Seusai kebakaran, lahan-lahan bekas terbakar di Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau mulai dibuka untuk pertanian dan perkebunan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Seusai kebakaran, lahan bekas terbakar di Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau mulai dibuka untuk pertanian dan perkebunan. Tak hanya dibuka, di Desa Tanjung Taruna, kawasan yang dibuka pun terbakar karena gambut yang kering dengan banyaknya kanal dibuka.
Pembukaan lahan terjadi dalam waktu satu hingga dua bulan belakangan di sekitar Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. Dari pantauan Kompas, setidaknya terdapat dua lokasi pembukaan lahan dengan dibuat kanal-kanal baru di Kota Palangkaraya dan tiga aktivitas pembukaan lahan di Desa Tanjung Taruna, Kabupaten Pulang Pisau.
Di Desa Tanjung Taruna, pada Senin (18/11/2019) pagi asap membubung dari arah dalam hutan dan perkebunan. Jalan masuk ke kawasan itu hanya berlapis tanah dan pasir. Warga sekitar menyebutnya Jalan Listrik karena memang sepanjang jalan terdapat tiang-tiang listrik lengkap dengan kabelnya meski hanya terdapat tiga sampai lima rumah dan pondok di dalam kawasan itu.
Titik api berada sekitar 11 kilometer dari ujung Jalan Listrik itu. Setelah ditelusuri Kompas, di dalam terdapat aktivitas pembukaan lahan menggunakan satu ekskavator. Sedikitnya 80 hektar sudah dibuka, api berada di tengah dan merambat ke pinggir dari bekas potongan atau garukan alat berat ke tanaman yang sudah mengering.
Asap pun membubung tinggi saat itu. Lalu, Selasa (19/11/2019), Kompas kembali ke tempat itu saat hujan turun. Lokasi terbakar hanya tersisa asap-asap kecil di tengah kayu-kayu yang hangus.
Salah satu pekerja di lokasi yang mengaku bernama Silalahi mengungkapkan kalau api berasal dari arah utara lokasi kebakaran. Ia bersama ekskavatornya justru membuat batas agar api tidak meluas ke perkebunan di sekitarnya.
Ia juga mengaku kalau baru bekerja selama dua bulan di lokasi dan tidak mengetahui siapa pemilik lahan yang sedang ia kerjakan. ”Rencananya memang mau ditanam sengon semua ini, tetapi memang belum karena masih harus kerja (pembukaan),” ujar Silalahi.
Semua sudah dikerahkan untuk memadamkan api. Beberapa kali pejabat juga datang ke sini untuk melihat kondisi kebakaran hutan dan lahan. Kami apresiasi sekali. Karena itu, api cepat padam karena perhatiannya besar.
Silalahi mengungkapkan, dirinya bekerja dihubungi oleh orang-orang terdekat pemilik lahan yang tidak pernah ia temui. ”Paling yang sering ke sini, ya, ajudannya bos-bos saja,” katanya.
Kejadian kebakaran itu disayangkan Kepala Desa Tanjung Taruna Udin Agon. Ia tidak mengetahui adanya pembukaan lahan di wilayah desanya karena memang tidak ada laporan.
Ia hanya khawatir api akan merambat hingga ke wilayah lainnya. Apalagi, selama 2019, wilayah Desa Tanjung Taruna terbakar lebih kurang 150 hektar.
”Semua sudah dikerahkan untuk memadamkan api. Beberapa kali pejabat juga datang ke sini untuk melihat kondisi kebakaran hutan dan lahan. Kami apresiasi sekali. Karena itu, api cepat padam karena perhatiannya besar,” ungkap Udin.
Udin menjelaskan, kawasan yang sedang dibuka tidak seluruhnya kawasan Desa Tanjung Taruna. Sebagian dari yang dibuka juga merupakan kawasan Desa Paduran Sebangau. Bahkan, sekitar 20 kilometer dari lokasi kebakaran merupakan kawasan Taman Nasional Sebangau (TNS) melewati Sungai Sebangau.
Meskipun pembukaan lahan ataupun kebakaran tidak masuk dalam kawasan taman nasional, dampak asap dari kebakaran tersebut meluas hingga ke permukiman juga kawasan taman nasional.
Gambut dalam
Udin menjelaskan, kawasan Tanjung Taruna sebagian besar merupakan kawasan gambut dalam. Kedalam gambut mencapai 2 hingga 3 meter. ”Itu sulitnya kalau gambut sudah terbakar; yang bisa padamkan hanya hujan,” katanya.
Melihat hal itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, kebakaran saat ini justru semakin sering terjadi mendekati musim hujan. Menurut dia, para pembakar lahan akan jauh merasa aman ketika memasuki musim hujan karena tak perlu khawatir kebakaran meluas.
”Banyak lokasi yang memang sengaja dibakar. Ini bukan masalah pribadi atau perusahaan, melainkan soal penegakan hukum,” kata Dimas.
Dimas mengungkapkan, pembukaan lahan di kawasan gambut berdampak pada rusaknya gambut. Pasalnya, saat membuka untuk pertanian atau perkebunan, para pemilik modal membentuk kanal-kanal yang mampu membuat gambut jauh lebih kering.
Tak hanya di Pulang Pisau, sampai saat ini kebakaran juga masih melanda Kota Palangkaraya, seperti di Kelurahan Sabaru dan sekitar jalan Mahir Mahar. Tak banyak petugas pemadam, apalagi relawan, yang memadamkan api. Apalagi, status tanggap darurat sudah dicabut Pemerintah Provinsi Kalteng.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadaman Kebakaran (BPBPK) Darliansjah tak banyak berkomentar mengenai hal itu. Namun, pihaknya langsung menurunkan tim untuk memadamkan api di lokasi kebakaran di sekitar Palangkaraya. ”Kami monitor terus (pergerakan api), terima kasih informasinya,” ujarnya.