Faisal Oddang dan Raudal Tanjung Banua Raih Penghargaan
Oleh
Aditya Diveranta
·2 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Karya cerpenis Faisal Oddang (dua dari kiri) dan Raudal Tanjung Banua (dua dari kanan) terpilih menjadi cerpen terbaik dalam Malam Jamuan Cerpen Pilihan Kompas 2018 di Bentara Budaya, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
JAKARTA, KOMPAS – Harian Kompas menobatkan dua penulis cerita pendek, yakni Faisal Oddang dan Raudal Tanjung Banua sebagai ‘cerpenis’ pilihan pada acara Malam Jamuan Cerpen Kompas, di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (28/6/2019) malam. Kedua penulis ini memenangkan penghargaan cerpen pilihan yang pernah dimuat di harian Kompas selama kurun 2018 hingga awal 2019.
Karya Faisal berjudul Kapotjes dan Batu yang Terapung, serta karya Raudal berjudul Aroma Doa Bilal Jawad, bersanding dengan 23 cerpen pilihan lainnya di Malam Jamuan Cerpen Kompas, ajang penghargaan dalam memperingati ulang tahun Kompas ke-54. Dua cerpen ini dianggap sama-sama memiliki keunggulan, kekuatan, bobot, serta estetika bahasa.
Dalam diskusi, Tim Juri Cerpen Pilihan Kompas M Hilmi Faiq mengatakan, sebagian nilai yang ada dalam cerpen ini memiliki sejumlah kedekatan sosial pada kehidupan saat ini.
Dua cerpen pilihan dianggap sama-sama memiliki keunggulan, kekuatan, bobot, serta estetika bahasa
Pada Kapotjes dan Batu yang Terapung, pembaca disuguhkan sebuah cerita historis tentang korban kejahatan seksual yang dialami perempuan-perempuan Indonesia, baik pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, atau bahkan pada saat peristiwa kerusuhan Mei 1998. Cerita ini merupakan sebuah hal yang dekat dan menjadi pembicaraan di kampung Faisal.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pemenang dan finalis berfoto bersama dalam Malam Jamuan Cerpen Pilihan Kompas 2018 di Bentara Budaya, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Ketua Panitia Jamuan Cerpen Pilihan Kompas 2018, Maria Susy Berindra, mengatakan bahwa ada yang berbeda pada Malam Jamuan Cerpen kali ini. Hal tersebut terutama berkaitan dengan kemunculan penulis dari generasi yang cukup muda, yakni Faisal Oddang. Faisal pada malam itu menjadi finalis termuda dengan umur sekitar 25 tahun.
“Kehadiran penulis muda ini tentu akan menyenangkan bagi dunia literasi sastra,” ucap Susy.
Pimpinan Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy menyampaikan, hingga usia Kompas menginjak 54 tahun, dirinya bersyukur karena minat untuk menulis cerpen di surat kabar tidak pernah surut. Hal ini ia perhatikan sejak adanya antologi cerpen pilihan Kompas pada 1992 hingga sekarang.
Ia menjabarkan, ada sedikitnya sepuluh cerpen yang masuk ke redaksi Kompas setiap minggu. Sementara itu, daya tampung di koran hanya satu cerpen per minggu. Sehingga sepanjang tahun 2018, Kompas hanya dapat menerbitkan 53 cerpen di setiap pekan.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Pimpinan Redaksi Harian Kompas, Ninuk Mardiana Pambudy
Menghadapi keterbatasan itu, Ninuk menyampaikan bahwa kini Kompas menerbitkan kolom cerpen khusus pada portal digital situs Kompas.id. Nantinya, setiap akhir pekan, ada dua cerpen yang akan dimuat di kolom digital tersebut. Kompas akan tetap berupaya menjaga ketat kurasi demi menjaga mutu tulisan yang ada di portal digital.
“Kami harap upaya akomodasi pemuatan di portal digital Kompas.id pun akan sama bagusnya dengan yang ada di koran. Harapan saya, dari sini nantinya juga akan menghasilkan cerpenis bermutu dari kalangan muda. Apalagi di Kompas.id mestinya tidak lagi dibatasi oleh jumlah halaman seperti di koran,” ucap Ninuk.