Rp 40,75 Miliar Diduga Mengalir ke Rekening, KPK Tetapkan Eks Pejabat Pertamina Jadi Tersangka
Sementara Siam merupakan perusahaan yang didirikan Bambang dan berkedudukan hukum di British Virgin Island. Perusahaan ini dibuat untuk menampung penerimaan uang dari Kernel Oil.
Oleh
Sharon Patricia
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Upaya pemberantasan praktik mafia minyak dan gas ternyata terus berjalan. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bambang Irianto, Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service Pte. Ltd.
Bambang diduga menerima uang sedikitnya 2,9 juta dollar AS (Rp 40,75 miliar) karena membantu pihak swasta berkait bisnis migas di lingkungan Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES). KPK akhirnya meningkatkan kasus ini ke tingkat penyidikan pada Selasa (10/9/2019) setelah menyelidiki sejak Juni 2014.
“Kami telah mengonfirmasi sejumlah temuan dugaan praktek mafia minyak dan gas (migas). Bahkan, dalam perkara ini ditemukan bagaimana alur suap dilakukan lintas negara dan menggunakan perusahaan cangkang di yurisdiksi asing yang masuk dalam kategori tax haven countries,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Selasa.
Pada periode tahun 2010 hingga 2013, melalui rekening perusahaan Siam Group Holding Ltd, Bambang diduga menerima uang sekurang-kurangnya 2,9 juta dollar AS atau setara Rp 40,75 miliar. Uang ini merupakan imbalan karena Bambang telah membantu pihak Kernel Oil Pte. Ltd terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) di Singapura dan pengiriman kargo.
Kernel Oil merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES. Saat Bambang menjabat Vice President (VP) Marketing, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina yang dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
Sebelumnya, pada periode 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES. Khususnya dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES.
Sementara Siam merupakan perusahaan yang didirikan Bambang dan berkedudukan hukum di British Virgin Island. Perusahaan ini dibuat untuk menampung penerimaan uang dari Kernel Oil karena Bambang telah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
“Sebagai imbalannya, diduga BTO (Bambang Irianto) menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri. Ini juga yang menjadi salah satu kendala kami karena melibatkan otoritas lintas negara,” kata Laode.
Sebelumnya, pada Mei 2015, Presiden Joko Widodo telah menyatakan perang terhadap praktek Mafia Migas hingga membubarkan Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang berkedudukan hukum di Hong Kong. Bambang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Petral sebelum diganti tahun 2015.
Pembubaran Petral dilakukan karena diyakini terdapat praktik mafia migas dalam perdagangan minyak yang ditugaskan pada anak perusahaan PT Pertamina Persero, termasuk Petral dan PES. Secara paralel sebagai fokus dan dukungan KPK terhadap prioritas memerangi mafia migas, KPK melakukan penelusuran lebih lanjut.
Dalam kasus ini ditemukan bahwa kegiatan sesungguhnya dilakukan oleh PES, sementara Petral diposisikan seperti “paper company”. KPK pun fokus mengungkap penyimpangan yang terjadi di PES tersebut.
Kamuflase
Pada 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengarahkan agar Pertamina meningkatkan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber-sumber utama. Atas arahan itu, maka dalam pengadaan dan perdagangan PES seharusnya mengacu pada pedoman yang dibuat.
Pedoman tersebut menyebutkan penetapan penjual atau pembeli yang akan diundang untuk ikut dalam competitive bidding atau direct negotiation mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dengan urutan prioritas, yaitu NOC (national oil company), refiner/producer, dan potential seller/buyer.
Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PES adalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PES. Namun, pada kenyataannya tidak semua perusahaan yang terdaftar pada DMUT PES diundang mengikuti tender PES.
“Tersangka BTO bersama sejumlah pejabat PES menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender. Salah satu NOC yang sering diundang untuk mengikuti tender dan akhirnya menjadi pihak yang mengirimkan kargo untuk PES, yaitu Emirates National Oil Company (ENOC),” ujar Laode.
Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan perusahaan minyak nasional (NOC) guna memenuhi syarat pengadaan. Padahal, minyaknya berasal dari Kernel Oil. Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES.
Tujuan semula
Awalnya, dengan target menciptakan Ketahanan Nasional di bidang energi, PT Pertamina (Persero) membentuk fungsi Integrated Supply Chain (ISC). Fungsi ini bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.
Untuk mendukung target tersebut, Pertamina mendirikan beberapa perusahaan subsidiari yang dimiliki dan dikendalikan penuh, yakni Petra dan PES.
Laode menyampaikan, Petral tidak memiliki kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif. Sementara PES menjalankan kegiatan bisnis utama, yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) secara nasional.
“Kami sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor migas. Pasalnya, sektor energi ini merupakan sektor yang krusial bagi Indonesia. Dilihat dari tujuan pembentukannya, Petral ataupun PES sebenarnya dibentuk untuk menjamin ketersediaan BBM secara nasional,” kata Laode.
Dengan begitu, sesungguhnya hal ini terkait langsung dengan kepentingan masyarakat Indonesia. Hingga 2019, penerimaan dari sektor migas masih menjadi andalan pemerintah untuk mendorong kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNPB). Terlihat dari target PNBP dari sektor migas mencapai 42,2 persen dari target dalam APBN 2019.
Penggeledahan
Untuk kepentingan penyidikan, KPK telah menggeledah 5 lokasi di Jakarta pada kurun waktu 5-6 September 2019. Lokasi-lokasi tersebut, antara lain, empat rumah di Jalan Pramukasari 3; Komplek Ligamas, Pancoran; Cempaka Putih Timur; dan di Jalan Cisanggiri II Petogogan, Kebayoran Baru. Adapun satu apartemen di Salemba Residence.
Dari penggeledahan tersebut KPK menyita dokumen pengadaan dan data aset. Laode menyampaikan, dikarenakan dugaan penerimaan suap cukup signifikan maka KPK akan terus berupaya melakukan penelusuran dan asset recovery.
Untuk lebih mendukung upaya pencegahan korupsi dan menghindari terjadinya praktik kotor dalam pengelolaan BUMN, maka KPK mengimbau para pejabat kementerian lembaga dan BUMN serta perusahaan terkait yang memiliki kerja sama atau kontrak pengadaaan barang atau jasa dengan perusahaan dari luar negeri agar tidak menerima suap atau gratifikasi.
“Demikian juga pada korporasi asing yang memiliki bisnis di Indonesia diminta agar tidak memberikan suap atau gratifikasi kepada pejabat pejabat kementerian lembaga dan BUMN,” ujar Laode.