Promosi dan degradasi atlet diterapkan oleh PB PASI dengan mengembalikan 24 atlet ke daerah masing-masing, dan memasukan atlet-atlet yunior ke pelatnas. Cabang atletik mulai fokus mencetak atlet-atlet kelas dunia.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia atau PB PASI mendegradasi 24 atlet dari pemusatan latihan nasional. Mereka akan dikembalikan ke daerah masing-masing, dan posisinya akan diisi oleh para atlet remaja dan yunior. Mekanisme promosi dan degradasi atlet ini merupakan langkah PB PASI yang fokus menjalankan program jangka panjang untuk melahirkan atlet-atlet kelas dunia.
"Sejak muncul Lalu Muhammad Zohri yang menjadi juara dunia Kejuaraan Dunia Yunior 2018, kami jadi sadar bahwa standar atletik nasional sudah meningkat. Untuk itu, momentum ini jangan disia-siakan. Kami ingin mendulang lebih banyak atlet muda guna dibina lebih baik agar bisa menjadi juara dunia-juara dunia baru, Zohri-Zohri baru," ujar manajer pelatnas PB PASI Mustara Musa sebelum mengumumkan daftar atlet yang didegradasi di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Sabtu (26/10/2019).
Sebanyak 24 atlet yang didegradasi itu terdiri atas 18 putra dan 6 putri dari berbagai nomor pertandingan. Para atlet itu telah menghuni pelatnas dari paling singkat 1 tahun hingga paling lama 7 tahun. Ada juga dua pelatih yang dicoret.
Dari sekian banyak atlet itu, ada sejumlah nama beken yang didegradasi seperti sprinter Bayu Kertanegara dan Sudirman Hadi, serta pelari gawang putri Ken Ayuthaya Purnama. Bayu adalah anggota inti tim estafet 4x100 meter yang meraih perak Asian Games 2018. Sudirman adalah pemegang rekornas yunior lari 100 meter dengan 10,41 detik sebelum dipecahkan Zohri. Adapun Ken Ayuthaya selama ini dijuluki "The Next" Emilia Nova, pelari gawang elite nasional.
Mustara mengatakan, proses degradasi ini dilakukan secara adil, bukan faktor suka atau tidak suka dengan personal atlet. Para atlet itu terdegradasi karena tidak mampu melampaui limit pelatnas yang ditentukan PB PASI, ada juga yang cedera, mengundurkan diri, hingga mengikuti pendidikan kemiliteran.
Bayu dicoret lebih karena cedera hamstring kanan yang dirasakannya ketika ikut Universiade 2019 di Napoli, Italia, beberapa waktu lalu. Sedangkan Sudirman maupun Ken Ayuthaya dicoret karena tidak lolos limit waktu. Limit 100 meter senior adalah 10,47 detik, sedangkan Sudirman hanya mencapai waktu 10,55 detik pada Kejuaraan Nasional 2019.
"Para atlet yang didegradasi itu akan dikembalikan ke daerah masing-masing. Pembinaan mereka diharapkan terus berlanjut selama di daerah, apalagi masih ada rangkaian kualifikasi PON Papua 2020 hingga gelaran PON tersebut tahun depan," kata Mustara.
Mustara menuturkan, posisi para atlet yang didegradasi itu akan segera diisi oleh para atlet remaja dan yunior. Mereka disiapkan untuk mengikuti Kejuaraan Asia Tenggara Atletik Remaja di Jakarta, pada April 2020. Dengan keberadaan mereka, Indonesia bertekad mengikuti semua nomor yang ada dan merebut juara umum.
Di sisi lain, mereka juga jadi bagian rencana jangka panjang PB PASI dalam mencetak juara dunia-juara dunia atau Zohri-Zohri baru. "Pembinaan atlet remaja dan yunior ini lebih enak. Sejak awal, kita sudah bisa setir mau bagaimana mereka ke depan. Dan evaluasinya lebih mudah, satu tahun tidak ada perkembangan, mereka akan dicoret. Kalau atlet senior, mereka sudah sulit untuk berkembang lagi. Dan pemantauannya pun lama, yakni butuh dua-tiga tahun. Jadi, lebih baik sekarang kita fokus ke atlet remaja dan yunior saja. Apalagi, fakta membuktikan yang remaja dan yunior ini bisa berbuat banyak di pentas dunia, seperti yang dilakukan Zohri," tutur Mustara.
Jangan putus asa
Pelatih sprint PB PASI Eni Nuraini mengutarakan, para atlet yang terdegradasi tidak boleh putus asa. Keputusan ini harus jadi pemicu semangat mereka agar lebih baik. Mereka pun diharapkan bisa membuktikan diri dan kembali lagi ke pelatnas. "Pintu pelatnas tidak pernah tertutup untuk mereka. Kalau mereka bisa membuktikan diri di luar sana, mereka bisa kembali lagi ke pelatnas. Untuk itu, jangan menyerah dan terus semangat berlatih," ujar Eni.
Atlet jalan cepat peraih tiga emas SEA Games Hendro Yap menyampaikan, mereka yang bertahan di pelatnas bukan berarti mereka istimewa. Semuanya "berdarah-darah" untuk bertahan di pelatnas. Ia mencontohkan dirinya yang pernah putus ligamen lutut ACL dan sudah mengalami pengapuran di lutut, untuk memperjuangkan posisi di pelatnas.
"Saya harap, rekan-rekan yang didegradasi tidak pernah putus asa. Terus berjuang, terus kerja keras untuk menjadi lebih baik. Saat ini, mungkin bukan waktunya kalian di pelatnas. Tapi, ke depan, saya harap kita semua bisa kumpul lagi di pelatnas," kata Hendro.
Sudirman Hadi menyampaikan, dirinnya sudah sejak tujuh tahun lalu atau sejak 2012 di pelatnas tanpa pernah terdegradasi. Pencoretannya saat ini lebih karena kondisinya yang tidak bugar. Sejak 2014, dia terkena cedera hamstring. Cedera itu kambuhan dan terasa lagi jelang Kejurnas 2019.
Untuk itu, dia gagal mengeluarkan penampilan terbaik pada Kejurnas kemarin. "Tapi, saya tidak kecewa. Saya akan terus giat berlatih. Saya ingin gabung lagi di pelatnas. Apalagi, saya ingin sekali tampil di SEA Games yang sampai sekarang belum kesampaian," tegas Sudirman Hadi yang akan memilih menetap di Jakarta dan tetap berlatih di Stadion Madya Senayan tersebut.