Seratus Tahun Metamorfosis RSCM
Selasa, 19 November 2019, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang berstatus sebagai rumah sakit rujukan nasional genap berusia 100 tahun.
Lorong sempit selebar 2 meter yang terletak di antara Gedung H dan Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo ramai lalu lalang pengunjung dan petugas medis. Sesekali tampak pengunjung berjalan pelan sambil menenteng map persegi berisi hasil rekam medik. Tak jarang pula sejumlah perawat mendorong pasien yang terbaring di atas tempat tidur beroda, lengkap dengan selang infus yang menggantung.
Suasana rumah sakit rujukan nasional itu tampak ramai oleh aktivitas layanan kesehatan, Senin (18/11/2019) pukul 13.00. Di sejumlah bagian layanan terlihat antrean pengunjung untuk mendapat layanan ataupun menemani kerabat mereka berobat. Beberapa di antara mereka menggunakan kursi roda dan masih mengenakan perban di tubuhnya.
Di bagian farmasi, misalnya, terjadi penumpukan pasien yang hendak mengambil obat. Seorang petugas mengumumkan lewat pelantang suara agar pasien mengumpulkan nomor antrean demi mempercepat layanan. Hesti (47), warga Kabupaten Bogor, yang menemani anak lelakinya berobat, misalnya, mengatakan sudah lebih dari dua jam menanti obat buat anaknya. ”Kalau antrean konsultasi ke dokter cepat, yang lama itu antre obat,” ujarnya.
Setahun terakhir ini, ia bolak-balik datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menemani anaknya berobat. Anak lelakinya yang berusia 22 tahun menderita penyakit autoimun dengan gejala antara lain luka-luka di sekujur tubuhnya, termasuk bagian mata. Bahkan, anaknya sempat tidak dapat menggerakkan kakinya.
Upaya pengobatan ke sejumlah fasilitas kesehatan di daerah tempat tinggalnya tak membuahkan hasil. Bahkan, tim medis kesulitan mendiagnosis penyakitnya yang memiliki gejala beraneka macam. Akhirnya, anaknya dirujuk ke RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
”Syukur sekarang anak saya sudah bisa jalan,” katanya. Selama menemani anaknya menjalani pengobatan di rumah sakit rujukan nasional itu, ia mengeluhkan lambannya proses pengantaran rekam medis ke poliklinik sehingga beberapa kali anaknya antre layanan dari pagi hingga sore hari.
Sementara di lorong lain, akhir pekan lalu, terlihat Padmi (35) bersama sanak saudaranya duduk melingkari tiga kotak bekal yang dibawanya dari rumah. Kotak pertama berisi nasi putih. Kotak kedua berisi tempe dan tahu bacem serta ayam goreng. Kotak ketiga berisi sayur kacang panjang yang dicampur dengan tauge. Sayup terdengar suara Padmi menyuruh adiknya untuk mengerok lehernya yang dirasa pegal.
”Capek juga semalam belum tidur nungguin pindahan di ruang rawat biasa. Penuh,” kata Padmi yang anaknya sedang dirawat karena gangguan autoimun. Ia selalu berharap anaknya bisa sehat kembali dan beraktivitas seperti biasa. Sebagai pasien BPJS, ia mengatakan, anaknya tetap mendapatkan perawatan yang baik. Hanya, memang terkadang perlu menunggu karena banyaknya pasien yang juga mengantre untuk mengakses layanan.
Baca juga: Kombinasi Terapi Target dan Kemoterapi Jadi Terobosan Pengobatan
Kisah Tia dan Padmi hanya segelintir dari ratusan ribu orang yang menggantungkan harapan akan kesembuhan anggota keluarganya yang dirawat di RSCM, Jakarta. Kini, Selasa, 19 November 2019, rumah sakit yang berstatus sebagai rumah sakit rujukan nasional ini genap berusia 100 tahun. Selama itu pula, banyak pasien dari seluruh wilayah Indonesia dikirimkan dengan berbagai latar belakang penyakit.
”Sebagai rumah sakit rujukan nasional, kami wajib menerima kondisi pasien yang sudah tidak bisa ditangani di semua kelas rumah sakit. Kalau misalnya tidak ada jalan lain, mereka biasanya langsung menuju RSCM dengan persoalan penyakit yang banyak membutuhkan perawatan di ICU (unit layanan intensif),” kata Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti.
Berdiri pada 1919, RSCM dirancang untuk bisa melayani masyarakat luas di bidang kesehatan sekaligus memajukan pendidikan kedokteran di Indonesia. Rumah sakit ini pernah berganti nama beberapa kali.
Awalnya, rumah sakit ini bernama Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ), yang bangunannya disatukan dengan STOVIA, sekolah dokter waktu itu. Penggabungan ini kemudian saling memudahkan keduanya. STOVIA lebih mudah mendapatkan pasien yang diperlukan bagi pendidikan, sementara CBZ dimudahkan memperoleh tenaga spesialis untuk pelayanan kesehatan.
