Liberalisasi penerbangan di kawasan Asia Tenggara turut andil dalam menghubungkan titik-titik pariwisata di wilayah ini. Integrasi pariwisata Asia Tenggara diyakini dapat memacu pertumbuhan pariwisata di setiap negara anggota ASEAN.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha dari Bangkok, Thailand
·3 menit baca
BANGKOK, KOMPAS — Liberalisasi penerbangan di kawasan Asia Tenggara turut andil dalam menghubungkan titik-titik pariwisata di wilayah ini. Integrasi pariwisata Asia Tenggara diyakini dapat memacu pertumbuhan pariwisata di setiap negara anggota ASEAN.
Penasihat Kementerian Luar Negeri Thailand Vijavat Isarabhakdi menilai sektor pariwisata sebagai komponen pertumbuhan ekonomi terpenting bagi negara-negara anggota ASEAN.
”Potensi pariwisata di Asia Tenggara melimpah,” ujarnya dalam acara pengenalan corak livery atau desain eksterior pesawat bertema ”Sustainable ASEAN” yang dioperasikan Grup Airasia, di Bangkok, Thailand, Jumat (9/8/2019).
Integrasi pariwisata, lanjut Vijavat, telah mendapat dukungan dari liberalisasi dunia penerbangan atau open skies di kawasan Asia Tenggara, yang diratifikasi sejak 2015. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas regional dan domestik serta meningkatkan peluang perdagangan di ASEAN.
Berdasarkan data Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), pada 2018 pergerakan wisatawan internasional mencapai 1,4 miliar orang. Adapun pada tahun yang sama, pertumbuhan kunjungan wisatawan asing di kawasan Asia-Pasifik mencapai 6 persen.
CEO Airasia Group Tony Fernandes mengatakan, sebelum ratifikasi liberalisasi dunia penerbangan, pertumbuhan maskapai di setiap negara ASEAN terbatasi oleh regulasi di setiap negara yang berbeda antara satu dan yang lain.
Apabila dimanfaatkan secara tepat, Tony menilai, ratifikasi liberalisasi dunia penerbangan efektif dalam memperkuat integrasi pariwisata di kawasan ASEAN. Pasalnya, regulasi membentuk ekosistem pasar transportasi udara tunggal yang terpadu.
”ASEAN open skies justru harus menjadi ajang pembuktian pelaku bisnis penerbangan di Asia Tenggara dapat bersaing dengan baik untuk mendorong pertumbuhan industri pariwisata,” ujarnya.
Ratifikasi liberalisasi dunia penerbangan efektif dalam memperkuat integrasi pariwisata di kawasan ASEAN. Pasalnya, regulasi membentuk ekosistem pasar transportasi udara tunggal yang terpadu.
Seiring dengan liberalisasi dunia penerbangan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia telah membuka lima kota untuk dapat diterbangi dari sembilan negara ASEAN. Kelima kota itu adalah Jakarta, Surabaya, Medan, Bali, dan Makassar.
Saat dihubungi dari Bangkok, Direktur Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas Sari Lenggogeni menyebutkan, pengembangan konektivitas udara efektif menjaring target pasar prioritas, yakni wisatawan asing dari kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah serta negara China dan Australia.
”Saya tidak berharap banyak dengan pasar Eropa, tetapi untuk pasar Timur Tengah, China, dan Australia dapat kita serap lewat liberalisasi penerbangan dari Malaysia dan Singapura,” ujarnya.
Adanya peningkatan jumlah wisatawan membuat pendapatan devisa dari sektor pariwisata ikut tumbuh. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), sepanjang 2018, sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar 14,11 miliar dollar AS, tumbuh 7,7 persen dari 2017 yang mencapai 13,1 miliar dollar AS.
Meski sektor pariwisata di Indonesia memasuki tren pertumbuhan positif, Sari tetap mengingatkan pemerintah untuk tidak meninggalkan perhatian pada destinasi wisata yang sudah menjadi andalan ketika sibuk membuka pasar baru.
”Jangan sampai karena sibuk cari pasar baru, pemerintah tidak menjaga dan gagal mempertahankan tingkat kunjungan ulang wisatawan akibat penurunan kualitas destinasi wisata,” lanjutnya.
Pada 2017, UNWTO melaporkan, tingkat kunjungan wisatawan asing ke Indonesia baru mencapai 17,03 juta wisatawan. Posisi Indonesia masih berada di bawah Thailand yang sebesar 35,38 juta wisatawan, Malaysia (25,94 juta wisatawan), dan Singapura (17,42 juta Wisatawan).
Pariwisata berkelanjutan
Tony Fernandes mengatakan, selain efek positif, peningkatan kunjungan wisatawan akibat integrasi pariwisata punya potensi menimbulkan efek negatif, seperti ketimpangan ekonomi dan penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu, maskapai AirAsia berkomitmen menjalankan mekanisme pariwisata secara berkelanjutan.
Untuk mendukung konsep berkelanjutan, AirAsia mendorong pemberdayaan komunitas masyarakat di daerah-daerah yang menjadi destinasi rute penerbangan maskapai. Pemberdayaan dilakukan melalui lembaga AirAsia Foundation dan juga program bertajuk ”Journey-D”.
AirAsia Foundation menyuntikkan dana CSR perusahaan ke sektor-sektor usaha berskala mikro yang dijalankan oleh masyarakat. Sementara program ”Journey-D” melibatkan staf internal maskapai AirAsia untuk memberikan pelatihan guna meningkatkan kapasitas masyarakat lokal di bidang hospitaliti.
”Pariwisata keberlanjutan tidak hanya soal lingkungan hidup, tetapi kita harus memastikan pariwisata tidak mengganggu dan merusak tatanan sosial,” ucapnya.