Warisan Dunia Ombilin Jadi Momentum Benahi Wisata Sumbar
Penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO menjadi momentum untuk membenahi pariwisata di Sumbar. Kabupaten/kota lainnya diharapkan turut menikmati peluang itu.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
SOLOK, KOMPAS — Penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto, sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO diperkirakan mendongkrak sektor pariwisata di Sumatera Barat. Selain Sawahlunto, kondisi ini juga menjadi momentum berbenah bagi kabupaten/kota lainnya agar turut menikmati peluang tersebut.
Direktur Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas Sari Lenggogeni, Sabtu, (13/7/2019), mengatakan, status warisan dunia itu menjadi kesempatan besar bagi Sumbar dalam memajukan sektor pariwisata. Destinasi skala internasional yang bertahun-tahun digarap Sawahlunto tidak hanya akan meningkatkan pengunjung kota tambang itu, tetapi kabupaten/kota lain di sekitarnya.
”Ini momentum bagi kabupaten/kota lain untuk terus berbenah. Memperkuat keunikan dan pengelolaan destinasi di daerah masing-masing,” kata Sari ketika dihubungi dari Kabupaten Solok, Sumbar.
Sari berpendapat, kelemahan sektor pariwisata di Sumbar terlalu fokus pada promosi, tetapi masih kurang dalam penyiapan produk dan pengelolaannya. Potensi pariwisata akhirnya tidak tergarap maksimal. Padahal, salah satu kunci suksesnya pariwisata adalah memberikan pengalaman berkesan bagi turis sehingga tertarik untuk berkunjung kembali.
Selain itu, tidak ada/tidak dijalankannya rencana induk (masterplan) pariwisata, kata Sari, juga menjadi kelemahan. Daerah masih terkesan jadi pengikut daerah lain sehingga destinasi obyek wisata masing-masing tidak dikembangkan sesuai dengan potensi dan keunikannya.
Ini momentum bagi kabupaten/kota lain untuk terus berbenah. Memperkuat keunikan dan pengelolaan destinasi di daerah masing-masing.
”Selama ini, kebanyakan latah. Semestinya produk dibuat sesuai dengan karakteristik destinasi masing-masing, tidak harus meniru daerah lain. Wisatawan datang untuk melihat sesuatu yang menarik dan unik. Sawahlunto bisa jadi contoh karena serius menggarap wisata tambang,” ujar Sari.
Hal serupa diungkapkan pegiat pariwisata Sumbar, Yulnofrin Nafilus. Menurut Yulnofrin, status Sawahlunto sebagai kota yang memiliki situs warisan budaya dunia turut berdampak bagi pariwisata di kabupaten/kota lain. Untuk bisa sampai ke Sawahlunto, turis akan melewati kabupaten/kota lain.
”Saat berupaya mengembalikan lokomotif uap ’Mak Itam’ dari Museum Ambarawa ke Sawahlunto, saya selalu mengatakan, ’Mungkin tidak semua orang akan datang ke Sawahlunto dan naik lokomotif uap itu. Tapi, lokomotif uap itu akan jadi madu untuk menarik wisatawan datang ke Sumbar. Jadi, dampak status warisan budaya dunia ini tidak hanya untuk Sawahlunto, tetapi Sumbar,” kata Yulnofrin.
Yulnofrin juga mengingatkan agar kabupaten/kota di Sumbar menggarap pariwisata berdasarkan karakter daerah masing-masing. Sebab, turis berkunjung karena keunikan di destinasi yang tidak bisa ditemukan di daerah lain.
Yulnofrin menambahkan, selain mengembangkan destinasi wisata sesuai dengan potensi masing-masing, fasilitas dan pelayanan terhadap turis juga perlu dibenahi. Standar kebersihan di obyek wisata serta rumah makan dan toilet di sekitarnya harus terjaga sehingga turis nyaman saat berkunjung.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Sumbar Ian Hanafiah mengatakan, kabupaten/kota lainnya harus siap menyokong Sawahlunto serta mengambil peluang dari status sebagai warisan dunia yang disandang kota tambang itu. Antarkabupaten/kota memang harus saling mendukung, bukan saling meniru, untuk memaksimalkan potensi pariwisata Sumbar.
”Kepala daerah harus sadar dan paham bahwa pengembangan pariwisata butuh keunikan khas daerah,” kata Ian.