Baca juga: Perawatan Pasien Bibir Sumbing Harus Komprehensif
Pada 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, rumah sakit ini berubah nama menjadi Ika Daiku Byongin/Rumah Sakit Perguruan Tinggi. Kemudian berubah menjadi Roemah Sakit Oemoem Negeri (RSON) pada tahun 1945 dan Rumah Sakit Umum Pusat pada 1950. Rumah sakit ini baru resmi menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo pada 1964.
Kini, berbagai perkembangan telah terjadi. Dari semula hanya melayani 300 pasien, rumah sakit yang bertanggung jawab sebagai pusat rujukan, pendidikan, dan penelitian ini setidaknya sudah menangani 4.000 pasien rawat jalan setiap hari. Berbagai fasilitas pendukung pun tersedia, mulai dari instalasi gawat darurat (IGD), layanan rawat jalan dan rawat inap, unit diagnostik seperti laboratorium dan radiologi, serta unit tindakan seperti bedah, radioterapi, layanan jantung terpadu, dan bayi tabung.
Sejumlah terobosan baru juga telah banyak dicapai dari berbagai disiplin ilmu kedokteran di RSCM. Beberapa di antaranya adalah stem cell, pemanfaatan robotik untuk layanan prostat, bayi tabung, transplantasi hati, transplantasi ginjal, dan intervensi nonbedah.
Untuk memperluas layanan, rumah sakit tersebut telah membuka kelas layanan eksekutif di Gedung Kencana beberapa tahun lalu. Rumah sakit yang selama ini dikenal dengan layanan bagi masyarakat kurang mampu dengan bangunan tua yang terkesan kusam dan suram pun membenahi bangunannya agar terlihat lebih mentereng dan nyaman bagi pengunjung.
Gedung Kencana yang baru beberapa tahun lalu selesai dibangun itu dihubungkan dengan sebuah lorong menuju gedung lama rumah sakit tersebut. Begitu memasuki layanan eksekutif itu, sejumlah pengunjung tampak sedang duduk di sofa yang ada di lobi utama gedung.
Suasana interior lobi itu tak ubahnya rumah sakit swasta kelas atas. Di salah satu sudut ruangan terdapat grand piano. Pengunjung yang hendak bersantap bisa mendatangi sejumlah kafe di lokasi itu. Kesan nyaman dan mewah terlihat di lobi yang luas berpendingin ruangan itu.
Akreditasi internasional
Lies menuturkan, pengembangan fasilitas dan inovasi terus dilakukan agar semakin banyak warga menggunakan layanan di rumah sakit itu dengan lebih mudah. ”Kami hanya ingin menekankan pada nilai-nilai yang kami yakini, yaitu menolong dan memberi yang terbaik untuk masyarakat dan bangsa,” ucapnya.
Baca juga: Akreditasi Internasional Bukti Pengakuan
Perolehan akreditasi internasional yang telah didapatkan RSCM pun tidak semata-mata agar diakui di tingkat global, tetapi juga sebagai kepastian bahwa seluruh layanan yang diberikan telah terstandar dengan baik. Layanan berstandar internasional ini diberikan kepada semua pasien yang datang dengan jaminan apa pun.
Selain itu, melalui akreditasi internasional, akan semakin banyak warga dunia memercayakan kesehatannya kepada Indonesia. Perbaikan sistem pun menjadi prioritas yang akan dilakukan dalam jangka pendek dan menengah RSCM. Perluasan layanan ICU diharapkan terwujud untuk memperluas layanan masyarakat. Kini baru ada 68 tempat tidur untuk ICU di RSCM.
Penguatan rumah sakit binaan RSCM pun terus didorong. Hal ini penting agar semakin banyak pasien dengan penyakit tertentu bisa ditangani lebih dini.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bidang Forensik dan Medikolegal Budi Sampurna mengungkapkan kebanggaan akan segala prestasi yang diraih RSCM. Menurut dia, kualitas layanan serta pengembangan pendidikan dan penelitian berjalan pesat. Sumber daya manusia yang dimiliki RSCM merupakan sumber daya unggulan di dunia internasional.
Kualitas layanan serta pengembangan pendidikan dan penelitian berjalan pesat. Sumber daya manusia yang dimiliki RSCM merupakan sumber daya unggulan di dunia internasional.
Hanya, ia menambahkan, dukungan pendanaan untuk pengembangan riset dan teknologi masih perlu ditingkatkan. Harapannya, kerja sama dengan sektor swasta lebih terbuka agar ke depan perbaikan dan inovasi lebih mudah dilakukan.
Dengan demikian, wajah dunia kesehatan dan kedokteran Indonesia bisa diwakilkan dengan keberadaan RSCM yang terus bermetamorfosis dalam layanan dan inovasi bidang kedokteran. ”Harapannya, ini masih akan terus berlanjut sampai 100 tahun lagi pengabdian RSCM untuk bangsa,” ujarnya.