Maliki yang merupakan warga komunitas suku Batin IX, penghuni asli hutan ini, sebenarnya terbuka dengan kehadiran pendatang seperti Nadeak. Namun, yang disesalkan, kehadiran tamu kerap diikuti tumbangnya ribuan pohon.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·5 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang warga suku Batin IX melihat vegetasi tua yang ditebangi perambah liar yang membakar restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Batanghari, Jambi, Jumat (27/9/2019). Pekan lalu, 18 warga pendatang ditangkap aparat Kepolisian Resor Batanghari terkait pembakaran hutan yang merupakan ruang hidup komunitas suku pedalaman itu.
Mat Maliki (60), warga komunitas Suku Batin IX, hanya diam menyaksikan para ibu dan anak menangis. Sudah 19 orang, termasuk suami dan ayah mereka, ditahan pasca-operasi di Hutan Harapan, Kabupaten Batanghari, akhir September lalu. Keadaan itu menyisakan dilema.
Kepada aparat yang berjaga, sejumlah ibu terus memohon suami mereka untuk dipulangkan. ”Anak-anak kami kehilangan ayahnya,” ujar Nadeak (62), perempuan perantau asal Sumatera Utara.
Sejak peristiwa itu, para ibu dan anak selalu berkumpul di salah satu rumah warga. Setiap ada aparat mendekat, mereka bergegas pasang badan.
Aparat telah memberikan surat peringatan kepada semua warga. Sejumlah spanduk juga dipasang di titik-titik strategis, yang isinya mengultimatum warga untuk meninggalkan hutan sampai batas waktu 30 September 2019.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang warga suku Batin IX melihat vegetasi tua yang ditebangi perambah liar yang membakar kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Batanghari, Jambi, Jumat (27/9/2019). Pekan lalu, 18 warga ditangkap aparat Kepolisian Resor Batanghari terkait pembakaran hutan yang merupakan ruang hidup komunitas suku pedalaman itu.
Maliki yang merupakan warga komunitas suku Batin IX, penghuni asli hutan ini, sebenarnya terbuka dengan kehadiran pendatang seperti Nadeak. Namun, yang disesalkan adalah kehadiran tamu kerap diikuti tumbangnya ribuan pohon.
Kali ini, Maliki tak berdaya menyaksikan seluruh tanaman di sekelilingnya rebah ke tanah. Kesedihan bertambah menyaksikan pohon-pohon itu dibakar. Sejak akhir Agustus lalu, ia mendapati sudah lebih dari 300 kali kebakaran di sana.
Maliki dan seluruh warga Batin IX berjuang siang malam untuk memadamkan api. Mereka dibantu 80-an petugas pengelola restorasi ekosistem Hutan Harapan.
Anehnya, setiap kali api padam di satu titik, tiba-tiba api muncul lagi di dekatnya. Keanehan inilah yang dicermati aparat Kepolisian Resor Batanghari. Kapolres Ajun Komisaris Besar Muhammad Santoso mengindikasikan ada praktik perambahan terorganisasi di sana. Perambahan itu terang-terangan dan masif.
Timnya mendapati ada logo organisasi petani pada hampir setiap rumah pendatang itu. ”Keterlibatan organisasi petani sedang kami dalami,” katanya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang warga suku Batin IX memandangi vegetasi tua yang ditebangi perambah liar yang membakar restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Batanghari, Jambi, Jumat (27/9/2019). Pekan lalu, 18 warga pendatang ditangkap aparat Kepolisian Resor Batanghari terkait pembakaran hutan yang merupakan ruang hidup komunitas suku pedalaman itu.
Perambahan lahan
Penyidik terus menelusuri pihak-pihak di balik terjadinya perambahan dengan cara membakar lahan itu. Dalam praktik ini, ia mendapati ada pihak diuntungkan. Mereka mengoordinasikan pembagian lahan serta menawarkan dan menunjukkan lahan bagi pendatang. ”Termasuk ada pula yang membagi-bagikan lokasi dan menentukan harganya,” katanya.
Terhadap warga pendatang, pihaknya berupaya menindak tanpa kekerasan. Sebab, bisa jadi mereka hanyalah korban dari ulah para auktorintelektualis. ”Jika ditemukan masih ada warga di lokasi akan kami fasilitasi untuk pulang ke kampungnya,” ucapnya.
Juru Bicara Pengelola Hutan Harapan Adam Aziz melihat kebakaran itu berpola. Titik-titik api muncul di sepanjang tepian akses masuk ke dalam hutan. Akses itu awalnya dibuat untuk mempermudah akses patroli, tetapi dimanfaatkan para pendatang merambah hutan.
Dari penelusuran, pihaknya menemukan ada auktorintelektualis di balik perambahan itu. Penguasaannya menyebar pada 40 blok dalam Hutan Harapan. Masing-masing blok luasnya 60 hektar. Itu berarti penguasaan oleh sang auktor mencapai 2.400 hektar.
