wallacea 2019.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pameran berbagai karya untuk mengingat kembali warisan Alfred Russel Wallace menjadi salah satu bagian penting gelaran Pekan Wallacea 2019. Jejak peninggalan dari perjalanan Wallace di Nusantara, penelusuran kembali oleh lembaga dan media, hingga inovasi dan tantangan ke depan adalah beberapa hal yang ditampilkan dalam pameran yang mulai dibuka pada Sabtu (23/11/2019) hingga sepekan mendatang.
Berbagai jejak peninggalan Wallace hingga instalasi seni tersebut dipamerkan di atrium utama Nipah Mall, Makassar, Sulawesi Selatan. Pameran ini akan berlangsung hingga Kamis (28/11/2019).
Wallace adalah seorang penemu besar di Indonesia. Akan tetapi, yang mengenalnya masih sedikit.
Sangkot Marzuki, anggota Dewan Pembimbing Yayasan Wallacea, mengatakan, pameran ini menjadi bagian tidak terpisahkan untuk menghidupkan kembali jejak perjalanan Wallace selama di Indonesia. Berbagai temuan, fakta perjalanan, dan perkembangan terbaru berusaha ditampilkan dalam pameran ini.
”Wallace adalah seorang penemu besar di Indonesia. Akan tetapi, yang mengenalnya masih sedikit. Sudah selayaknya kita mengingat kembali siapa Wallace, dan di Indonesia inilah dua teori besar dunia pada abad ke-19 ditemukan,” kata Sangkot, dalam sambutannya pada pembukaan pameran.
Selain Sangkot, hadir juga Colms Downes, Director for English, Education and Society British Council Indonesia, dan Femmy Soemantry, Senior Programme Manager British Council.
Menurut Sangkot, Wallace adalah seorang penemu besar yang jejak dan warisannya masih terus ada sampai sekarang. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang-orang tahu dan memahami tentang siapa dan apa temuan Wallace. Ini agar dijaga dan terus dikembangkan ke depannya.
Colms Downes menuturkan, dalam penjelajahannya, Wallace tidak hanya menuliskan tentang fauna atau flora saja. Akan tetapi, Wallace juga bercerita tentang budaya, adat istiadat, hingga kehidupan dan ragam masyarakat. Wallace telah mencatatkan keberagaman tinggi di tempat yang disinggahinya di Indonesia.
Kami ingin agar orang-orang terinspirasi dari Wallace, tentang warisannya dan tentang keberagaman yang ia tunjukkan.
Oleh karena itu, tambah Colms, semangat keberagaman yang dituturkan Wallace menjadi pendorong untuk mewujudkan kegiatan Pekan Wallacea yang juga beragam. Selain pameran, digelar pula berbagai kegiatan lain yang akan berlangsung selama satu pekan mendatang.
”Kami ada pameran, ada pemutaran film, ada story telling, ada simposium, ada bincang-bincang. Kami ingin agar orang-orang terinspirasi dari Wallace, tentang warisannya, dan tentang keberagaman yang ia tunjukkan,” kata Downes.
Dalam pameran ini, mereka yang terlibat memang begitu beragam. Selain menampilkan katalog sosok dan perjalanan Wallace secara visual dan interaktif, juga ada berbagai hal yang dipamerkan dalam pameran ini.
Ekspedisi Wallacea Harian Kompas yang berlangsung pada awal 2019 ini juga turut ditampilkan dalam pameran. Temuan lapangan dan foto yang dimuat secara berseri sejak September hingga akhir Oktober dipajang di salah satu blok pameran.
Selain itu, tenun dan petenun dari kawasan timur Indonesia juga hadir dan siap berinteraksi dengan pengunjung. Sebuah instalasi seni di pojok pameran menjadi salah satu magnet pengunjung.
Pameran dalam Pekan Wallacea menjadi salah satu bagian dalam peringatan sosok dan jejak Wallace di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan British Council bersama banyak lembaga dan pihak terkait ini menginjak kali ketiga dan pertama kali dilakukan di salah satu lokasi penjelajahan Wallace.
Wallace, sang naturalis Inggris ini, datang ke Indonesia sekitar tahun 1860. Ia menjelajahi bagian tengah dan timur Indonesia, mencatat keragaman fauna di Indonesia. Dari penelusurannya, ia membuat sebuah hipotesis adanya garis maya yang membedakan fauna di sebagian daerah Indonesia.
Garis tersebut kini dinamakan Garis Wallace, sementara kawasan yang masuk garis itu disebut Kawasan Wallacea, yang terdiri dari Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Di Indonesia pulalah, tepatnya di Ternate, Wallace menulis, menyempurnakan, dan mengirim makalah berjudul ”On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type” berisi ide teori seleksi alam kepada Charles Darwin di London, Inggris, dengan bantuan kapal uap Belanda, Maret 1858 (Kompas, Senin, 9/9/2019).