Pertahankan Pancasila dari Gempuran Ideologi Transnasional
Sistem demokrasi Pancasila seharusnya bisa matang di Indonesia. Nilai-nilai kreativitas tidak akan bisa tumbuh di tengah kultur masyarakat yang intoleran.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ideologi Pancasila harus terus dipertahankan dari gempuran ideologi transnasional yang berasal dari luar negeri. Benih-benih ideologi transnasional di dalam negeri dapat menimbulkan sikap intoleransi dalam kehidupan berbangsa.
Munculnya paham dan gerakan radikal yang ingin mengubah ideologi Pancasila tidak terlepas dari pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi. Saat ini, masyarakat dengan mudah terpapar pengaruh ideologi transnasional karena keterbukaan informasi.
Ketua DPR Bambang Soesatyo, di Jakarta, Rabu (3/7/2019), mengatakan, ideologi transnasional bisa menjadi benturan bagi ideologi Pancasila yang sudah puluhan tahun menjadi dasar negara Republik Indonesia. Menurut dia, doktrinisasi ideologi transnasional juga bisa berkembang dari masyarakat, elite parpol, dan pegawai pemerintahan yang telah terpapar.
”Ancaman ideologi transnasional ini tidak hanya berasal dari luar negeri, tetapi juga dari pegawai pemerintahan, masyarakat, dan elite parpol yang telah terpapar. Selain itu, di tengah pengaruh globalisasi, rasanya sulit bangsa ini harus menutup diri dari pengaruh negara asing,” ucap Bambang dalam seminar bertajuk ”Praktik dan Refleksi Kebudayaan dalam Dunia yang Berubah Cepat”, di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, perlu ada upaya perekrutan yang jelas bagi pegawai pemerintah agar tidak disusupi ideologi transnasional. Selain itu, elite parpol juga seharusnya memberikan contoh untuk tidak menyebarkan paham ideologi transnasional kepada masyarakat.
”Jika elite parpol telah terpapar ideologi transnasional, hal ini bisa berpengaruh dalam kebijakannya ketika membuat undang-undang di parlemen. Tentu saja, kebijakan tersebut bisa menjadi ancaman bagi ideologi Pancasila,” lanjutnya.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo mengatakan, saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi ironi karena segelintir orang ingin mengubah ideologi Pancasila.
”Ironisnya adalah saat bangsa lain kagum dengan nilai-nilai toleransi yang ada di dalam Pancasila, tiba-tiba ada segelintir orang yang malah ingin mengubah ideologi tersebut,” katanya.
Agus menyebutkan, Indonesia tidak perlu takut untuk membuka diri terhadap negara luar. Menurut dia, yang harus dilakukan adalah menumbuhkan daya saing agar nilai-nilai Pancasila juga semakin bisa dikenal bangsa lain.
”Jika ideologi Pancasila sudah kuat dan mengakar di kehidupan masyarakat, tentunya kita tidak perlu takut dengan ancaman ideologi lain yang berasal dari luar negeri,” ucapnya.
Kematangan demokrasi
Agus menuturkan, sistem demokrasi Pancasila seharusnya bisa matang di Indonesia. Ia berharap, setelah rangkaian pemilu presiden berakhir, tidak perlu lagi ada pengerahan massa atas nama agama tertentu yang bisa mencederai demokrasi.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, nilai-nilai kreativitas tidak akan bisa tumbuh di tengah kultur masyarakat yang intoleran. Budaya bangsa yang terbangun saat ini, lanjutnya, juga merupakan akulturasi dari pengaruh budaya asing yang pernah singgah di Indonesia pada era sebelum kolonialisme.
”Oleh sebab itu, kita harus pahami betapa pentingnya kolaborasi dengan negara lain, khususnya di bidang ekonomi kreatif, untuk mengejar ketertinggalan bangsa di bidang teknologi dan transfer ilmu,” katanya.