Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga menganugerahkan Soetandyo Award 2019 kepada Akhol Firdaus, Direktur Institute for Javanese Islam Research Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, Jawa Timur.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Direktur Institute for Javanese Islam Research Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, Jawa Timur, Akhol Firdaus menerima penghargaan Soetandyo Award 2019 dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Falih Suaedi, Sabtu (19/10/2019), di Surabaya.
SURABAYA, KOMPAS — Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga menganugerahkan Soetandyo Award 2019 kepada Akhol Firdaus. Direktur Institute for Javanese Islam Research Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, Jawa Timur, tersebut dinilai mewarisi nilai-nilai pluralisme, keadilan, dan demokrasi seperti yang dimiliki salah satu pendiri FISIP Unair, Prof Soetandyo.
Pemberian penghargaan Soetandyo Award ke-5 tersebut dilakukan di Kampus C Unair, Surabaya, Sabtu (19/10/2019). Penghargaan diserahkan Dekan FISIP Unair Falih Suaedi didampingi Ketua Juri Soetandyo Award 2019 Ramlan Surbakti dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Akhol juga merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap perempuan.
Ramlan menuturkan, Akhol yang berasal dari kalangan mayoritas konsisten membela hak-hak beragama kalangan minoritas. Dosen berusia 41 tahun itu selalu membela kebebasan beragama dan berkeyakinan, terutama bagi kelompok penghayat kepercayaan. ”Akhol juga merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap perempuan,” katanya.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Direktur Institute for Javanese Islam Research Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, Jawa Timur, Akhol Firdaus
Menurut Falih, Soetandyo Award yang ke-5 ini diberikan untuk anak muda, berbeda dengan penyelenggaraan empat tahun sebelumnya yang diberikan kepada tokoh-tokoh berusia matang.
Empat penerima Soetandyo Award terdahulu adalah Guru Besar Antropologi Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati (2015), Sosiolog Universitas Indonesia Imam B Prasodjo (2016), aktivis perempuan Esti Susanti Hudiono (2017), dan Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah (2018).
”Tahun ini kami sepakat untuk memberikan kepada kaum muda karena penerima penghargaan dari tokoh muda bisa masuk ke entitas kaum milenial, calon pemimpin masa depan,” tuturnya.
Juri mengamati Akhol selama sekitar enam bulan. Menurut Falih, mencari sosok seperti Akhol yang berjuang dalam sepi secara konsisten bukan hal mudah. Konsistensinya dalam membela hak-hak kaum minoritas perlu diteladani oleh masyarakat. ”Akhol berasal dari kampus sehingga bisa mengimplementasikan di dalam dan luar kampus,” ucapnya.
Akhol dengan rendah hati menyatakan bahwa dirinya tidak pantas menerima penghargaan ini. Menurut dia, kegiatan pendampingan kelompok penghayat kepercayaan merupakan bagian dari perjuangan untuk memberikan kesetaraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Direktur Institute for Javanese Islam Research Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, Jawa Timur, Akhol Firdaus memberikan pidato seusai menerima penghargaan Soetandyo Award 2019 dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu (19/10/2019), di Surabaya.
Sejak 2008, Akhol terlibat dalam isu kelompok penghayat kepercayaan, terutama di Jatim. Saat ini, hak-hak kelompok penghayat kepercayaan sudah lebih baik, tetapi masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Salah satunya pengisian kolom agama di kartu tanda penduduk.
”Penulisan kepercayaan di kolom agama KTP tidak menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap penghayat. Lebih baik menghilangkan kolom agama agar seluruh masyarakat mendapatkan kelas yang sama,” tuturnya.
Penghargaan Soetandyo Award kali ini, bagi Akhol, menjadi momentum untuk meningkatkan dedikasi terhadap isu-isu hak asasi manusia dan memanusiakan manusia. Sebab, diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok penghayat kepercayaan diakuinya masih ada di masyarakat. ”Diskriminasi yang berlangsung masif dan sistematis itu menghasilkan situasi genosida kelompok kepercayaan agama lokal,” ucapnya.
Soetandyo Award mulai diadakan sejak 2015 untuk menghormati dedikasi almarhum Prof Soetandyo Wignyosoebroto yang meninggal 2 September 2013. Dia merupakan dekan pertama dan salah satu pendiri FISIP Unair, juga peraih Yap Thiam Hien Award 2011 serta pernah menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.