Ditemukan, Ikan Transparan hingga Salep Luka dari Daun Beringin
Mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, menemukan solusi dari berbagai persoalan di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Solusi berbentuk inovasi itu dipamerkan dalam Young Scientist International Seminar and Expo, Selasa (25/6/2019).
Dalam kegiatan itu, puluhan penelitian mahasiswa dari berbagai jurusan diperkenalkan. Mulai dari cara melihat struktur dan anatomi tubuh ikan tanpa membedahnya, salep untuk mengobati luka pada sakit diabetes, hingga cara mengembangbiakkan ikan uceng yang mulai langka, dan inovasi lainnya.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, menemukan solusi dari berbagai persoalan di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Solusi berbentuk inovasi itu dipamerkan dalam Young Scientist International Seminar and Expo, Selasa (25/6/2019), di lapangan depan Gedung Rektorat Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Dalam kegiatan itu, puluhan penelitian mahasiswa dari berbagai jurusan diperkenalkan. Mulai dari cara melihat struktur dan anatomi tubuh ikan tanpa membedahnya, salep untuk mengobati luka pada sakit diabetes, hingga cara mengembangbiakkan ikan uceng yang mulai langka.
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya, misalnya, menemukan larutan yang dinamakan AL-CLASS (Cleared and Stained Specimens). AL-CLASS adalah campuran larutan gliserol dengan bahan tertentu yang bisa membuat tubuh ikan menjadi transparan sehingga terlihat tulang belulangnya.
”Ini bisa bermanfaat sebagai bahan bahan edukasi materi osteologi (ilmu tulang manusia dan hewan). Jika selama ini kita hanya belajar dari buku, dengan menjadikan obyek transparan, kita bisa mengamati secara langsung,” kata Rifqi Abdur Rohman (21), mahasiswa FPIK semester VII yang menjadi salah seorang peneliti.
Tim peneliti Al-CLASS terdiri dari Rifqi Abdur Rohman, Jannet Erssa Arianto Putri, Nanang Prasetiya, Bella Rafida Khairunnisa’, dan Nadaa Nurul Shaafiyah. Penemuan yang sudah kompetisikan pada Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan tersebut di bawah bimbingan dosen FPIK, Wahyu Endra Kusuma.
”Selama ini kami menggunakan ikan lemon, manfish, dan peperek. Namun, pada dasarnya ada beberapa fauna bisa dijadikan transparan, seperti katak dan tikus,” kata Rifqi.
Selain menjadikan tubuh ikan transparan, Al-CLASS juga membiaskan warna indah (merah, biru, ungu) pada tulang-tulang ikan. ”Dengan perbedaan warna itu, akhirnya bisa kita bedakan mana tulang keras dan tulang lunak ikan. Ini menjadikan pembelajaran lebih mudah dan menarik,” kata Nadaa (19) menambahkan.
Dengan perbedaan warna itu, akhirnya bisa kita bedakan mana tulang keras dan tulang lunak ikan. Ini menjadikan pembelajaran lebih mudah dan menarik.
Menariknya lagi, cairan itu tidak menjadikan tubuh ikan menjadi kaku. ”Ikan akan transparan, namun tetap bisa bergerak lentur sebagaimana seharusnya,” kata Nadaa.
Direndam dalam cairan AL-CLASS tersebut, menurut Rifqi dan Nadaa, ikan menjadi tahan lama hingga kapan pun. Berbeda dengan saat ikan diawetkan dengan cairan formalin, setiap lima tahun sekali cairan harus diganti agar ikan tidak busuk. ”Kekurangan formalin lainnya adalah warna ikan akan menjadi coklat, tidak menarik. Bau formalin pun cukup menyengat, sedangkan larutan AL-CLASS ini tidak,” kata Nadaa.
Selain menjadi bahan ajar, ikan transparan hasil dilarutkan dalam cairan AL-CLASS bisa menjadi suvenir. Para mahasiswa itu saat ini sudah berhasil menjual 21 produk ikan transparan menjadi suvenir. ”Produk kami lainnya juga menjadikan ikan transparan itu sebagai suvenir berupa vandel,” lanjutnya.
Produk buatan mahasiswa UB tersebut dipasarkan dengan harga Rp 150.000-Rp 300.000 per botol suvenir. Harganya lebih tinggi jika berbentuk vandel. Namun, harga itu jauh lebih murah apabila dibandingkan suvenir serupa. Menurut mereka, di Australia dan Jepang, suvenir serupa dijual 75 dollar AS per botol kecil.
Salep luka
Di tempat berbeda, sekelompok mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menemukan salep luka akibat diabetes dari daun pohon beringin (Ficus religiosa). Salep luka tersebut saat diuji coba pada tikus mampu menyembuhkan luka dalam waktu 12 hari.
”Saat ini akan kami teliti dengan mengujinya pada manusia. Ke depan, kalau hal ini berhasil, akan bisa menjadi terobosan pengobatan penyakit diabetes,” kata Bigy Nuuron Dana, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran UB, salah seorang penelitinya.
Saat ini akan kami teliti dengan mengujinya pada manusia. Ke depan, kalau hal ini berhasil, akan bisa menjadi terobosan pengobatan penyakit diabetes.
Para penemu salep bernama Fredom itu adalah Bigy Nuuron Dana, Agung Dwi Krisnayana, dan Nadya Vira Saputri. Mereka melakukan penelitian selama dua bulan untuk menghasilkan salep Fredom tersebut.
”Awalnya saya menduga akan kesulitan mendapatkan daun beringin dimaksud. Tetapi, rupanya di beberapa tempat di Malang, saat dicari, kami pun menemukannya,” kata Bigy.
Daun pohon beringin tersebut, menurut dia, mengandung beberapa zat phytochemical, seperti alkaloid, triterpenoid, glycosides, dan tannin. Semuanya mengandung analgesik (pereda nyeri), antimikrobial, antioksidan, dan lainnya yang mampu menyembuhkan kulit luka.
Melestarikan uceng
Hasil penelitian lain adalah Samurai Uceng Kinanti. Itu adalah zat perangsang ikan uceng (Nemacheilus fasciatus) untuk bertelur. Ikan uceng tersebut menjadi salah satu ikan terkenal di wilayah Blitar. Namun, belakangan ini, pengambilan dalam jumlah besar menjadikan ikan mulai langka.
”Kami mendampingi masyarakat di Desa Kesamben, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, untuk membudidayakan ikan uceng ini agar tidak punah. Kami membantu mereka secara teknis dengan memberikan zat perangsang tersebut sehingga ikan akan cepat bertelur. Hasilnya, kini produksi uceng di sana berlimpah,” kata Dhita Widhiastika, salah seorang pemberdaya uceng di Desa Kesamben.
Para pemberdaya masyarakat yang melestarikan ikan uceng tersebut terdiri atas empat orang, yaitu Dhita Widhiastika, Richard Aldo Mora Silaen, Muhammad Syuhada, dan Nanda Ihsan. Tiga mahasiswa pertama berasal dari Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan UB. Adapun Nanda Ihsan berasal dari Jurusan Budidaya Perikanan UB.