Sistem Kontrol Diduga Turut Menyebabkan Jatuhnya Boeing 737 MAX
Masalah mekanis dan desain dalam sistem kontrol penerbangan Boeing 737 MAX diduga menjadi adalah faktor kunci dalam kecelakaan pesawat maskapai Lion Air JT-610 di utara Karawang, Jawa Barat, tahun 2018.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·2 menit baca
JAKARTA, RABU — Masalah mekanis dan desain dalam sistem kontrol penerbangan Boeing 737 MAX diduga menjadi adalah faktor kunci dalam kecelakaan pesawat maskapai Lion Air JT-610 di utara Karawang, Jawa Barat, tahun 2018. Hal itu diungkapkan tim penyelidik Indonesia dalam pertemuan tertutup kepada para keluarga korban penumpang pesawat naas itu di Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Dari sejumlah keluarga korban terdengar ketidakpuasan sekaligus kemarahan. Hal ini terkait dengan tidak adanya pernyataan tim penyelidik yang ditujukan kepada manajemen Boeing selaku produsen pesawat naas itu ataupun kepada pihak maskapai dalam laporan terakhir tim terkait kecelakaan tersebut. ”Kami tidak puas dengan penjelasan dari penyelidik, tetapi kami tidak punya pilihan selain menerimanya,” kata Epi Syamsul Qomar, seorang bapak yang kehilangan putranya dalam kecelakaan itu.
Seluruh penumpang dan awak yang total berjumlah 189 orang tewas ketika JT-610 Lion Air menghantam Laut Jawa tak lama setelah lepas landas dari Jakarta pada 29 Oktober 2018. Beberapa bulan kemudian, pesawat milik maskapai Ethiopian Airlines dengan jenis yang sama, ET-302, juga jatuh dan menewaskan 157 orang di dalamnya. Boeing 737 MAX kemudian dilarang mengudara di seluruh dunia.
Investigasi awal terhadap kedua kecelakaan tersebut mengindikasikan adanya masalah pada Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), yakni sebuah mekanisme penanganan penerbangan otomatis yang tidak dapat dikendalikan oleh pilot. Dalam presentasinya, pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia mengatakan kepada kerabat korban bahwa laporan mereka akan mencakup masalah itu, di mana dikatakan MCAS sebagai ”faktor yang berkontribusi” dalam kecelakaan itu.
”Terkait desain dan sertifikasi (Boeing 737 MAX), asumsi dibuat terkait tanggapan pilot terhadap kerusakan yang, meskipun konsisten dengan pedoman industri saat ini, ternyata tidak benar,” demikian tercantum dalam materi presentasi pada pertemuan itu.
Terungkap bahwa sistem itu rentan terhadap satu-satunya sensor yang menjadi sandarannya untuk dimasukkan. Padahal, sensor itu sudah diganti sebelumnya oleh pihak Lion Air, tetapi diduga ada salah perhitungan selama perbaikan. Tidak adanya panduan bagi pilot Lion 737 MAX pun akhirnya menambah masalah dalam upaya mengatasi kerusakan kala itu.
”Karena laporan itu belum secara resmi dirilis oleh otoritas investigasi, masih terlalu dini bagi kami untuk mengomentari isinya,” demikian dikatakan seorang juru bicara Boeing. Pihak Lion Air sendiri, maskapai terbesar di Asia Tenggara berdasarkan jumlah penerbangannya, tidak menjawab permintaan komentar.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh regulator internasional mengatakan bahwa Administrasi Penerbangan Federal AS tidak memiliki tenaga dan keahlian untuk sepenuhnya mengevaluasi MCAS jet ketika menyertifikasi pesawat. (AFP/REUTERS)