Pemanjat Indonesia Perkuat Nomor ”Lead” dan ”Boulder”
Indonesia berlimpah atlet panjat tebing kelas dunia di nomor speed, tetapi masih lemah di dua nomor lainnya, lead dan boulder. Padahal, untuk bisa tampil di Olimpiade Tokyo 2020, atlet perlu menguasai ketiga nomor itu.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski cukup sukses di nomor speed, tim panjat tebing Indonesia harus mengatasi ketertinggalan di nomor lead dan boulder. Hal ini penting karena tim ”Merah Putih” mengincar tiket lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 yang melombakan nomor kombinasi speed, boulder, dan lead.
Manajer Timnas Panjat Tebing Indonesia Pristiawan Buntoro mengatakan, para atlet baru menguasai nomor kecepatan. Padahal, untuk tampil di Olimpiade dibutuhkan keahlian pada dua nomor lainnya.
”Sambil mempertahankan keunggulan di nomor kecepatan, kami berharap bisa meningkatkan kemampuan di nomor lead dan boulder,” ujarnya dari Chamonix, Perancis, Minggu (14/7/2019).
Pada nomor speed, atlet berlomba menjadi yang tercepat. Pada nomor lead, atlet harus bisa memanjat sesuai jalur yang telah ditentukan hingga mencapai titik teratas. Sementara di nomor boulder, atlet ditantang menaklukkan dinding pemanjatan yang menyerupai tebing alami untuk menggapai titik tertentu.
Poin dari ketiga nomor itu diakumulasi untuk menentukan peringkat saat kualifikasi ataupun ketika lomba di Olimpiade 2020.
Berdasarkan aturan Federasi Olahraga Panjat Internasional (IFSC), terdapat tiga jalur kualifikasi Olimpiade, yaitu Kejuaraan Dunia di Hachioji, Jepang, 20-21 Agustus 2019; babak kualifikasi Olimpiade di Toulouse, Perancis, 28 November-1 Desember 2019; dan kejuaraan tingkat benua yang akan bergulir Mei 2020. Kuota peserta kategori putra dan putri masing-masing 18 atlet.
Untuk merebut tiket Olimpiade, tim ”Merah Putih” akan berjuang melalui jalur kualifikasi di Toulouse. Jalur ini dipilih dengan pertimbangan peluang lolos lebih besar berdasarkan peta kekuatan lawan. Lima atlet dipastikan akan tampil, yaitu Alfian M Fajri (Jateng), Aspar Jaelolo (DKI Jakarta), Fatchur Roji (Jatim), Aries Susanti Rahayu (Jateng), dan Nurul Iqamah (NTB).
Pristiawan menjelaskan, target Indonesia adalah mengantongi tiket ke Olimpiade 2020 di putra dan putri. ”Selanjutnya, di Olimpiade Paris 2024 kami memasang target medali emas karena nomor kecepatan akan dipisah dari nomor lainnya,” ujarnya.
Kesuksesan atlet Indonesia di nomor speed ditunjukkan oleh Alfian M Fajri. Atlet asal Solo, Jateng, itu meraih emas di seri Piala Dunia Chamonix, Perancis, Jumat (12/7). Alfian menjadi yang tercepat di nomor speed world record dengan catatan waktu 5,764 detik. Ia mengalahkan atlet China, Zhong Qixin, yang mencatatkan waktu 6,382 detik.
”Saya merasa semakin tenang dalam menghadapi tekanan,” kata Alfian mengenai kunci kemenangannya. Ini merupakan gelar kedua beruntun Alfian setelah pada April juara di seri Chongqing, China.
Kendala
Pristiawan menjelaskan, banyak hal yang menyebabkan prestasi Indonesia di nomor lead dan boulder tertinggal jauh dari negara lain. Pertama, infrastruktur panjat tebing baru dibangun beberapa tahun belakangan ini untuk menyukseskan Asian Games 2018.
Padahal, kita butuh ahli yang sudah mendunia untuk membuat jalur lead.
Infrastruktur yang belum merata menyebabkan kemampuan atlet-atlet daerah masih terbatas. Sementara atlet-atlet senior di pelatnas terbiasa dengan latihan kecepatan. Mereka belum menguasai teknik di nomor lead dan boulder, khususnya terkait volume dan poin pegangan.
Problem kedua adalah Indonesia kekurangan ahli pembuat jalur. Sejauh ini hanya ada dua ahli pembuat jalur di Indonesia dengan sertifikasi tingkat Asia. ”Padahal, kita butuh ahli yang sudah mendunia untuk membuat jalur lead. Mendatangkan pelatih asing juga tidak mudah karena pelatih meminta Indonesia menyediakan pembuat jalur yang punya reputasi baik,” kata Pristiawan.