Modus okupasi lewat pengerahan massa telah mengganggu investasi di sektor kehutanan. Dari 19 konsesi kehutanan di Provinsi Jambi, tak satu pun luput dari incaran klaim lahan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Kebakaran kerap terjadi dalam kawasan hutan yang dirambah. Setelah kayu-kayu besar dicuri, batang kayu kecil dibiarkan berserak di lahan untuk dibakar. Setelah itu, lahan dibuka menjadi kebun karet atau sawit. Tampak kawasan hutan yang dirusak di wilayah Kabupaten Batanghari terpantau dari udara, Minggu (27/8/2017).
JAMBI, KOMPAS — Modus okupasi lewat pengerahan massa telah mengganggu investasi di sektor kehutanan. Dari 19 konsesi kehutanan di Provinsi Jambi, tak satu pun luput dari incaran klaim lahan.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Provinsi Jambi Alizar mengatakan, pengerahan massa dari luar daerah untuk merambah hutan-hutan konsesi di Jambi diketahui berlangsung secara terorganisasi. Para pelakunya tak segan mengintimidasi dan menyerang secara massal para pekerja di hutan.
”Praktik okupasi massa yang diwarnai berbagai tindak kekerasan sudah sangat meresahkan. Akibatnya, pengelola dan para pekerja di lapangan tidak dapat optimal bekerja,” kata Alizar, Selasa (23/7/2019).
Salah satunya dialami pemegang konsesi hutan tanaman industri PT Arangan Lestari di Kabupaten Tebo. Menurut Alizar, perusahaan tidak bisa beroperasi sejak terjadi pengerahan massa yang mengokupasi habis areal konsesi usaha itu seluas 9.800 hektar.
”Perusahaan akhirnya hengkang sebab lahannya habis dibuka dan dikuasai warga,” ujarnya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang anggota tim patroli Hutan Harapan di batas Jambi dan Sumatera Selatan menyaksikan kebun-kebun sawit meluas di dalam kawasan restorasi ekosistem tersebut, Kamis (6/9/2018). Pemberantasan perambahan liar mendesak dilakukan demi memastikan terciptanya pelestarian hutan alam tersisa di dataran rendah Sumatera ini.
Sejak November 2018 hingga Juli 2019, penyerangan massal berlangsung pada empat wilayah konsesi. November lalu, sekelompok massa berunjuk rasa dan menduduki kamp perusahaan hutan tanaman industri PT Agronusa Alam Sejahtera di Kabupaten Sarolangun.
Massa kemudian menguasai alat-alat berat, merusak kamp, dan menjarah perlengkapan perusahaan. Sebelumnya, massa pun tanpa izin memanen jabon perusahaan hingga seluas 448 hektar untuk dibuka menjadi permukiman dan kebun karet.
Tindakan serupa dilakukan massa lainnya pada April 2019 di kamp PT Samhutani, Kabupaten Sarolangun. Selain membakar kamp, massa juga menjarah kendaraan dan aset yang ada di sana. Juni lalu, sekelompok warga membakar lima alat berat PT Lestari Asri Jaya di Kabupaten Tebo.
Kasus terbaru, pada pertengahan Juli lalu, lebih dari 100 orang yang tergabung dalam kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) menyerang kamp PT Wira Karya Sakti (WKS) dan menganiaya pekerja perusahaan serta petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan Provinsi Jambi. Massa merusak dan menjarah isi kamp, mengakibatkan kerugian materiil sekitar Rp 10 miliar.
Alizar menyebutkan, tak satu pun dari 19 izin konsesi kehutanan di Jambi luput dari ancaman okupasi. Selama konflik terjadi, pemerintah selalu membentuk tim terpadu penyelesaian konflik. Ironisnya, konflik-konflik itu tak ada yang selesai hingga kini.
”Ada kecenderungan aparat hanya berupaya meredam, tetapi tidak menuntaskan masalahnya sehingga konflik mencuat kembali,” ucapnya.
Pertengahan Juli lalu, lebih dari 100 orang yang tergabung dalam kelompok Serikat Mandiri Batanghari menyerang kamp PT Wira Karya Sakti dan menganiaya pekerja perusahaan serta petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan Provinsi Jambi.
Juru bicara PT WKS, Taufiqurrohman, menambahkan, okupasi yang diwarnai rangkaian penyerangan dan intimidasi menyulitkan pihaknya menggarap lahan. Pada Distrik VIII yang diokupasi kelompok SMB, sekitar 8.000 hektar tidak dapat ditanami.
Kepala Bidang Penanganan Konflik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jambi Sigit Eko Yuwono mengatakan, kelompok SMB dibubarkan. Pihaknya juga akan memulangkan anggota kelompok itu yang diketahui seluruhnya merupakan warga Lampung.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Pembakaran lahan berlangsung hampir setiap hari di kawasan Hutan Penelitian Biotrop, Kecamatan VIII Kota, Kabupaten Tebo, Jambi, seperti terlihat pada Sabtu (8/5/2011). Namun, tak pernah ada upaya pengendalian dari petugas yang berwenang. Hal itu mengakibatkan kerusakan hutan yang diikuti perambahan liar seluas 2.000 hektar.