Irigasi Rusak, Petani Gunakan Pompa Alirkan Air ke Sawah
Lebih dari 45 persen saluran irigasi di Jawa Barat rusak sehingga menyebabkan sawah kekeringan. Sejumlah petani menggunakan pompa untuk mengairi sawah mereka dengan menyedot air dari sungai terdekat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Lebih dari 45 persen saluran irigasi di Jawa Barat rusak sehingga memicu kekeringan di sejumlah daerah. Untuk meminimalkan kerugian, sejumlah petani menggunakan pompa untuk mengairi sawah dengan menyedot air dari sungai terdekat.
Salah satu irigasi yang rusak terdapat di Tegalluar, Kabupaten Bandung. Dinding irigasi rompal. Sementara salurannya dipenuhi sedimentasi, gulma, dan sampah. Karena tidak dialiri air, sawah menjadi kering. Tanahnya retak-retak sehingga tidak dapat langsung ditanami.
Kekeringan sudah melanda kawasan itu sejak dua bulan lalu. Sejumlah petani menggunakan pompa untuk menyedot air dari Sungai Cikeruh. Salah satunya, Jajang (42), yang harus memakai selang sepanjang 200 meter untuk mengalirkan air ke sawahnya.
“Sawah saya tidak terlalu jauh dari sungai. Jadi, masih bisa pakai pompa. Namun, butuh waktu tiga hari untuk mengairi sawah sebelum lahan diolah,” ujarnya, Selasa (16/7/2019).
Sudrajat (50), petani di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, juga harus menggunakan pompa untuk mengairi sawahnya. Saluran irigasi di sekitar lokasi itu rusak karena banyak kebocoran pada dinding salurannya.
Sudrajat membendung air menggunakan batu dan tanah. Setelah air menggenang, dia memompanya untuk dialirkan ke sawah. “Belum tahu mau ditanam padi atau palawija. Yang penting sawah diairi dahulu karena sudah terlalu kering,” ujarnya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air Jabar Linda Al Amin mengatakan, 46,63 persen dari 99 daerah irigasi dengan luas 77.040 hektar yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jabar dalam kondisi rusak. Kerusakan juga terjadi pada 45,31 persen dari 363.692 hektar irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Linda mengatakan, kerusakan irigasi itu disebabkan berbagai faktor, di antaranya usia bangunan yang sudah tua, longsoran pada tebing irigasi, dan sedimentasi. Akibatnya, irigasi tidak berfungsi optimal untuk mengalirkan air ke sawah.
Menurut Linda, sejumlah irigasi, seperti di Kabupaten Indramayu, dibangun pada zaman kolonial Belanda. Pemeliharaan jaringan irigasi juga tidak maksimal karena keterbatasan anggaran.
Linda mengatakan, berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki saluran irigasi. Beronjong kawat dipasang menutup tanggul yang bocor. Sejumlah pompa disediakan untuk menyalurkan air ke sawah.
Kerusakan irigasi disebabkan berbagai faktor, di antaranya usia bangunan yang sudah tua, longsoran pada tebing irigasi, dan sedimentasi.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Hendy Jatnika mengatakan, mayoritas lahan terdampak kekeringan merupakan sawah tadah hujan. Selain itu, lokasinya jauh dari sumber air ditambah saluran irigasi yang rusak. Hingga Senin (15/7), sekitar 41.200 hektar sawah di Jabar dilanda kekeringan. Jumlah itu sekitar 6,9 peren dari luas tanam sawah di Jabar saat ini, yaitu 596.867 hektar.
“Prioritas saat ini menyelamatkan tanaman dengan memompa air dari sumber terdekat untuk disalurkan ke sawah,” ujarnya.
Hendy menuturkan, sejak awal Juni, pihaknya melalui penyuluh pertanian sudah menganjurkan petani untuk tidak menanam padi. Namun, masih banyak petani berspekulasi tetap menanam padi di musim kemarau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bandung memperkirakan musim kemarau akan terjadi hingga September. Oleh sebab itu, petani disarankan tidak menanam padi jika pasokan airnya tak menjamin hingga menjelang panen.