”Ia diketahui menjual lahan Rp 1 juta per hektar kepada pendatang,” ujarnya. Jika dihitung-hitung, rupiah yang diraup pelaku bisnis perambahan ini mencapai Rp 2,4 miliar.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang polisi memeriksa vegetasi tua yang ditebangi perambah liar yang membakar restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Batanghari, Jambi, Jumat (27/9/2019). Pekan lalu, 18 warga pendatang ditangkap aparat Kepolisian Resor Batanghari terkait pembakaran hutan yang merupakan ruang hidup komunitas suku pedalaman itu.
Pada salah satu blok baru, misalnya, sudah lebih dari 50 rumah dibangun dalam 6 bulan terakhir di wilayah Sungai Jerat. Setelah membeli lahan, para pendatang menyiapkan ribuan bibit sawit. Seluruh bibit akan ditanam setelah hamparan hutan selesai dibakar.
Terorganisir
Berkaca pada pengalaman tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan tak lepas dari praktik perambahan teroganisasi. Dalam laporan berjudul ”Di Balik Tragedi Asap”, yang merupakan catatan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 Asia Foundation dan Perkumpulan Skala, disebutkan ada banyak pihak terlibat di balik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menghanguskan 2,7 juta hektar hutan dan lahan di seluruh Indonesia.
Center for International Forestry Research (Cifor) mendapati pihak terkait itu mulai dari pengklaim lahan, pemasar lahan, kelompok tani, elite lokal, hingga pengusaha sawit. Distribusi keuntungan pun terjadi pada transaksi lahan di lapangan. Keuntungan itu diperoleh penebas dan penebang hutan, pengurus kelompok tani, oknum aparat desa atau kecamatan, pemasar lahan, dan pengklaim lahan.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Aparat memberi peringatan keras para perambah untuk meninggalkan areal restorasi ekosistem Hutan Harapan, Kabupaten Batanghari, Jambi, hingga batas waktu 30 September 2019. Aktivitas ilegal membuka lahan dengan cara membakar telah mengakibatkan rusaknya ekosistem itu.
Untuk tahun ini, kebakaran sepanjang Januari-pertengahan September 2019 mencapai 328.724 hektar. Guru Besar IPB University Bambang Hero Sahardjo pun menemukan ada kesamaan motif pembakaran lahan pada tahun ini dan 2015.
Selain untuk menekan biaya pembersihan lahan, pelaku membakar hutan dan lahan untuk mendapatkan abu hasil pembakaran. Abu yang kaya mineral cocok bagi pertumbuhan tanaman sawit.
Penyiapan dan pembersihan lahan tanpa membakar biasanya memakan biaya besar karena menggunakan alat berat. Biayanya hingga Rp 50 juta per hektar. Bandingkan membuka lahan dengan cara bakar nyaris tak memerlukan modal.
Kompas
Seorang ibu dan anak-anaknya dari komunitas adat Batin IX mencari air bersih ke sungai terdekat yang berada dalam kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan, Kabupaten Batanghari, Jambi.
Ia menyebut model perambahan itu sebagai kejahatan terorganisir. Karenanya, penegakan hukum harus tegas menindak praktik-praktik yang merugikan manusia dan lingkungan. ”Penegakan hukum harus berefek jera,” ujarnya.
Hutan Harapan seluas 98.000 hektar hingga kini masih dihuni 200-an keluarga suku Batin IX. Hutan itu juga habitat alami bagi 307 spesies burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 spesies tanaman endemik.
Sebanyak 26 spesies di antaranya berstatus langka dan kritis, seperti harimau sumatera, gajah sumatera, tapir, ungko, anjing hutan, trenggiling, dan rangkong. Hidup pula, 1.300 spesies tanaman, yang sebagian besar bermanfaat sebagai bahan makanan dan obat bagi komunitas adat itu.
Oleh karena itu, Mat Maliki menyambut baik upaya penegakan hukum terhadap para perambah Hutan Harapan. Tanpa itu, kehidupan komunitas Batin IX yang bergantung pada hutannya akan terancam punah seiring lenyapnya pohon-pohon kehidupan. Butuh waktu panjang menghidupkan kembali hutan yang rusak.
Para pendatang menangis karena penangkapan aparat. ”Dan, kami pun menangis melihat pohon-pohon mati. Hangus terbakar,” ujarnya.
Kompas
Masyarakat pedalaman suku Batin IX sudah turun-menurun menempati Hutan Harapan yang kini berstatus sebagai kawasan restorasi ekosistem, di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan, Rabu (17/6/2015). Tekanan besar berupa perambahan dan pembalakan liar yang dilakukan sejumlah kelompok pendatang menggerus keragaman hayati dalam hutan. Upaya perlindungan mendesak demi menyelamatkan hutan hujan dataran rendah yang tersisa di Sumatera ini.