Usaha kuliner merupakan salah satu usaha yang tumbuh subur di Jakarta, baik katering, warung, maupun restoran. Namun, geliatnya seketika melambat selama libur Lebaran. Salah satu penyebabnya, sebagian besar pedagang di pasar tradisional mudik, berlebaran di kampung halaman.
Ini merupakan sisi lain Ibu Kota selama libur Lebaran saat ditinggal mudik warganya dari kalangan pekerja informal, terutama pedagang pasar tradisional.
Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2019), contohnya, tampak lengang. Padahal pada hari biasa pasar itu selalu dipadati pedagang dan warga yang berbelanja. Pemandangan serupa ditemukan di beberapa pasar tradisional lainnya di wilayah Jaksel.
Hanya tampak beberapa pedagang yang masih berjualan. Mereka umumnya berjualan buah dan sayuran.
Menurut beberapa pedagang, seperti pengalaman pada Lebaran tahun sebelumnya, diperkirakan para pedagang kembali ke Jakarta dan berdagang pada pekan depan. Namun, pasar akan kembali ramai seperti biasanya sekitar dua minggu setelah Lebaran.
Warga pada umumnya sudah memahami kondisi ini ketika pasar tradisional ditinggalkan para pedagangnya selama libur Lebaran. Sebagian warga menyiasatinya dengan menyetok bahan makanan di rumah. Namun, bagi pengusaha kuliner, kondisi ini cukup mengganggu karena bahan makanan segar tetap dibutuhkan.
Tri (59), warga dan juga pengusaha katering di Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, misalnya, masih dapat memasak untuk keluarganya meskipun bahan makanan yang tersedia di pasar masih terbatas. Menurut dia, Pasar Taman Aries tempatnya berbelanja sehari-hari cenderung sepi dari pedagang dibandingkan hari biasanya.
”Pada kondisi normal, biasanya ada hampir 10 lapak ikan. Sekarang, hanya ada dua atau tiga lapak. Meskipun demikian, kalau hanya untuk masak keperluan rumah tanga, ok-ok sajalah (makanan yang tersedia di pasar),” katanya.
Namun, tidak demikian halnya untuk memenuhi kebutuhan usaha kateringnya. Menurut Tri, kondisi pasar yang masih sepi dari pedagang menyebabkan bahan makanan yang dijajakan pun terbatas. Seperti pada Lebaran sebelumnya, usaha kateringnya baru akan kembali berjalan normal pada dua minggu setelah Lebaran.
”Kami libur karena supplier (bahan makanan) terbatas banget. Bahan makanan tersedia, tetapi terbatas. Harganya pun belum stabil,” kata Tri.
Hal serupa disampaikan Irma (68), warga Kecamatan Kebayoran Baru, Jaksel. Menurut dia, pada umumnya jasa katering di Jakarta tutup selama beberapa hari setelah Lebaran, termasuk katering tempat ia berlangganan.
”Jadi, susah juga saya setelah Lebaran. Biasanya saya pesan makanan dari katering. Masak juga males. Jadi, sering makan di luar,” katanya.
Sama seperti Tri, Irma juga telah membuat stok makanan di rumah sebelum Lebaran, salah satunya daging yang bisa bertahan lama selama dibekukan di kulkas. Namun, untuk sayur dan buah masih tergantung ketersediaannya di pasar tradisional karena kedua bahan makanan itu dibutuhkan dalam kondisi segar. Karena masih banyak pasar tradisional yang belum sepenuhnya beroperasi, Tri pun memenuhi kebutuhan sayuran dan buah-buahan di supermarket.
”Saya membeli di supermarket, tetapi apa adanya. Kadang-kadang sayur dan buahnya kurang segar. Mungkin karena supplier-nya masih libur,” kata Irma.
Selama Lebaran, pada umumnya warung dan restoran juga tutup. Beberapa warga Jakarta yang mengandalkan kebutuhan makannya sehari-hari dengan memesan makanan lewat aplikasi ojek daring juga mengalami hambatan.
Fitri (26), contohnya, sempat kesulitan untuk memesan makanan lewat aplikasi ojek daring. ”Layanan pesan makanan melalui aplikasi sempat lambat saat hari pertama Lebaran. Cari sopirnya lebih lama dibandingkan biasanya, tetapi ketemu juga pada akhirnya,” ujar Fitri.
Meskipun makanan yang disediakan pasar tradisional lebih terbatas dibandingkan pada biasanya, kehidupan sehari-hari di Ibu Kota tidak terganggu secara signifikan. Selain di pasar tradisional, bahan makanan dan makanan siap saji dapat ditemukan di supermarket. Selain itu, ada pula banyak restoran yang dibuka dan beroperasi seperti biasa.