RUU Keamanan Siber Jangan Tumpang-tindih dengan Regulasi Lain
Rancangan pasal-pasal dalam draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber diharapkan tidak tumpang-tindih dengan regulasi lain, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan RUU Perlindungan Data Pribadi. Jika pasal-pasal tersebut timpang-tindih, bisa timbul ketidakpastian hukum kepada masyarakat.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
KOMPAS/SRI REJEKI
Suasana di TrendLabs, Manila, Filipina, laboratorium yang menangani teknis, riset, dan pengembangan dari Trend Micro, perusahaan yang bergerak di bidang keamanan internet dan komputasi awan. Tren ke depan, pengamanan tidak lagi sebatas di perangkat digital kita, melainkan dilakukan langsung di internet sebelum ancaman, seperti perangkat halus yang berbahaya (malicious software) sampai di perangkat kita.
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan pasal-pasal dalam draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber diharapkan tidak tumpang-tindih dengan regulasi lain, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan RUU Perlindungan Data Pribadi. Jika pasal-pasal tersebut timpang-tindih, bisa timbul ketidakpastian hukum kepada masyarakat.
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, RUU Keamanan dan Ketahanan siber sebaiknya tidak perlu mengatur pasal pidana terkait kejahatan siber. Sebab, pasal-pasal tersebut sudah diatur dalam UU ITE.
”UU ITE telah mengatur pasal-pasal pidana terkait kejahatan siber, seperti kejahatan siber yang mengatur kejahatan penyebaran virus lewat komputer, meminta dan memanipulasi sandi seseorang, hingga kejahatan konvensional seperti ujaran kebencian, hoaks, dan pelecehan seksual melalui internet,” ujarnya dalam diskusi ”Meneropong Arah Kebijakan Keamanan Siber Indonesia” di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG
Diskusi ”Meneropong Arah Kebijakan Keamanan Siber Indonesia” di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Wahyudi mengatakan, RUU Keamanan Siber ini merupakan inisiatif dari DPR dan pembahasannya perlu dikawal seluruh pihak. Menurut dia, jika nantinya ada pasal pidana yang tertuang dalam RUU ini, hal itu bisa memunculkan potensi ketidakpastian hukum di masyarakat.
”Apalagi, saat ini juga sedang ada pembahasan terkait RUU Perlindungan Data Pribadi yang juga mengatur terkait persoalan transaksi data melalui sistem siber. Oleh karena itu, jangan sampai ada tumpang-tindih pasal dalam regulasi ini,” katanya.
Menurut Wahyudi, sebaiknya RUU Keamanan Pribadi difokuskan untuk memperkuat infrastruktur pertahanan siber di tiap lembaga pemerintah. Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan pendekatan berbasis HAM dalam pembentukan RUU tersebut.
”Dalam melakukan pengamanan siber, pemerintah perlu juga melindungi hak individu dalam masyarakat. Sebab, setiap masyarakat juga memiliki akses terhadap internet,” ujarnya.
Dalam melakukan pengamanan siber, pemerintah perlu juga melindungi hak individu dalam masyarakat. Sebab, setiap masyarakat juga memiliki akses terhadap internet.
Direktur Proteksi Pemerintah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Ronald Tumpal mengatakan, saat ini pemerintah sedang mendiskusikan batasan agar pasal-pasal yang ada dalam RUU Keamanan Siber tidak tumpang-tindih.
”UU ITE lebih banyak membahas konsepsi perlindungan terhadap data, konten, dan transaksi elektronik. Sementara RUU Keamanan Siber membahas koordinasi kerja dan batasan masing lembaga untuk memperkuat infrastruktur keamanan siber,” katanya.
Ronald menjelaskan, nantinya perlu ada harmonisasi dalam RUU Kemananan Siber, UU ITE, dan RUU Pengamanan Data Pribadi untuk memperkuat regulasi siber di Indonesia. Pemerintah juga akan segera menyusun daftar inventaris masalah agar RUU Kemanan Siber bisa segera dibahas dengan DPR.
Belum selesai
Anggota Komisi I DPR, Jerry Sambuaga, mengatakan, RUU Kemanan Siber dipredikasi tidak akan disahkan anggota DPR periode 2014-2019. Sisa waktu masa sidang yang ada tidak akan cukup untuk menyelesaikan pembahasan RUU ini.
”Kemungkinan akan dibahas kembali oleh anggota DPR periode selanjutnya. Ada potensi pembahasan RUU ini akan kembali lagi ke awal karena ada anggota DPR baru yang kebijakan politiknya bisa saja berbeda dengan anggota sebelumnya,” katanya.
Jerry menjelaskan, saat ini DPR juga masih menunggu penyusunan draf final terkait RUU Keamanan Siber ini. Tidak hanya RUU Keamanan Siber, melainkan RUU Perlindungan Data Pribadi juga diprediksi tidak akan selesai dibahas dalam periode kali ini.