Di antara ramai rencana pembangunan tanggul laut di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, sejumlah kalangan memilih menanam mangrove. Penanaman tanaman pesisir itu diklaim jauh lebih baik melindungi ekosistem dari bencana ketimbang tanggul buatan manusia.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Di antara ramai rencana pembangunan tanggul laut di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, sejumlah kalangan memilih menanam mangrove. Penanaman tanaman pesisir itu diklaim jauh lebih baik melindungi ekosistem dari bencana ketimbang tanggul buatan manusia.
Penanaman mangrove dilakukan di depan areal tambak garam Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Minggu (19/5/2019). Di titik itu, dulu hidup satu pohon bakau yang dikenal ”mangrove jomblo” yang patah karena empasan tsunami lalu.
Ada 310 anakan bakau jenis Rhizaphora stylosa ditanam. Anakan bakau setinggi sekitar 50 sentimeter tersebut ditanam dengan diikatkan pada sebilah bambu. Tsunami menghancurkan pesisir Teluk Palu, termasuk di Kelurahan Talise.
Kegiatan tersebut diselenggarakan Jejaring Kelompok Kemanusiaan-Oxfam dan sejumlah kelompok pencinta alam serta komunitas budaya yang tergabung dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana Talise.
Areal penanaman mangrove merupakan salah satu titik yang masih mengalami pasang-surut di Teluk Palu pascagempa bumi dan tsunami, 28 September 2018. Di bagian itu, batuan kecil memenuhi titik pasang-surut. Namun, bagian bawahnya berupa pasir berlumpur.
Ketua Komunitas Sejarah, Budaya, dan Cerita Sulawesi Tengah Hendra HM Busilemba menyatakan, penanaman bakau tersebut salah satu bentuk perlawanan terhadap rencana pemerintah membangun tanggul laut di Teluk Palu. Pihaknya menolak pembangunan tanggul karena berbagai contoh menunjukkan struktur buatan itu tak menjamin upaya mitigasi bencana.
Hendra mengingatkan, Teluk Palu memiliki sejarah ekosistem mangrove. Berdasarkan salinan dokumentasi Pemerintah Belanda, Teluk Palu ditumbuhi mangrove. Titik-titiknya, antara lain, Kelurahan Talise dan sekitar muara Sungai Palu.
”Kami ingin memperbaiki ekosistem Teluk Palu dengan mangrove. Mangrove memiliki fungsi untuk penguatan tanah pesisir dan mampu mengurangi risiko bencana dengan fungsi memecah tsunami,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana membangun tanggul laut sepanjang 7 kilometer, dari Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, hingga Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore.
Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi Moerwanto dalam sejumlah kesempatan menyampaikan tanggul itu berfungsi untuk mencegah air pasang dan juga tsunami. Tanggul berupa kumpulan batu yang dirangkai serat-serat karbon dengan ketinggian bervariasi, antara 1,5 meter dan 3 meter.
Koordinator Livehood Oxfam di Indonesia Meilinarti menyatakan, penanaman mangrove menjadi titik awal pembangunan ketangguhan masyarakat terhadap bencana, terutama tsunami. Mangrove pelindung ekosistem pesisir dengan berbagai fungsi, mulai dari rumah perkembangbiakan biota laut hingga mitigasi bencana tsunami.
Penanaman tersebut bagian dari target 10.000 anakan mangrove untuk melindungi ekosistem Teluk Palu. Forum masih perlu mengkaji titik lain yang cocok untuk ditanami mangrove. Namun, dari sejumlah pengalaman mangrove efektif meredam tsunami seperti yang terjadi di Kelurahan Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala. Saat tsunami terjadi, kawasan yang dilindungi bakau tersebut tak mengalami kerusakan.